Bila perempuan dikatakan ratu dapur, maka jantung kehangatan rumah ada pada meja makannya. Emin percaya sepenuhnya, meja makan di rumahnya akan bertahan lebih lama, sementara perang dengan kejam memupus harapan demi harapan yang tersisa. Alhasil mereka yang religius tinggal bergantung pada iman, karena iman satu-satunya yang mengatasi tiadanya harapan.
Sejak gencatan senjata dilalaikan semena-mena oleh penguasa rezim, harapan sudah menghilang sama sekali. Sementara setahu Emin, manusia-manusia tidak bisa hidup tanpa harapan dalam hidupnya.
Emin di meja makannya menatap kosong. Permukaan meja yang dipelitur licin, pola serat gelombang kayu yang dikenalnya dengan baik. Seakan tiga helai kartu imajiner tertangkup di atasnya, ketiga kartu tarot dengan love, empathy, dan peace, seakan parodi sinting bagi perang berkepanjangan yang mereka hadapi. Ketiga kata yang tak masuk akal di Aleppo Timur belakangan ini. Perang tidak mengenal cinta, empati, dan perdamaian. Perang adalah kata antonim yang menyangkal segala kebaikan manusia. Tanda tanya besar yang tak mengenal cinta, belas kasih, dan harapan. Untuk apa semua kekerasan ini bagi dunia kita?
Aslan selalu terdiam setiap kali kabar buruk mengiang di telinganya. Si pria akan duduk di meja makan bersedekap, bibirnya menipis mungkin agar air matanya tidak tumpah sia-sia. Aslan mengakui sebagai pria ia tidak pantang untuk menangis. Namun, ia menangis dalam hatinya, tanpa air mata, tanpa rengekan, tanpa keluh kesah berkepanjangan, karena segala keburukan dalam perang adalah pemberian tak bersyarat. Kita tinggal menerimanya dengan diam.
"Aslan, teman baikmu itu syuhada. Sejengkal surga sudah menanti untuk pengorbanannya sebagai martir perang." Emin melipur kesedihan sang suami tercintanya, di hari kemarin.
A slice of heaven. Aslan tengah menggarap novel terbarunya. Tentang harapan yang terenggut dalam peperangan, tentang neraka dunia yang tak berakhir bagi Suriah, persembahan bagi sejumlah syuhada yang menumpahkan nyawa bagi rakyat tertindas. Namun, seorang sahabatnya kini menjadi syuhada dalam demonstrasi tanpa kekerasan. Dunia dalam perang selalu berkebalikan. Yang baik menjelma jahat, yang lembut menjadi kejam, antara surga ataupun neraka silih berganti tanpa jeda.
"Dulu dia adalah pendamping kita di pernikahan. Our bestman. Kamu ingat, Emin?"
Kata-kata Aslan bergulir dalam ingatan Emin. Kemarin sore mereka, suami istri yang bertahan oleh kekuatan cinta, terdiam di meja makan, seakan mencoba mencerna kabar terbaru dari Habel. Sahabat dan orang terpenting dalam pernikahan mereka dipastikan tewas dan jasadnya ditemukan dalam masjid yang disulap menjadi posko kesehatan darurat. Demonstrasi yang diikuti Habel semestinya damai, karena para demonstran tidak membawa senjata, hanya dibekali toa dan yel-yel yang bersemangat. Juga sepucuk harapan yang ditujukan bagi rezim Bashar al-Assad. Hentikan pembunuhan dan serahkan kedaulatan kepada rakyat.
Kini, di saat ini, Emin seorang diri mencerna berita lainnya. Bahwa Halil kembali terlihat di kota Kilis. Kabarnya sedang mengambil cuti dari tugasnya berperang secara militan. Yang menyesakkan adalah rumor soal shisha yang dikonsumsi Halil, selagi Emin tahu persis, sepupu sang suami bukan perokok, dan lagipula membenci bau tembakau. Dulu Aslan, suaminya pengisap shisha, walaupun bukan pecandu berat. Ultimatum Emin sebelum menikah mengubah kebiasaan Aslan, maka jadilah ia bagi Emin, seorang pendamping yang sempurna.
Aslan memutuskan secara bulat, akan menjadi pengangkat peti bagi jenazah sahabatnya. The pallbearer, sesuai adat yang lazim di dunia Barat, umumnya diemban sahabat terdekat atau kerabat terpercaya dari seorang mendiang. Sang sahabat masih melajang sampai akhir hayatnya, sementara Aslan berjanji menjadi pendamping pengantin bila sang sobat menemukan jodoh sejatinya. Siapa mengira, Aslan mengiringi sahabatnya sebagai mempelai surga, bukan menuju altar suci, namun sang martir revolusi diantarnya menuju tempat peristirahatan abadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower Moon: Aleppo is Leaving
Historical FictionKisah fiksi sejarah yang berlatar perang saudara di Suriah sejak 2011 hingga 2017. Tokoh utamanya bernama samaran Sunflower Moon, keturunan Turki-Mesir, usianya tujuh tahun dan bermukim di Aleppo Timur yang paling parah diguncang pertikaian. Sunflo...