Ali masih ingat ketika dulu dia masih kecil, ada seorang gadis manis yang menyapanya. Namanya Cassandra, gadis dengan surai ungunya yang menawan berjalan menghampiri Ali dengan senyum cerah. Hari itu Ali baru saja pindah rumah bersama keluarganya. Sebagai anak pendiam, tentu saja Cassandra yang ceria berbanding terbalik dengan Ali.
"Nama kamu siapa?" tanya gadis itu polos menatap penasaran. Umur mereka sepuluh saat itu, Ali melirik terkejut, karena dia tidak pernah diajak bicara seperti ini. Wajahnya yang datar dan dingin tidak disukai orang lain-- bahkan keluarganya. Kembarannya yang bisa bersosialisasi dengan baik bahkan sangat bersinar dibanding dirinya yang kini bergerak sebagai bayangan. Lalu mengapa dalam bayangan itu Cassandra lebih memilihnya untuk diajak bicara dibanding sang kembaran?
"Ih, kamu gak bisa ngomong?" Terlalu polos dan blak-blakan. Tapi, Ali tidak tersinggung, untuk sesaat matanya berbinar karena takjub sekaligus senang yang murni. Mulutnya yang kaku bergerak, hampir serak dia menjawab. "Ali.. Ali..." Ali bisa melihat senyuman lebar yang begitu manis, itu adalah senyuman paling murni yang dia lihat. "Ali pendiem, lucu deh."
Ali bisa melihat tangan Cassandra mencubit pipinya gemas, sensasi aneh yang bisa dirasakan, senang akan perhatian. Ali yang selama ini tidak pernah mendapatkan perhatian, untuk pertama kalinya ingin merasakan perhatian ini lagi dan lagi. "Aku Cassandra! Rumahku ada di samping banget rumah kamu. Yang itu." Cassandra menunjuk rumahnya kemudian melirik Ali lagi. "Ayok, main yuk. Kita main!"
Itu adalah momen yang tidak pernah Ali lupakan. Ada beberapa tahun berlalu ketika mereka banyak menghabiskan waktu bersama, pergi ke sekolah, sekelas, main di rumah masing-masing. Ali bahkan mengenal hampir seluruh anggota keluarga Cassandra saking banyaknya waktu yang mereka habiskan bersama.
Ada perasaan murni seperti cinta pertama dalam hatinya untuk gadis cantik itu. Ada banyak perasaan terpendam yang ingin diisi penuh dan tidak dia mengerti. Dan pada puncak perasaan yang asing, keluarganya memilih pergi keluar negeri selama setahun, Ali pikir satu tahun tidak akan merubah apa pun. "Aku janji deh gak bakal lupain kamu."
Cassandra berkata begitu, tepat saat mereka kenaikan kelas sembilan. Ali mengangguk, tersenyum melambaikan tangan pada gadis pujaan hatinya. Tapi, setelah setahun apa yang dia dapat? Ketika masuk SMA yang Cassandra masuki, Ali harus menerima fakta pahit di mana gadis manis itu pergi melupakannya. Cassandra yang sekarang jauh berbeda, tapi apa dia harus peduli? Dia tidak peduli tentang perubahan Cassandra. Yang dia peduli mengapa Cassandra melupakannya?
Ada banyak waktu di mana dari jauh matanya tidak pernah lepas melihat Cassandra. Semua gerak-gerik gadis manis itu, semuanya. Apa yang harus dia katakan? Dia tidak bisa melepas Cassandra dengan mudah. Ali tidak mau. Dari jauh dia selalu melindungi Cassandra tanpa gadis itu tahu, apa Cassandra pikir berbuat jahat tidak memiliki resiko? Mungkin iya, karena selama ini Cassandra aman karena dia menghabisi semua hal yang akan menyakiti Cassandra.
Semuanya.
Tapi, ada fakta yang dia tahu. Bahwa Cassandra melupakannya setelah ibu gadis itu meninggal dengan misterius. Dia sudah menyelidiki hal itu, semuanya berhubungan membuat Cassandra bersikap hingga saat ini. Dia benar-benar tidak peduli lagi, mau Cassandra melupakannya perasaan itu tetap nyata.
Dan ketika waktu itu Cassandra memberikan dia coklat pada hari valentine, Ali tidak bisa menahan diri untuk merasakan perasaan itu semakin kuat, dan saat itu dia menyadari bahwa tidak boleh melepaskan kesempatan ini. Dia harus mengawasi Cassandra seutuhnya agar gadis itu tidak bisa kabur lagi. Mengirim mata-mata ke rumah keluarga Anirvana, menyimpan kamera tersembunyi di kamar, seluruh tempat Cassandra berada... Semuanya. Ali tidak boleh kehilangan Cassandra.
"Ngantuk," gumam Cassandra, Ali tersenyum kecil memeluk tubuh gadis itu merapat dengannya, masih di tempat yang sama, rooftop. Cassandra bersandar masih setengah tertidur berada dalam pelukan Ali. Untuk sekarang biarkan saja Cassandra tahu dirinya sebagai cowok pendiam yang tidak tahu apa pun. "Tidur lagi."
Cassandra mengangguk menyandarkan tubuhnya pada Ali-- membuat cowok itu tersenyum tipis mengusap punggung gadis itu lembut dan hangat. Cassandra tidak perlu tahu siapa dirinya-- Cassandra tidak perlu tahu. "Kenapa gue ngantuk terus kalau sama lo?" Ali menggeleng pelan walau tahu sejujurnya dia yang menaruh obat tidur.
"Lo ngerasa aman," kata Ali lembut, membelai punggung Cassandra, membuat tubuhnya menggeliat pelan sebelum kembali rileks dan nyaman. "Dasar modus." Ali terkekeh kecil mendengar itu. "Lo meluk gue juga." Cassandra menengadah menatap wajah Ali yang mengulum bibirnya lembut. Sorot itu masih terasa asing bagi Cassandra, tapi senyumnya sangat manis. "Lo kedinginan."
Cassandra mendelik tidak percaya kemudian menyentuh rahangnya, entah kenapa rasanya pegal, bibirnya juga setengah bengkak. "Lo cium gue ya?" tuduh Cassandra menyentuh bibirnya. Ali tidak menanggapi selain tetap diam menyentuh surai ungu lembut milik pujaan hati. "Kenapa? Lo mau dicium?"
Cassandra mengerutkan dahi kemudian menatap Ali tidak percaya kemudian tertawa geli. "Modus mulu lo." Ali hanya mengangguk sebagai balasan dan menarik Cassandra kembali bersandar padanya. "Kayanya udaranya dingin sih, soalnya gue gak kuat dingin." Mungkin itu alasan yang paling masuk akal bagi Cassandra yang kini tidak menyadari seringai dibalik punggungnya dengan anggukan polos.
"Mau beli apartemen juga deh."
Ali melirik dari balik punggung Cassandra mendengarkan dengan saksama. "Pengen pulang, tapi males kalau ke rumah," ujar Cassandra yang kini mulai berpikir. Ali mengangguk, itu bagus, semuanya bisa lebih mudah untuk membuat Cassandra tidak terlalu jauh dari pengawasannya. "Di gedung apartemen gue ada yang kosong, lo bisa ambil satu."
Cassandra terkekeh dan untuk ketiga kalinya dia menatap Ali dengan geli. "Modus lagi." Ali menggelengkan kepalanya, itu pernyataan jujur dan tidak ada kebohongan di baliknya. Cassandra mulai mengambil napas dan melirik sekitar yang sudah siang, tapi langit mendung. "Mau pulang," katanya lagi.
Cassandra perlahan bangkit merenggangkan tubuhnya dan menatap pemandangan dari atas sana, perlahan tubuhnya rileks. Ali ikut bangkit-- tatapannya masih tidak lepas dari Cassandra. "Dahlah, pulang dulu, bye-bye." Cassandra tersenyum tipis melambaikan tangan meninggalkan Ali yang masih ada di sana.
Ali masih berdiri di sana bahkan hingga gadis itu pergi. Tatapannya tidak lepas ketika beranjak melihat halaman parkir dan menemukan Cassandra yang menaiki mobil, sembari mengambil handphone dia memberikan perintah. "Ada orang-orang yang ngincar Cassandra. Bawa mereka semua, hidup-hidup."
"Baik."
Satu perintah diluncurkan seiring pandangannya menutup, kembali menarik napas menikmati aroma Cassandra yang tersisa. "Lo bakal aman, Ca. Gue janji," ucapnya seperti sumpah sebelum meninggalkan tempat tersebut.
Bersambung ....
9 November 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [Proses Terbit]
Teen FictionFiksi remaja - Romantis Cassandra adalah penjahat rendahan di dalam sekolah, jika diibaratkan dia seperti antagonis dalam kisah percintaan remaja. Membully, menjatuhkan, menghamburkan uang, dan bersikap sinis pada semua orang. Terlepas dari semua i...