"Rumah lo?"
"Nggak." Rara langsung menolaknya begitu saja ketika Arkan mengatakan itu. "Kenapa harus rumah gue?" Tanyanya.
"Lo tau kan gue orang pindahan di kota ini," ujar Arkan. Yang memang benar ia lahir di kota ini, namun ia tidak tubuh disini.
Rara menghela nafas. Masalah guyuran air kemarin bagai terlupa begitu saja.
Karena ada suatu urusan, mau tak mau Rara harus berinteraksi lagi dengan pemuda ini. "Oke, sepulang sekolah lo ikut gue," ujarnya di balas dengan anggukan oleh Arkan.
Rara kembali menghadap depan saat guru yang mengajar masuk ke dalam kelas. "Keluarkan buku paket kalian, setelahnya kita akan membahas pekerjaan rumah kemarin."
Rara menelan silvia nya, ia mana punya buku yang guru itu maksud.
"Rara!" Gawat guru itu memanggil dirinya. "Mana buku punya kamu? Saya tagih janji kamu untuk punya buku itu?"
Rara tak tau harus bagaimana."Mana!?" Teriakan guru itu kembali terdengar.
Rara mengambil buku milik Arkan yang tergeletak begitu saja. "Ini Bu," ia mengangkat tinggi-tinggi buku itu sehingga semua orang bisa melihatnya.
"Bagus, sudah punya uang dia ternyata." Perkataan guru itu yang membuat seisi kelas tertawa terkecuali Arkan si murid baru yang tak mengetahui apa-apa.
Setelahnya yang di lakukan Rara adalah meletakkan buku itu begitu saja. Tanpa tersadar si pemilik yang sedari tadi melihatnya.
Rara meringis. "Maaf Arkan," ujarnya. "Ini buku lo, makasih."
Arkan tertawa sumbang. "Sebagai gantinya, lo harus kerjain PR gue," ujarnya. "Atau gue kasih tau yang lain kalau buku paket itu sebenarnya punya gue." Ancam nya yang membuat senyum Rara runtuh seketika.
***
Arkan menyatukan kedua lengan nya. Parkiran sudah sepi, hanya tersisa beberapa kendaraan termasuk kendaraan miliknya.
Rasanya seperti menemukan fakta baru yang ia ketahui, bahwa hanya Rara seorang yang masih menaiki sebuah sepeda ontel ke sekolah.
"Gimana Ra?" Teriak nya tanpa mengetahui dimana tepatnya keberadaan gadis itu.
"Sebentar." Balas Rara.
"Ini kenapa rantainya pakai copot segala," gerutu-nya. Pasti Arkan sudah jengkel menunggunya, ia tadi bilang hanya akan mengambil sepedanya dan itu tidak akan lama.
"Loh ini kenapa ban nya pakai copot segala!" Rara bingung padahal ia berangkat ke sekolah tadi sepedanya masih baik-baik saja. Tak ada satu bagian pun yang rusak seperti sekarang.
***
Di sinilah mereka sekarang, di bengkel menunggu sepeda Rara selesai di perbaiki.
"Lo pulang aja, pasti lama selesainya sepeda gue," ujar Rara. "Besok aja kerja kelompoknya."
Arkan mendengus. "Lo pikir besok-besok gue ada waktu."
Rara meringis. "Maaf."
"Lagian lo hidup tahun berapa sih, masih aja bawa sepeda kaya gitu," ujar Arkan.
Rara sudah tak kaget lagi dengan omongan sarkas yang keluar dari mulut pemuda ini. "Sepeda gue aneh, tiba-tiba rusak padahal tadi gue berangkat sekolah nggak kenapa-napa." ujar Rara.
Arkan tertegun. Apa mungkin karena anak-anak tadi ya. Batinya
Rara pergi begitu saja meninggalkan Arkan ketika seseorang memanggilnya bahwa sepedanya sudah selesai di perbaiki.