dia, sama saja

6 0 0
                                    

Orang yang paling ia takuti di hidupnya adalah Papa nya sendiri mama lalu Rania ketika keinginannya tak ia turuti. Lalu orang-orang di sekitarnya dengan tatapan-tatapan yang ia benci itu.

"Nilai kita jelek gara-gara lo." Kepalanya di pukul dengan buku.

Rambutnya yang sudah tergarai di jambak oleh dua orang lainnya. "Lo kan bego, bisa-bisanya nilai lo lebih bagus dari kita."

"Gue juga nggak tau! Nggak jelas lo nyalahin gue! Shhhhh." Rara meringis ketika kepalanya terkena bola basket.

Teman laki-laki satu kelasnya itu memang sengaja bermain di dalam kelas. Lihatlah sekarang mereka bukannya minta maaf malah tertawa-tawa.

Rara meringis saat teman-temannya itu kembali menjadikannya bahan mainan. 

Sementara murid baru itu merasa aneh dengan cara orang-orang disini memperlakukan gadis itu.

***

"Heh!" Rara keluar kelas mengejar pemuda berperawakan tinggi itu. Rara menarik lengan seragam pemuda itu.  "Lo nggak dengar apa gimana sih?" tanya Rara.

Pemuda itu menepis lengan Rara. "Gue punya nama."

"Maaf. gue belum tau nama lo," ujar Rara dan memang benar sejak pemuda itu berkenalan di depan kelas Rara tak memperhatikan sangat..

"Gue sebangku sama lo, gue aja tau nama lo," ujar pemuda itu tak terima.

Pemuda itu mencoba mengingat sesuatu. "Oh jadi lo yang di hukum di depan kelas waktu itu." Pemuda itu seperti menahan tawanya yang bisa keluar kapan aja.

Rara tak marah namun ia hanya diam, ia menunggu pemuda itu mengeluarkan tawanya. "Udah?" tanyanya dan di balas oleh angukan oleh pemuda itu. "Jadi nama lo siapa?

Pemuda itu menunjukan name tag nya pada Rara. "Arkan."

 "Arkan, emang lo mau satu kelompok sama gue?" Tanya Rara 

"Emang kenapa? Lo nggak tau nama lo udah gue tulis di papan tulis, gue nggak salah tulis nama lo kan?"

"Ya kan, lo bisa sama yang lain," ujar Rara.

"Jadi nggak mau sekelompok sama gue? Emang lo nggak tau kalau anggotanya sebangku?" Tanyanya.

Rara tertegun mendengar itu, ia tak terlalu mendengarkan instruksi guru tadi. "Maaf gue nggak tau. Makasih ya, kalau lo mau pindah kelompok bilang aja ke gue."

Rara berbalik, namun ia merasa ada yang mengikutinya. "Lo ngapain ngikutin gue?"

"Emang kenapa?"

"Teman-teman lo yang lain mana?" Tanya Rara.

"Nggak tau." Pemuda itu mengendikan bahu. "Gue ditinggal gitu aja."

Rara berdecak. "Gue nggak lagi mau ke kantin." Peringat Rara.

"Siapa juga yang mau ke kantin," ujar pemuda itu.

Pemuda berperawakan tinggi itu masih setia mengikutinya. "Lo ngapain ke ruang guru?" Tanyanya saat Rara berhenti di ruang guru.

"Gue ada urusan. Lo mending balik aja tau kan jalanya." Rara memasuki ruang guru begitu saja, Arkan ingin ikut masuk namun pintu sudah lebih dulu di tutup.

***

Tidak pernah cepat ketika Rara sudah di panggil di ruang guru. Ia keluar sambil membawa secarik kertas yang biasa ia dapatkan. Alangkah terkejut nya Rara mengetahui keberadaan Arkan saat ia membuka pintu. "Kok lo masih disini?"

"Kertas apa itu?" Bukanya menjawab tapi ia malah balik bertanya.

Rara langsung menyembunyikan kertas itu. "Bukan, bukan apa-apa. Gue mau balik kelas."

Rara ingin meminimalisir interaksi dengan pemuda ini, mereka hanya sebatas teman sebangku saja. Berbicara pun seadanya. Rara belum tau  apakah ia sama seperti teman-temannya yang lain atau tidak.

BYUR...

Guyuran air tiba-tiba mengenainya dari atas sana, bagai di terpa hujan di siang bolong. Tubuh Rara langsung terlonjak kaget. Dingin menyelimuti nya. Tubuhnya dari atas sampai bawah basah kuyup.

Rara mendongak ke atas, dan benar saja pelakunya adalah teman-teman satu kelasnya. "Kenapa kalian nyiram air ke gue, maksud kalian apa?!" Teriak Rara, namun mereka tak menjawab dab hanya sibuk menertawakan nya.

"Maksud kalian tuh apa?!" Pandangan Rara menelisik sekitar, beralih pada Arkan yang berada di belakangnya.

Pemuda itu tak terkena cipratan air sama sekali, namun malah sibuk menahan tawa nya. Reaksi yang sangat tidak Rara duga.

"Woi Ra mau kemana lo?!"

"Ra masuk Ra adu guru!"

"Ahahhaha."

Suara mereka membumbung tinggi mengatakan itu saat mendapati Rara pergi dan berlari begitu saja.

Arkan menyemburkan tawanya yang ia tahan sedari tadi, namun setelahnya entah mengapa perasaan bersalah menyergap nya.

Seharusnya ia menolong, bukanya malah seperti ini. Di dalam kelas Arkan melihat bangku sebelah nya yang kini kosong, gadis itu tak mengikuti pelajaran hingga jam selesai.

***

Rara kecil yang selalu mendekati orang sekitar terlebih dahulu untuk mau menjadi temannya. Namun usahanya sia-sia, teman-temannya malah selalu menyakiti hati Rara kecil yang saat itu belum tau apa-apa.

Saat itu Rara kecil pulang dari rumah sambil menangis. "Mama, Rara benci sama teman-teman Rara mah. Mereka jahatin Rara mah."

"Apasih Ra? Kamu di apain sana mereka?! Ngomong sama mama."

"Mereka selalu ngata-ngatain Rara mah, rara yang jelek, kucel. Mereka rusakin buku-buku Rara mah, mereka nggak mau temenan sama Rara."

Rani memegang kedua pundak gadis kecil itu. "Kalau mereka nggak mau temenan sama kamu, itu berarti ada yang salah dengan diri kamu."

"Tapi Rara salah apa Mah? Rara sudah baik ke mereka." Sejak saat itu Rara kecil tak mau lagi berteman dengan teman-temannya yang lain, ia selalu menjauh dan menghindar.

Namun Mama  nya selalu saja menyalahkan dirinya.

***










first sit mateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang