1001:3

715 83 2
                                    


Jangan lupa vote, coment, dan rekomendasikan ke teman maupun sosial media kalian, ya. ❣️


***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Shana terdiam di kursi cafe saat tak ada lagi pelanggan yang datang. Tidak seperti biasa, kali ini cafe tempat dia bekerja sangat sepi, apalagi hanya ada dirinya yang bekerja karena dua jam yang lalu Rani, Putra dan Danu—rekan kerjanya sudah lebih dulu pulang.

Shana menoleh ke arah pintu saat mendengar pintu itu dibuka oleh seseorang, ia langsung berdiri begitu tahu siapa yang datang.

Elang Rafka Narendran—anak pemilik cafe. Pemuda itu adalah mahasiswa di salah satu universitas ternama di Indonesia. Ayahnya juga seorang pebisnis sukses. Dari cerita yang Shana dengar, cafe ini sebenarnya atas nama Elang.

"Tumben sepi," kata pemuda itu duduk di salah satu kursi tak jauh dari Shana yang berdiri.

Shana hanya mengangguk, matanya menilik ke luar cafe. Suara hujan mengguyur kota samar-samar terdengar.

Elang ikut menoleh. Bernafas lega pasalnya hujan datang saat ia sudah tak berkendara. Pemuda itu beralih menatap Shana yang terus berdiri.

"Duduk aja, lagian gak ada pelanggan," kata Elang membuat Shana langsung duduk di kursinya semula. Jadi, tempat mereka sekarang hanya dipisah oleh satu meja.

"Lo udah kelas berapa?" Elang mulai berbasa-basi karena ia sendiri akan merasa bosan kalau hanya duduk tak bersuara di ruangan ini.

Shana menoleh, "kelas sebelas, kak."

Elang manggut-manggut. "Nanti rencana mau ngelanjut ke mana?"

Mendengar pertanyaan Elang, gadis itu terkekeh pelan, menggaruk pelipisnya yang memang kebetulan sedang gatal.

"Kurang tau, kak," balas Shana memang karena dia tidak tahu. Jangankan untuk melanjut ke mana, melanjutkan sekolahnya yang masih kelas 11 saja dia sudah kewalahan. Ingin berhenti di tengah jalan, namun ia teringat pada prinsip hidupnya 'pantang menyerah sebelum sukses'.

Hening, tak ada lagi pembicaraan di tengah-tengah anak muda itu.

***

Shana mendongak menatap langit gelap. Rinai hujan masih setia membasahi bumi dengan gemercik airnya yang terdengar seperti musik.

Masih dengan pakaian sekolahnya setelah mengganti pakaian kerja, sembari menenteng ransel biru, gadis itu mengulurkan tangannya mencoba menangkap hujan yang mengguyur kota.

Shana tersenyum tipis, ia menyukai hujan. Hujan selalu berhasil membuatnya kembali ke masa lalu, di mana ada dia, ibunya, dan ayahnya yang berbahagia.

1001 Luka [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang