Chapter 14 : Negri paman Sam

2 0 0
                                    

Langkah kaki nya terasa berat, pegangan tangannya pada koper di sebelahnya pun juga semakin mengerat. Tidak menyangka akan pilihan nya sendiri.

Melindungi Jimin?

Cih, mungkin pun laki laki itu tidak tau menahu tentang keberadaan nya sekarang. Mengingat dia belum ada menghidupkan ponselnya sama sekali semenjak kakinya menapak pada negri paman Sam ini.

Huh...
Hyunmi mendudukkan tubuh nya pada pinggiran trotoar di sekitar bandara. Dia jadi teringat Song-ah. Apa dia hubungi saja gadis itu. Pasti Song-ah sangat khawatir. Tapi dia bahkan tidak punya pilihan lain. Tepat 1 jam setelah Shinhyuk keluar dari rumahnya, dia langsung membereskan beberapa pakaian yang bisa dia jangkau. Tentu saja dengan perut menggembul seperti itu geraknya tidak bisa selincah dulu.

Dan kini, di tangannya terdapat secarik kertas kecil berisikan alamat dan sebuah kunci. Apartemen. Apa dia sudah gila sekarang?

"Nenek..." lirihnya. Tiba-tiba saja bayangan nenek nya hadir dalam benak. Membuat sesak di dada semakin menjadi-jadi.

Hingga satu hal yang paling dia takutkan terjadi, akhirnya terjadi juga. Tangan kanannya refleks mencengkram baju luar di atas perutnya.

"Agh ... sakit," lirihnya. "sayang, tunggu yah. Sebentar lagi. Eomma akan mencari rumah kita." bisiknya. Berharap sakitnya berkurang. Namun sepertinya tuhan berkehendak lain, kedua kakinya tak bisa di gerakkan. Gemetar hebat. Keringat dingin mulai membasahi. Dengan kemampuan bahasa Inggris nya yang terbilang standart, agak sulit untuk Hyunmi meminta tolong pada orang yang berlalu-lalang.

Hingga sebuah tangan menyentuh bahunya. Hyunmi lantas berbalik-terkejut bukan main.

"Are you okey?" tanya pria dengan pribadi tinggi gagah di depannya. Wajahnya tampak khawatir. Mau tidak mau, hyunmi butuh pertolongan. "help me, please..."

**
"Kita satu apartement. Hanya beda lantai. Apart ku di lantai bawah lantai ini. Kalau kamu butuh sesuatu kabari aku." ucap pria tadi setelah mereka masuk kedalam apartemen Hyunmi-yang di berikan Shin Hyuk nim tentu saja.

Satu lagi, Hyunmi baru tau kalau pria yang mengaku namanya adalah Jacson itu ternyata blasteran Korea-Amerika. Jadi cukup tau bahasa Korea. Syukurlah setidaknya hyunmi tidak perlu repot menyusun kalimat dengan bahasa Inggris. Hyunmi mengangguk atas ucapan Jacson.

"Thank you Jacson-ssi." ucap Hyunmi tulus. Sungguh, jika bukan karna Jacson mungkin sekarang dia sedang berguling-guling kesakitan di pinggir jalan. Jacson tersenyum lalu mengangguk.

"Panggil Jacson saja. Walaupun aku lebih tua. Tapi jika kau ingin memanggil oppa juga bisa." jawab Jacson sembari mengangkat sebelah alisnya. Tampan, tentu saja. Dan Hyunmi membalas senyum itu lantas mengangguk.

"Ah, ngomong - ngomong siapa nama mu?" Jacson baru menyadari kalau dia belum tau siapa nama wanita yang sedang duduk di depannya.

"Oh, nama ku Kang Hyunmi." jawab Hyunmi seadanya. Dia juga merasa tidak harus menjelaskan siapa dia, kenapa dia bisa ada di sini. Mereka bahkan baru bertemu. Jacson mengangguk.

"Eum... Hyunmi-ssi," panggil nya. Hyunmi menoleh. "jika boleh aku tau, kenapa kau sendirian? Dimana suamimu?"

Degh...
Ah, ternyata memang tidak ada yang mudah dalam hidup ini. Tetap saja, mau sejauh apapun dia pergi, pertanyaan itu akan tetap dia dengar selama orang masih melihat perutnya yang semakin membesar. Apalagi porsi tubuh hyunmi kurus dan mungil, maka menebak ada bayi di dalam perutnya bukan lah yang yang sulit.

"Eghm, maaf Jacson Oppa. Aku begitu lelah. Bisa aku beristirahat?" Hyunmi hanya mencoba untuk tidak mengingat alasan dia berada di negara orang seperti ini. Tidak salah kan?

Seperti faham situasi, Jacson langsung menyetujui hal itu tanpa keberatan. Lelaki itu sepertinya faham satu dua hal tentang urusan seperti ini. Namun dia hanya ingin memastikan 1 hal, pantas kah dia berada di sekitar wanita ini atau tidak?

Setelah kepergian Jacson dari apartemen nya, Hyunmi mulai menjelajahi setiap ruang di dalam apartemen itu. Cukup besar, hyunmi akui itu. 3 kali lipat lebih besar dari pada rumahnya. 2 ruang tidur lengkap beserta tempat tidur, lemari dan sebagainya. Sebuah dapur dengan design ala Eropa beserta peralatan dan isinya. Sebuah ruang tamu dengan sofa yang cukup besar. Ah, seharusnya hyunmi merasa nyaman tinggal di tempat yang sangat baik ini. Tapi nyatanya, prasaan nya tidak sebahagia itu di saat seharusnya dia sedang bersantai di kamar nya-rumah di Korea tentu saja.

Hyunmi menghela nafas, lagi-lagi menahan segenap emosinya yang sudah tertahan di dalam kepalanya. Dia mendudukkan tubuh di atas sofa. Mengusap wajahnya, lalu mengeluarkan ponselnya. Namun baru saja dia membuka ponselnya, dia baru menyadari bahwa dia memakan SIM card Korea. Yang sudah pasti tidak akan aktif jika di gunakan di dalam Amerika. Astaga, sungguh menyulitkan - fikirnya.

Baiklah nanti saja, dia akan minta tolong kepada Jacson. Semoga pribadi itu memang benar baik adanya. Hyunmi lantas meletakan hp nya di atas meja kemudian tubuhnya melorot kebawah lantai. Punggung nya bersandar pada sofa. Kedua kakinya di tekuk dan dia memeluk kakinya sendiri guna menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya.
Sekali dua kali, terdengar tarikan dan helaan nafas berat dari ibu park kecil itu. Kedua matanya kembali terasa panas. Apakah ini memang takdirnya ketika dia di ciptakan di dunia ini? Tapi kenapa harus dia dari sekian banyak nya manusia?

Lagi dan lagi, hyunmi menangis dalam hening nya ruangan besar itu. Tidak ada lagi yang akan mendengarkan tangisan nya. Tidak akan ada lagi yang memasarkan makanan untuknya, tidak ada lagi ocehan untuk nya dan yang pasti, tidak akan ada lagi usapan hangat di perutnya.

Hanya 3 bulan lagi. Ya hanya 3 bulan lagi. Semoga semua bisa lebih baik.

"Kau maunya laki-laki atau perempuan?" tanya Jimin sembari mengusap halus rambut Hyunmi.

"Apa saja, aku juga belum memikirkan siapa namanya nanti."

"Mau ikut kata Jungkook?" tanya Jimin sembari tertawa. Menampakkan kedua mata sipitnya. Dan sialnya itu berhasil membuat jantung hyunmi tak karuan-lebih dari pada ketika tangan halus Jimin mengusap rambutnya penuh efeksi.

"Jinja? (*Sungguh)" hyunmi benar tak menyangka akan mendengar saran itu dari bibir Jimin.

"Kalau begitu Hyunmin saja"

"Hyunmin?" Hyunmi berfikir sejenak.

"Iya, Hyunmi dan Jimin!"

"Hueeekkk." Hyunmi sontak ingin memuntahkan seluruh isi perutnya saat mendengar Jimin mengucapkan nama itu.

"Kau tidak setuju?" tanya Jimin khawatir.

"Eummm nanti kita bahas yah..."

Bersambung....

BE MY SIDE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang