0. 0. 4.

6 1 0
                                    

0. 0. 4. "Lautan tanya menimbulkan pertanyaan dengan variasi kenapa dan mengapa. Lantas, apa semua jawaban hanya ada sebab dan karena? "

🌟 Jangan lupa pojok kirinya, sweetie.

📆 Time update: Selasa, 20 Juni 2023.

🖇️ Join in Instagram: its.sfniii

sfniii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Pagi ini terasa berbeda. Ada perasaan yang mengganjal, bahkan tiba-tiba saja netranya mengembun tanpa sebab, juga rasa sesak yang tidak tahu dari mana asalnya.

Mengabaikan perasaan aneh itu, Biru yang telah rapi dengan seragam khas SMA Manggala-nya bergegas menuju garasi setelah menolak sarapan bersama seperti biasa. Berakhir di parkiran sekolah setelah sepuluh menit mengendarai kuda besinya seperti orang kesetanan.

Hanya beberapa siswa dan siswi yang telah hadir karena waktu masih terbilang cukup pagi. Langkah kakinya membawa ia menuju ke selatan, gedung Mipa lebih tepatnya. Namun atensinya kembali terenggut kala seorang pemuda berlarian di tengah koridor dengan tergesa-gesa, melewatinya dengan sesosok yang berada di dalam gendongannya.

Cairan merah terlihat merembes dari lengan yang sepenuhnya tertutupi dengan hoodie panjangnya, bahkan sudah terlihat mengalir. Perasaan Biru bertambah tidak karuan, ia jelas mengenali siapa yang berada di gendongan pemuda tersebut.

Seakan tersadar dari perasaan aneh tersebut, Biru segera menepisnya dan melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti.

"Drama lagi. "

***

"Kenapa? "

Atmosfer mendingin. Hanya menggerakkan kepala ke kenan dan ke kiri yang bisa gadis itu lakukan sedari tadi. Kedua tangannya bertaut saling meremas, netra hitamnya tidak berani menatap mata tajam yang berada di hadapannya saat ini.

Agha sampai menghela nafasnya dengan gusar. "Bina kenapa, hm? "

Sekali lagi dan jawabannya tetap sama. "Sampai kapan Bina nyimpen masalah Bina sendiri? Belum percaya sama aku? Selama ini Bina nganggep aku apa? "

Intonasinya melembut, pun dengan tatapan yang melunak seolah tengah diselimuti rasa putus asa.

Tidak! Bukan seperti itu. Bina sangat mempercayai Agha. Hanya saja Bina takut. Bina yang dikenal banyak orang itu Bina yang sempurna dan selalu bahagia, bukan Bina yang rapuh seperti sekarang ini.

Terisak pelan lalu berhamburan masuk ke dalam rengkuhan Agha. Bina belum siap menceritakan kisah hidupnya, Bina belum siap kehilangan seseorang yang selalu menganggapnya ada.

"Udah nggak apa-apa. Tapi, jangan sampai kamu merasa sendirian. Masih ada aku di sini, yang selalu siap menjadi tempat pulang. Ya? "

Bagaimana bisa ia sanggup untuk kehilangan sosok yang seperti ini? Sosok yang bisa menjadi apa saja untuk dirinya. Bagaimana-

EDELWEISSTINKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang