Halo, Vren!
Akhirnya up lagi setelah lama hibernasi.
Jangan lupa vote, coment, dan rekomendasikan ke teman kalian juga.
Shana berjalan beriringan bersama sang kekasih di sepanjang koridor sekolah. Mereka terlibat perbincangan ringan, dan Alfian yang sesekali mengusap gemas wajah Shana.
Berbeda dengan Elen yang baru saja tiba di sekolah dengan wajah kesal berdiri tak jauh dari Shana dan Alfian. Gadis itu langsung berlari kecil menghampiri dari belakang, bergelayut manja setelahnya di lengan kekar pemuda itu.
"Kamu kok ninggalin aku, sih?" tanya gadis itu tak memedulikan Shana yang sudah memasang riak sinis.
"Aku, 'kan, udah bilang tadi mau berangkat sama Shana." Shana membesarkan telinga mendengar obrolan keduanya. Kepalanya manggut-manggut memandang lurus.
"Nanti pulang sama dia juga?" Elen bertanya manja, memasang wajah sok imut andalannya.
Shana tak tahan, ia langsung menarik Alfian untuk menjauh dari Elen. Memasang tubuh tegap memandang Elen pias kala ia berhadapan langsung dengan gadis manja itu.
"Heh, cewek gatal! Gak tau diri banget jadi orang. Lo kira dunia ini cuman milik Lo?" sarkas Shana tak santai. Matanya melotot menatap garang Elen.
Belum sempat membalas perkataan Shana, Alfian sudah lebih dulu menarik pergelangan Shana seolah mengode agar gadis itu berhenti.
"Udah, Shan. Wajar Elen kayak gitu, dia kan sahabat aku."
Shana memandang Alfian tak percaya. "Wajar?" Shana tak habis pikir. Ia kemudian memasang wajah datar. Mengibaskan rambutnya yang dibiarkan tergerai sampai mengenai wajah Elen.
"Ya udah kalau gitu. Gue mau nyari kewajaran yang lain." Shana tersenyum manis sebagai bentuk pamit, kemudian berlari menjauh, "Rido, tungguin!"
Alfian terdiam memandang Shana yang berjalan beriringan dengan Ridho—teman sekelas mereka. Beralih menatap Elen yang juga cengo, merasa Shana benar-benar tidak waras.
Elen mengerjapkan matanya, menggeleng cepat, membuang jauh tentang Shana. "Kita pergi aja, yuk," kata Elen menggandeng Alfian mesra dan membawanya pergi dari sana.
Shana mendaratkan tubuhnya di kursi dengan wajah ditekuk. Ia menyilangkan tangan di depan dada menunggu sang kekasih tiba di dalam kelas setelah acara pamit-pamitan dengan sahabat tercintanya. Shana heran, apakah persahabatan keduanya begitu dalam hingga sulit dijabarkan dalam bentuk kata sahabat? Apa perlu Shana harus mengalah dan lepas tangan?
Shana tak bisa berkata-kata. Ia hanya mampu menghindar dari rasa cemburu saat pujaan hati bercengkrama mesra dengan gadis lain. Mungkin sudah takdir dirinya yang harus memperjuangkan seseorang yang menolak untuk diperjuangkan.
Jam terus berputar cepat, tak terasa kini waktu menunjukkan jam istirahat. Siswa-siswi terlihat mengambil kegiatan masing-masing, sama halnya dengan Shana yang memilih duduk di kursinya bergelut manja dengan buku-buku tercinta sebagai jendela dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Luka [On Going]
Teen FictionIni cerita Shana yang memiliki 1001 luka, yang berharap akan ada pelangi sehabis hujan. Shana hidup dengan ayahnya yang penjudi, pemabuk dan pengangguran. Sampai ia menemukan Alfian, cowok yang bisa memberinya kasih sayang yang tak ia dapat dari sos...