7

8.2K 281 6
                                    

"Selamat Pagi mbak Araya." Sapaan ramah terdengar sepanjang Araya berjalan.

Meski Araya baru bekerja selama 5 bulan, para karyawan memperlakukan Araya dengan ramah.

Kadang mereka juga membantu nya dengan tugas-tugas dari Ray saat ia sedang kesusahan.

"Pagi mbak Araya," Sapa Nesa, salah satu karyawan yang terkenal supel.

"Pagi mbak." Sapa Araya tak kalah ramah, ia sedang menyeduh kopi untuk dirinya sendiri.

Karena kemarin Araya tidur terlalu larut, ia jadi agak mengantuk sekarang.

"Pagi-pagi udah minum kopi aja mbak."

"Iya nih mbak, biasalah." Jawab Araya sambil terkekeh.

Nesa melihat Araya dengan tatapan kasihan. "Pasti Pak Ray menyusahkan mbak lagi ya, yang sabar ya mbak, Pak Ray memang tabiat nya seperti itu. Dulu saja Pak Ray pernah memiliki sekertaris selain Pak Rafael, tapi dia akhirnya berhenti karena Pak Ray terlalu membebankan pekerjaan nya dan terlalu perfeksionis. Semua nya harus perfect! Kalo engga ya... " Nesa mempergakan tangan yang seperti memotong dileher nya.

Araya terkekeh pelan, ikut merasa kasihan pada dirinya sendiri. "Setidaknya saya hanya harus bersabar 1 bulan lagi mbak."

Araya menyesap kopi nya, lalu berjalan bersama Nesa yang hanya membawa cangkir berisi air putih hangat.

"Loh, emang nya mbak ga ada niat buat memperpanjang kontrak?"

Araya menggeleng pelan, "Rencana nya saya mau langsung resign mbak."

Nesa mengangguk, baru akan menimpali ucapan Araya sebelum terpotong oleh sapaan seorang lelaki muda.

"Mbak Araya, selamat pagi." Sapa seorang lelaki muda, tubuh nya tinggi dan ramping, wajah nya tampan juga manis dengan kesan menggemaskan.

"Pagi Lean." Sapa balik Araya pada Lean yang ada dihadapannya, bisa Araya lihat semburat merah saat ia memanggil Lean dengan nama depan nya.

"Udah manggil nama aja nih mbak Araya, nanti-nanti bisa dong panggil sayang." Seruan dari salah satu karyawan senior membuat yang lain nya ikut menggoda Lean.

Sudah bukan rahasia lagi jika Lean menyukai Araya, ditambah dengan reaksi Lean yang menggemaskan saat di goda membuat karyawan lain semakin gencar menggoda Lean.

"Mbak Araya udah manggil Lean pakai nama, tapi kok Lean masih manggil mbak? Panggil Araya dong Lean, biar makin akrab." Nesa ikut menggoda Lean.

"Iya nih mbak, saya sudah suruh untuk memanggil dengan nama saya. Padahal kita seumuran, kalo manggil mbak saya merasa lebih tua." Araya ikut menimpali, membuat Lean semakin gelagapan.

"B-bukan itu, m-mbak kan lebih tua dari aku.." Cicit Lean pelan, membuat Araya gemas.

"Cuma beberapa bulan kok Lean, lagipula kalo diitung-itung saya itu lebih junior loh dari Lean." Araya semakin gencar menggoda Lean yang terlihat menggemaskan dimata nya.

Seperti nya menggoda Lean menjadi hobi baru Araya, dikala merasa sumpek di kantor.

"Kalau gitu, K-kak Araya..." Ucap Lean pelan, yang disambut sorakan dari para karyawan, membuat wajah Lean yang merah semakin memerah.

Araya ikut tertawa melihat reaksi Lean, "kalau gitu saya permisi dulu ya, saya masih punya pekerjaan yang belum selesai."

Lean terlihat kecewa, tapi ia mengangguk pelan. "Iya kak, semangat ya kerja nya."

Araya balas tersenyum, "Terimakasih, Lean juga semangat ya."

Pipi Lean kembali memerah, raut wajah yang awalnya muram kembali cerah. Ia tersenyum lebar sambil mengangguk.







•••




Araya berjalan menuju lift untuk makan siang, kebetulan jam makan siang sudah dimulai beberapa menit yang lalu.

Ruangan terlihat sepi karena para karyawan sedang keluar untuk makan siang.

Ditengah jalan ia di hadang oleh Lean, yang sudah menunggu nya di jalan menuju lift.

"Kak Araya!" Panggil Lean ceria, dia menghampiri Araya.

"Iya Lean?"

"Kakak mau makan siang?"

"Iya, kebetulan pekerjaan saya gak terlalu menumpuk. Jadi saya sekalian mau makan siang diluar."

"Emm, K-Kak Araya mau makan siang bareng?" Tanya Lean malu-malu, takut ditolak Araya.

"Hah? Kenapa Lean?" Araya berpura-pura tidak mendengar, padahal ia mendengar perkataan Lean dengan jelas.

Hanya saja, ia ingin menggoda Lean yang menggemaskan di matanya.

"I-itu kak Araya.." Lean semakin gelagapan, rasanya sulit sekali mengeluarkan kata-kata sederhana dari mulut nya.

"Iya?" Araya masih menunggu, diam-diam ia tersenyum melihat reaksi yang dikeluarkan Lean.

"Aku mau ngajak makan siang bareng! K-kakak mau?" Tanya Lean lagi, lantang dengan cicitan di akhir kalimat nya.

Tawa Araya pecah melihat menggemaskan nya ekspresi Lean, ditambah dengan raut muka nya yang berkaca-kaca dan bibir nya yang melengkung ke bawah seolah akan menangis.

Araya mengusak rambut Lean gemas, "Oke! Ayo pergi bareng."

Lean tersenyum lega, "Okei!" serunya senang, matanya menyipit saking lebar senyuman yang dikeluarkan.

Ray yang daritadi melihat interaksi keduanya dari kejauhan mengepalkan tangan nya.

Ada rasa tidak rela saat menyaksikan Araya dekat dengan lelaki lain.

Apalagi jika itu dengan Lean yang memiliki sikap berbanding terbalik dengan nya.

Ditambah Lean itu menggemaskan dan masih muda, berbanding terbalik dengan nya yang dingin dan ketus.

Dengan rasa kesal, ia pun menghampiri kedua nya.

"Araya, mau kemana kamu?" Suara Ray membuat Araya menjauhkan tangan nya dari kepala Lean.

"Saya mau makan siang Pak."

"Dengan dia?" Tanya Ray, memandang rendah Lean yang disamping Araya.

"Iya Pak." Jawab Araya setengah kesal melihat cara Ray yang memandang rendah Lean.

Ia beringsut mendekati Lean dan berdiri tepat di depan Lean, seolah menjadi tameng untuk melindungi Lean.

Tindakan nya itu justru membuat Ray semakin kesal, "Tidak! Kamu makan siang dengan saya."

"Maaf? Tapi ini diluar wewenang bapak, saya juga sudah ada janji dengan Le-"

"Saya tidak suka dibantah, kamu pilih. Lebih memilih makan dengan saya, atau makan dengan dia tapi pekerjaan kamu melayang?" Potong Ray, ia tidak suka Araya menyebut nama orang lain.

Lean meraih pergelangan tangan Araya, membuat atensi Araya teralihkan padanya.

"Aku gapapa kok kak, kita bisa makan bareng lain kali." Ucap Lean pelan, meski tentu nya sedikit kecewa dalam hati.

Araya menghela nafas, ia mengelus rambut hitam legam Lean. "Maaf ya Lean, kita makan lain kali."

Ray semakin panas melihat interaksi kedua nya, 'Apa-apaan ini? Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang akan berpisah' kesal batin Ray.

"Ekhem," Ray berdehem dengan keras, membuat Atensi Araya kembali.

"Ayo pergi, cepat." Titah Ray, lalu berjalan lebih dulu menuju lift khusus eksekutif perusahaan dan CEO.

Araya dengan patuh mengikuti langkah Ray setelah melambaikan tangan nya pada Lean.













TBC

Crazy Boss or Crazy Secretary?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang