(13) andilnya si sulung

1.4K 210 18
                                    

Rena mengelap air matanya kasar. Anak gadis itu duduk di bangku koridor rumah sakit sambil sesekali menangis. Saat diperjalanan menuju rumah sakit, Jefran sempat tak sadarkan diri membuat Rena panik bukan main. Anak gadis itu menangis sambil menepuk-nepuk pipi sang ayah. Namun sayangnya, sang ayah  tetap tidak mau membuka matanya.

Pintu ruangan dimana tempat sang ayah di tangani pun terbuka. Dokter pun tersenyum menatap Rena yang tampak penasaran.

"Ayah aku gimana dok?". Tanya Rena.

"Ayah kamu udah sadar, katanya mau ketemu kamu". Ucap sang dokter mempersilahkan Rena masuk.

Rena dengan langkah gugup pun masuk ke dalam ruang rawat sang ayah. Masih sedikit tercium bau anyir, seketika tubuhnya merinding. Ditatapnya sang ayah yang tengah berbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Baju yang tadi banyak bercak darah pun sudah diganti dengan baju pasien yang bersih. Rena menghela nafasnya. Syukurlah ayahnya baik-baik saja.

"Masih nungguin ayah ternyata". Ucap Jefran tersenyum ke arah anak gadisnya.

Sementara Rena bingung harus bereaksi seperti apa. Dia mengakui kalau memang dirinya terkesan labil, antara harus menjauh dari sang ayah, atau mencoba menerima ayahnya kembali?

Rena pun duduk di kursi kosong samping ranjang ayahnya.

"Setengah jam lagi bang Jean sampai kesini"

"Trus?"

"Trus aku pulang". Ucap Rena.

Jefran menghela nafasnya. Ternyata anak gadisnya masih memberi jarak untuk dirinya.

"Kenapa harus abang? kenapa gak Rena aja yang jagain ayah disini?"

Rena menatap sang ayah lama. Gadis itu pun menggelengkan kepalanya.

"Nanti bunda gak ada temennya". Ucap Rena. Gadis itu bisa melihat ekspresi sang ayah yang tampak murung.

"Iya bener, nanti bunda gak ada temennya..."

Jujur, hati Rena sakit saat melihat wajah sang ayah yang tampak kecewa. Sebenci-bencinya ia pada sang ayah, Jefran tetaplah ayahnya, ayah kandungnya.

"Ayah..."

"Iya nak?". Ucap Jefran lembut.

"Masih ada yang sakit?". Tanya Rena berusaha menurunkan gengsinya.

Jefran pun tersenyum. Wajahnya yang tadi tampak murung kembali ceria lagi.

"Sakit, semua badan ayah sakit, tapi berkat Rena nemenin ayah disini, udah gak begitu kerasa kok". Ucap Jefran tersenyum hingga lesung pipinya tampak begitu nyata.

"Gausah bercanda mulu, mana yang sakit? mau aku panggilan dokter?". Tanya Rena mendapat gelengan dari Ayahnya.

"Rena ayah..."

"Ayah masih bisa dapet maaf gak yah dari kamu?". Ucap Jefran menatap anak kesayangannya.

Rena menatap Jefran sekilas lalu membuang pandangannya. Gadis itu tidak mau menatap sang ayah lama-lama, takut dirinya akan luluh nantinya.

"Belum bisa...". Ucap Rena pelan.

"Belum bisa dimaafin, gak segampang itu buat maafin ayah. Aku kecewa, semua rencana yang kita bangun hancur di hari itu juga, kepercayaan aku, bunda, sama abang-abang juga ikut hancur. Aku bukan Bunda atau bang Jean yang begitu mudah buat maafin ayah, lagian kalo dimaafin pun gak bakal bikin semuanya balik ke awal kan? semunya udah terjadi, kenapa ayah baru nyesel?"

Jefran menatap mata sang anak yang memerah, hati Jefran sangat sakit. Karena keegoisannya dulu, ia menyakiti orang-orang yang ia sayang.

"Belum bisa dimaafin bukan berarti ayah gak dapet maaf kan?". Tanya Jefran.

Home Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang