Hal 10| Bunga
🥀🥀🥀
Enola masih merasa sedikit pusing saat dia bangun. Dia menoleh ke sisi kiri untuk melihat ruang yang rapi seolah tidak tersentuh. Tiba-tiba dia teringat akan perkataan Magan kemarin yang mengatakan dia tidak ingin tidur dengan pasien. Apakah dia benar-benar menghindari tidur dengan Enola karena sakitnya itu?
Enola tidak ingin berpikir terlalu jauh karena kepalanya yang berdenyut, dia memaksakan diri untuk turun dari ranjang lalu berjalan dengan langkah lunglai menuju ke kamar mandi untuk mengelap tubuhnya yang berkeringat. Suhu tubuhnya sudah kembali normal, namun pusing kadang-kadang masih terasa saat dia berlama-lama berdiri tanpa bersandar.
Setelah susah payah membersihkan tubuh seorang diri, Enola mengambil air wudhu dan menunaikan shalat subuh. Membaca beberapa ayat suci al-qur'an sebelum akhirnya turun untuk sarapan. Kebetulan saat itu Magan sudah lebih dulu sarapan, dia duduk dengan laptop atas meja. Sebagian makanan yang sudah ia makan diletakkan ditengah meja, begitu Enola masuk, Magan segera mengalihkan pandangannya pada sang istri dan bertabya, "Bagaimana kondisimu, sudah lebih baik?"
Enola tertunduk saat dia menarik kursi dan duduk, suaranya parau saat dia menjawab, "Sedikit lebih baik."
"Bibi, siapkan air madu untuknya."
"Baik, Tuan." Jawab Bibi yang baru saja selesai menyiapkan bubur untuk Enola.
"Kenapa Mas belum pergi bekerja?" Tanya Enola saat melihat suaminya masih duduk disana walau sudah berpakaian rapi.
Magan kembali fokus ke layar laptop dan menjawab, "Kenapa? Kamu tidak senang saya disini?"
"Bukan begitu." Gumam Enola nyaris terdengar seperti bisikan.
"Kenapa kamu tidak beristirahat dikamar? Jangan memaksakan diri saat tubuhmu masih dalam kondisi lemah."
"Saya sudah sedikit lebih baik setelah di infus dan makan obat dengan teratur." Setelah menjawab Magan, Enola memindahkan atensinya kepada Bibi yang sedang sibuk di area pantry. "Bibi, apa Bibi yang melepaskan infus dari tangan saya tadi malam?"
Bibi berbalik menghadap Enola, dengan ekspresi bingung perempuan itu menggelengkan kepalanya. "Bibi terlalu takut mencabut infus dari tangan Neng Nola."
Enola berkedip. Rumah ini hanya ditinggali oleh tiga orang. Jika bukan Bibi yang melepaskan infus dari tangannya, ada kemungkinan yang melakukannya adalah...
Magan sadar Enola sedang menatapnya, jadi dia balas menatap dan berkata dengan nada sewot. "Infusmu habis, karena itu saya mencabutnya. Kenapa?"
Enola buru-buru menggelengkan kepala. Dan bergumam, "Terimakasih."
Magan berdengung sebelum membereskan barang-barang dan bersiap menuju ke kantor. Enola ditinggalkan lagi. Bibi buru-buru menghidangkan bubur dan air madu untuk Enola yang masih dalam kondisi kurang sehat.
*
*
Enola duduk di ruang tamu sambil menyibukkan diri merajut sehelai syal hangat yang sudah hampir selesai. Dia begitu fokus dan sesekali akan melirik televisi yang menyiarkan beberapa berita selebritis ternama siang itu saat mendengar suara bel pintu berdering. Enola turun dari sofa, berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Seorang kurir berseragam memegan sebuket bunga anyelir dengan dua warna yang berbeda; merah muda dan merah. Enola menatapnya dengan kernyitan didahi.
"Maaf, Nona. Saya ingin mengantarkan pesanan dari Tuan Magan."
Mas Magan memesan bunga? Batin Enola heran. Tidak biasanya Magan bersikap romantis. Apa karena laki-laki itu merasa bersalah atas sikapnya pada Enola selama beberapa waktu sehingga dia menyiapkan hadiah kejutan kecil ini sebagai permintaan maaf?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalikan Cintaku S1 END
RomanceEnola tidak menyangka dihari kelulusannya, ia didatangi oleh laki-laki asing yang mengaku-ngaku telah mengenal Enola cukup baik. Dengan penuh keberanian, menemui kedua orang tuanya dan melamarnya dihari yang sama. Enola tidak pernah mencurigai apap...