1001:8

662 74 14
                                    


Jangan lupa vote, coment, dan rekomendasikan ke teman atau sosial media kalian.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Tak terasa hari sangat cepat berlalu. Kaki Shana sudah tak lagi diperban, kini dirinya sedang menikmati hembusan angin di atas rooftop yang menerpa tiap inci wajahnya.

Di sinilah Shana merasakan keheningan yang luar biasa. Kesepian yang menyapa, dan kesunyian yang amat sangat  menenangkan hati dan pikiran.

Gadis itu menyandarkan kedua tangannya di pembatas rooftop, menatap kosong jalan raya yang dilintasi beberapa kendaraan.

Hingga kehadiran seorang gadis menarik perhatian Shana. Gadis itu menoleh sekilas ke arah seseorang yang datang. Ia mendapati Elen yang juga menatap lurus ke depan.

"Mending lo jauhin Alfian."

Shana menoleh ke samping saat beberapa detik mereka terdiam. Gadis itu dapat melihat pahatan wajah cantik Elen meski hanya terlihat dari samping.

"Maksud lo apa?" sahut Shana tak terima.

Elen merubah posisinya menghadap Shana. Menatap gadis itu lamat-lamat dengan ekspresi wajah yang tidak terbaca. "Alfian itu diciptakan khusus buat gue, Lo cuman parasit."

Shana tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan Elen. Gadis itu tersenyum miring. "Gak sadar diri?" balas Shana dengan wajah yang kentara mengejek.

"Gue pacarnya dan lo cuman sahabat."

"Tapi, Alfian lebih menomorsatukan gue dibanding Lo," potong Elen cepat membuat Shana bungkam. Gadis itu menatap Elen tajam. Amarah mulai bergejolak dalam dadanya. Namun, ia tidak dapat menyalahkan kalimat Elen barusan.

"Lo gak pantas sama Alfian," imbuh gadis itu sebelum melangkahkan kaki pergi.

Baru dua langkah, ia teringat sesuatu dan kembali membalikkan badan.

"Kalau Lo beneran cinta sama Alfian, lepasin dia." Elen berlalu pergi setelah menyelesaikan kalimatnya, menyisakan Shana yang mengepal kuat tangannya dengan mata mulai berkaca-kaca.

Shana menghembuskan nafas panjang, membalikkan badan ke posisi semula menghadap jalan raya.

***

Seorang gadis terlihat menikmati sapuan angin sore di taman yang tak jauh dari rumah si gadis. Dengan mengenakan training hitam merah, dan kaos biru berlengan panjang, gadis itu kini duduk di salah satu kursi besi tua tepat di bawah pohon belimbing yang rindang.

Hari-harinya tak lagi dipenuhi oleh Alfian, melainkan kesendirian dan kesunyian. Semua orang perlahan berjalan menjauh darinya.

1001 Luka [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang