"Bisa-bisanya anak itu sekolah dengan kondisi kamu seperti ini Ran."
Perasaan Marah menyelubungi sepasang suami istri itu, mengetahui anak gadis-nya yang sedang sakit di tinggalkan sendiri oleh Rara.
"Rania enggak tau mah. Rania bangun kakak udah nggak ada di rumah. Kata Bibi pagi-pagi tadi dia pergi sekolah," ujarnya setelah menelan suapan makanan dari mamanya.
"Kurang ajar anak itu, enggak bisa di percaya." Rasa benci pada Rara semakin menguasai diri wanita itu.
Sedangkan pria paruh baya yang sedang berada di pojok ruangan itu sedang berpikir, hukuman apa yang pantas ia berikan untuk anak itu.
***
"Baik anak-anak, tugas di halaman 50 kalian kerjakan secara berkelompok ya."
"Ibu beri kebebasan untuk menentukan kelompoknya."
"Baik Bu." Sorakan terdengar dari para murid satu kelas.
Sedangkan Rara yang berada di bangku paling belakang, sendiri dan tak memiliki teman sebangku memilih diam tak seperti dulu memohon-mohon pada teman satu kelasnya disaat-saat seperti ini.
"Woi Rara, mending lo cari kelompok di kelas lain aja. Percuma, kita nggak akan ada yang mau sekelompok sama lo." Satu kelas sontak tertawa setelah perkataan murid laki-laki itu.
Rara mengurungkan niatnya untuk berdiri, ia kembali duduk dan memilih mengerjakannya sendiri.
Mengabaikan tatapan dari teman-teman satu kelasnya, sebisa mungkin ia memilih menutup telinga dari pada mendengarkan ejekan dari teman-temannya.
"Mending lo satu kelompok sama kita deh Ra." Tubuh Rara tersentak, pemuda itu tiba-tiba duduk di kursi sebelahnya. Rara merasa aneh karena pemuda ini tadi yang mempermalukan Rara.
"Maksudnya?" Tanya Rara, ia merasa terpojok, karena tubuh pemuda itu sepenuhnya mengarah padanya.
"Lo nggak kasihan sama kelompok gue?"
Rara mengikuti arah pandang pemuda itu.
"Kelompok gue laki-laki semua, nanti lo deh yang ngerjain. Lo nggak kasihan sama diri lo? tiap ada tugas kelompok lo selalu sendiri." Pemuda itu seakan seperti orang yang berbeda setelah berkata seperti itu.
Sinting nih orang. Batin Rara
"Emm, nggak apa-apa deh, gue ngerjain sendiri aja. Makasih udah nawarin gue," ujar Rara menolak, setelah melihat kelompok pemuda bernama Vano ini sepenuhnya hanya berisi laki-laki.
"Ayo lah Ra," paksanya.
"Maaf Vano." Namun pemuda itu tiba-tiba memegang sebelah tangan Rara. "Maaf Vano nggak seharusnya lo kayak gini." Rara mencoba melepaskan tangan pemuda itu secara paksa.
Namun kekuatan mereka tak sebanding. Vano tetap memaksa membawa Rara menuju meja dimana kelompok nya berada. Namun Rara tetap memberontak.
"Lepasin Vano!" Vano tetap meneyeret Rara mengunakan satu tangannya.
Teman-temannya yang lain sibuk dengan urusannya masing masing. Rara berusaha melepaskan tangan vano sebelum laki-laki itu benar-benar membawanya ke tempatnya.
Namun entah ide dari mana, Rara menggigit sebelah tangan pemuda itu yang mencekal tangannya.
Membuat Vano otomatis melepaskan tangan gadis itu. Rara terjatuh menubruk meja dan kursi karena sikuan tangan vano.
"SOK JUAL MAHAL BANGET LO!" Teriak Vano memegang tangan bekas gigitan Rara tadi.
Rara memegangi punggungnya akibat benturan tadi.