1001:13

506 49 6
                                    

Jangan lupa vote, coment dan rekomendasikan ke teman kalian.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Seorang pria terlihat berjalan di trotoar dengan pakaian kasualnya. Matanya sesekali melirik ke layar ponsel yang ada di tangan kanannya.

Pemuda itu tak lain adalah Elang. Selain olahraga, Elang juga sangat suka jalan sore seperti ini. Ibarat kata ia sedang tebar-tebar pesona.

Setelah bergelut dengan buku-buku dan keuangan cafe miliknya, Elang juga ingin membiasakan matanya dengan dunia luar. Seperti berjalan di trotoar, menghitung kendaraan yang lewat, dan menikmati sapuan angin di wajahnya.

Berbeda di lain sisi, Shana terlihat berjalan tak tahu arah. Mata merah dan sembap, ia seperti orang linglung yang tak tahu jalan pulang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul enam lewat tujuh, dan ia masih berjalan-jalan dengan seragam sekolah dan tas di punggungnya.

Jujur saja, Shana tak tahu harus pergi kemana. Ia hanya hidup dengan ayahnya di kota ini. Ia juga tak memiliki teman yang benar-benar peduli padanya. Ia sendiri.

"Shana!" Shana yang sedang berjalan menatap hampa ke depan sontak menoleh ke belakang kala suara serak memanggil namanya.

Gadis itu celingak-celinguk, mencoba mencari asal suara itu, hingga kepalanya kembali menatap ke depan, matanya langsung menangkap sosok pemuda tampan yang melambaikan tangan ke arahnya.

Shana dan Elang kini berada di dalam cafe milik pemuda itu setelah tadi berjumpa di jalan dengan Shana. Mereka memilih tempat ini, sebab tak terlalu jauh dari posisi mereka saat itu.

"Lo benar-benar kabur dari rumah?" Elang duduk di salah satu kursi di depan Shana seraya menyerahkan secangkir kopi yang sempat ia siapkan tadi.

Shana sempat menceritakan permasalahannya kepada Elang ketika mereka di jalan.  Awalnya Shana ragu, sebab Elang bukanlah orang yang akrab dengannya. Akan tetapi, saat bersama Elang, Shana selalu merasa aman.

Shana mengangguk membalas pertanyaan Elang barusan. Ia menatap kosong ke arah cangkir di hadapannya. Ia benar-benar khawatir ayahnya menemukan dirinya di sini.

"Rencananya Lo sekarang mau kemana?" Elang kembali membuka suara. Matanya bertabrakan dengan mata Shana saat gadis itu mendongak.

"Shana juga bingung mau kemana," balas gadis itu diikuti kekehan di akhir, seolah mulutnya memaksa ia berkata bahwa ia baik-baik saja meskipun dilanda masalah seperti ini.

Elang terdiam. Memperhatikan wajah Shana lamat-lamat. "Kalau gitu, tidur di sini aja dulu," kata Elang memecah keheningan.

Di cafe terdapat ruangan khusus untuk pegawai yang ingin menginap. Lebih tepatnya berada di lantai dua. Lantai dua cafe ini, disiapkan khusus kamar bagi pegawai yang ingin tinggal di cafe untuk memudahkan pegawainya bekerja tepat waktu. Jadi, Shana bisa menggunakannya untuk sementara.

1001 Luka [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang