Hari-hari berlalu. Masalah ia dan Rafa-kakak kelasnya itu bagaikan angin lalu yang beritanya sudah terhembus hilang. Namun masih ada rasa malu dalam diri Rara, setiap berkumpul dan setiap berpapasan dengannya.
"Yang tidak membawa buku maju ke depan sekarang! Cepat! Kalian tau kan bapak paling tidak suka dengan murid yang tidak disiplin."
"Ayo yang barisan belakang, Bapak tau kalian tidak membawa. Sebelum saya laporkan ke BK!"
Para murid laki-laki yang terkenal sebagai anak bandel di kalangan guru-guru itu maju satu persatu dari barisan paling belakang.
Salah satu murid mengangkat tangan dan berkata. "Pak ada satu yang belum maju."
Pandangan guru itu menelisik ke seluruh penjuru kelas. "Siapa?! Siapa yang belum maju. Berani-beraninya mau bohongin saya?!"
Satu kelas itu kompak memanggil nama Rara. Dan melihat ke arahnya.
Dan dari tempatnya gadis itu tampak tak baik-baik saja.
"MAJU KAMU!" Teriakan pria paruh baya itu menggelegar.
Rara berdiri dari tempatnya berada. Ia menunduk berdiri di depan bersama murid laki-laki yang lainnya.
Rasa malu menguasai gadis berkuncir satu itu saat ini.
"Bapak tidak suka dengan murid yang tidak di disiplin seperti kalian!"
"Kalau kalian tidak ada niat mengikuti pelajaran saya. Lebih baik kelian keluar dari sini!"
Salah satu dari mereka benar-benar menepati perkataan guru itu, dengan keluar dari kelas begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata apapun.
Rara ikut malu sendiri karena kelakuan temannya itu. Ternyata ialah perempuan satu-satunya yang berdiri di sini. Rasa malu semakin menyelubungi dirinya.
Guru tua itu memang terkenal seramnya di sekolah ini, semua orang pun sudah tau. Hany menunggu beberapa minggu, guru itu akan sudah pensiun dari sekolah ini.
Melihat wajah temannya satu persatu membuat Rara menyadari banyak tatapan tak suka yang tertuju padanya.
Satu persatu dari mereka di beri pertanyaan oleh guru itu. Dan dengan kagetnya Rara, karena guru itu memberikan kekerasan secara fisik pada teman-temannya.
Guru itu memukul, menjewer dan tak jarang memukul dengan buku yang di bawanya.
Kini hanya tersisa Rara dari semuanya. Teman-temannya membuang muka karena berpikir bahwa guru itu pasti tidak akan melakukan apa-apa pada gadis itu.
Namun semua pasang mata tertuju padanya saat sebuah suara tamparan keras tertuju padanya.
"Kamu. Kamu perempuan sendiri dari teman-teman kamu itu," ujarnya sambil menunjuk murid-murid laki-laki sebelumnya. "Apa kamu tidak malu dengan hal itu?"Murka tentu saja semua bisa melihat jika guru itu benar-benar murka.
Sekarang telinga Rara yang di jewer oleh guru itu hingga Rara meringis kesakitan. "Bapak sudah sering mendengar laporan kalau kamu selalu begini setiap ada pelajaran." Pria paruh baya itu tak melepaskan jewerannya dari telinga Rara,
"Apa kamu tidak punya malu perempuan sendiri di antara teman kamu yang di hukum sekarang?" Gertaknya. "Dasar perempuan tidak di siplin."
Rara meringis mengusap telinganya. Tidak dirumah tidak di sekolah ternyata sama saja perlakuan yang ia terima. "Maaf Pak, maaf." Mohonnya sambil memegangi telinganya.
"Dengan kelakuan kalian yang seenaknya seperti ini. Apa yang bisa kalian bangga kan? Sekolah baru beberapa bulan disini. Tapi tingkah laku kalian sudah seenaknya."