Jangan lup vote, coment dan rekomendasikan ke teman ataupun sosial media kalian.
***
Hari yang paling dihindari kini telah tiba. Hari yang paling membosankan, dan hari yang paling melelahkan, menurut Shana.
Di wajahnya sudah tercipta luka yang membiru, didapat dari ayahnya yang pulang ketika dini hari.
Shana terbiasa. Karena terbiasa, ia sampai tidak tahu bagaimana lagi rasanya. Mungkin tubuhnya sudah mati rasa.
Gadis itu mendongak ke atas, menatap langit-langit kamarnya untuk menghalau air mata agar tak lolos dari matanya. Ia kemudian menghela nafas, mencoba tersenyum paksa ke arah cermin.
Tiba di sekolah pukul tujuh lewat lima menit. Matanya berpendar mencari sosok pria yang akhir-akhir ini melupakannya. Tangannya meraih ponsel di balik rok abu-abu yang ia kenakan. Sama seperti dua hari yang lalu, tak ada pesan masuk dari Alfian.
Shana mencoba biasa saja meski hatinya terasa sakit.
Shana berjalan lesuh ke arah kelasnya. Menatap nanar lantai yang terus membawanya hingga ke ruangan di mana ia menimba ilmu.
Ia meremat sisi roknya saat mendapati Alfian dan Elen tengah duduk bersenda gurau menunggu bel sekolah berbunyi. Wajahnya memanas disertai dengan air mata yang memaksa ingin keluar.
Menguatkan hati, ia berjalan pelan mendekati dua insan yang belum menyadari kedatangannya. Meletakkan tasnya dengan hati-hati, meskipun terasa sia-sia. Sebab dirinya sudah diperhatikan oleh Alfian dan Elen.
Alfian segera beranjak dari bangkunya, menghampiri Shana secepat kilat.
Ia menyentuh perlahan luka memar di wajah gadis itu. "Are u okey, Shan?" tanyanya lembut meski nadanya terdengar prihatin dan khawatir.
Shana hanya mengangguk, menepis pelan tangan Alfian yang bertengger di wajahnya. Beralih menatap Elen yang memandang mereka dengan wajah sok lugunya.
Shana menatap sinis Elen, mengusir gadis itu dengan gerakan matanya.
Elen yang sadar dengan hal itu, lantas berdiri dari bangku Shana.
"Kamu mau ke mana?" Pertanyaan itu sontak menghentikan langkah Elen yang hendak akan pergi dari kelas mereka.
"Apaan sih, Alfian! Dia bukan murid di kelas ini. Kamu lupa?" sewot Shana menatap tak suka pemuda di depannya.
Alfian menunduk, mencoba menatap Shana yang lebih pendek darinya.
"Aku ke kelas dulu, ya." Alfian menoleh sekilas ke arah Elen yang menghilang di balik pintu.
Pemuda itu menghela nafas dan duduk dengan perasaan campur aduk.
Shana ikut mendaratkan tubuhnya di kursi.
"Kalau kamu gak bisa jauh dari cewek itu, setidaknya jangan bermesraan di depan aku." Shana menoleh, menatap tajam Alfian yang memandang lurus ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Luka [On Going]
Teen FictionIni cerita Shana yang memiliki 1001 luka, yang berharap akan ada pelangi sehabis hujan. Shana hidup dengan ayahnya yang penjudi, pemabuk dan pengangguran. Sampai ia menemukan Alfian, cowok yang bisa memberinya kasih sayang yang tak ia dapat dari sos...