Blackbirds and The Crows (17)

9 3 0
                                    

"Sozan, namaku Sozan, Nyonya."

Emin hampir mengira, perempuan yang menangis di ujung ponselnya salah sambung atau ini merupakan prank tak berperasaan, bahkan bisa lebih buruk lagi, merupakan teror mental yang direncanakan musuh-musuh Aslan dari sosial media? Lalu kenapa bisikan, Halil, Halil menahan Emin untuk mendengarkan dan tak menutup panggilan yang seakan tak masuk akal ini?

"Aku menelepon demi Halil. Dia akan dihabisi, Nyonya, demi saya, demi kebebasan kami semua."

Duduk perkara yang keruh perlahan gamblang kembali, seusai Sozan menangis, dan dengan suaranya yang tenang menjelaskan keberadaan Halil. Rumor yang beredar deras itu tidak salah, Halil memang bergabung kepada ISIS, namun nuraninya bersih, menurut si perempuan penelepon, karena peran Halil sebagai penyusup di sana, istilahnya menjadi mata-mata bagi para Mujahidin.

"Nyawa Halil menebus kebebasan saya dan kami semua. Mereka ingkar janji, padahal uangnya sudah ada. Tapi ... tapi ... Oh, Nyonya, tolong selamatkan Halil. Ini isyarat dari Halil. Nyonya dan suami Nyonya yang bisa selamatkan dia." Souzan kembali berderai isak tangis.

"Sozan, kamu ada di mana? Katakan, di Kilis atau tempat yang lebih aman?"

Kata orang bijak, tempat paling berbahaya justru tempat yang teraman di dunia. Di luar perkiraan Emin, Sozan kini ada di Aleppo Timur, berada di flat salah seorang wartawan lokal yang merangkap menjadi fixer bagi jurnalis-jurnalis asing. Fixer itu mulanya akan menempatkan Sozan di Kilis, Turki bersama puluhan wanita budak seks ISIS lainnya, namun Sozan menolak pengaturan itu dan memilih mengikuti si wartawan pulang ke rumahnya di zona perang sengit, menurut Sozan, semuanya demi Halil yang ia cintai.

"Astaga! Jadi kalian menjalin kasih diam-diam, begitu?" Emin meninggikan suaranya  seketika, tanpa maksud emosional.

Cinta terlarang antara Halil dan Sozan bersemi di kubu ISIS, tak lama setelah Sozan dan sekitar 35 perempuan Yazidi diciduk dari desa masing-masing, ditelanjangi, dipertontonkan auratnya, lantas diperdagangkan di antara militan ISIS di Irak dan Suriah. Sozan cukup beruntung karena Halil yang kesayangan sang komandan membelinya tunai, dan mereka saling jatuh hati setelah bersama-sama beberapa lama.

Segera, Halil membuka kedoknya kepada sang kekasih, bahwa ia bukan militan ISIS sebetulnya, melainkan seorang mata-mata Mujahidin yang ditugaskan memberantas  perbudakan seks ISIS terhadap wanita-wanita Yazidi. Etnis minoritas di Irak Utara dan Suriah itu menganut keyakinan Yezidisme, yang menggabungkan elemen Nasrani dan Muslim, dan meyakini keberadaan Juru Selamat dunia, merupakan seorang malaikat jatuh yang diampuni Allah demi misi suci penebusan umat manusia. Sejumlah pria Yazidi yang tertangkap dipaksa menganut keyakinan yang sama dengan ISIS, namun kemudian mereka tetap dilenyapkan dengan kejam.

Sozan mengaku lahir di sebuah desa di Suriah yang berbatasan dengan Irak Utara. Semua pria di desanya, yang tidak melarikan diri lebih dulu, seluruhnya dibunuh, dan perempuan-perempuan mudanya diperdagangkan sebagai budak seks. Halil berhasil mengumpulkan uang tebusan untuk puluhan wanita itu, termasuk Sozan, namun perannya sebagai mata-mata dan penyusup terbongkar, maka ia akan segera dieksekusi dengan dibakar hidup-hidup dalam sebuah gubuk.

Emin mendengarkan kisah Sozan dengan tercengang. Bukan main, jadi Halil, si bungsu yang kutu buku seperti kakak-kakak sepupunya betul-betul militan ISIS meskipun ia mata-mata yang menyaru masuk?

Sozan tidak berbohong bila dibaca dari suaranya, Emin mengira-ngira lagi. Sedari awal Halil sudah menyiapkan sehelai keffiyeh, menurut pengakuan Sozan, dan Sozan mengenakannya sebagai penutup kepala. Di salah satu sudut kain bercorak hitam putih itu tersulam nomor telepon Emin dalam angka Arab, dan sesuai pesan Halil, Sozan harus mengontak nomor tersebut bila nyawanya dan nyawa Halil dalam  bahaya.

Sunflower Moon: Aleppo is LeavingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang