Chapter 1

63 6 39
                                    

Terkadang ada banyak hal yang ada di luar perkiraan. Di luar kebiasaan. Bahkan di luar akal sehat. Seperti saat ini, Cassandra terbangun di pagi hari mendapati ingatan tentang kematiannya yang akan terjadi satu tahun lagi--- yang berarti dia sudah mengulang waktu sejak kelahirannya hingga saat ini. Awalnya dia bingung, marah, tidak terima, takut dan sedih.

Rambut bergelombang ungu miliknya bergoyang pelan seiring dia menekuk lutut, melipat kedua tangannya dan menunduk. Tubuhnya bergetar perlahan, napasnya menderu dengan air mata yang mulai berjatuhan, mata dengan mata ruby mulai basah, air matanya deras berjatuhan. Sesenggukan. Tidak percaya pada ingatan yang dia dapatkan.

"Why? Gue tahu gue jahat. Tapi, gue gak mau mati. Gue.. gue gak mau.."

Perlahan wajahnya terangkat, kulitnya putih pucat mulai menatap sekelilingnya dan memejamkan mata. Mungkin itu hanyalah mimpi buruk, mimpi yang sangat buruk, panjang dan tidak akan pernah terjadi. Itu benar hanya sebuah bunga tidur yang menyedihkan. Iya, benar.

Tok, tok, tok.

Matanya melirik ke pintu. Di mana seorang pemuda dengan pakaian formal lengkap memasuki ruangan, kemeja putih dengan balutan jas hitam. Dia menengadah menatap sang kakak yang menghampiri, ketika jarak mereka sudah dekat satu sama lain, satu tamparan melayang ke wajahnya bisa dirasakan, menjalar membuat sensasi panas dan nyeri di pipi.

Tanpa sadar matanya menatap kosong sang kakak, air matanya yang sedari tadi tumpah kembali jatuh tanpa kontrol membuat sang kakak terkejut bukan main. Biasanya adik nakalnya ini akan berteriak dan berkata dia tidak melakukan kesalahan apapun. Lalu ada apa dengan reaksi ini? Cassandra hanya menatap kakaknya--- kosong dan dingin.

Perlahan dia mengusap pipinya, sedikit perih. Berarti yang tadi itu bukan mimpi. Itu adalah ingatan yang dia bawa dalam regresi. Di dalam mimpi itu juga terdapat memori satu tahun yang akan datang.  Salah satunya dimulai dari hari ini, di mana orang ini menamparnya karena tuduhan tidak logis. Dalam ingatan itu dia berteriak marah membuat pemuda ini makin menamparnya keras. Menjijikkan.

"Salah gue apa?"

Suara Cassandra terdengar setengah serak, mungkin karena habis menangis. Tapi, dari nada suara yang dingin dan rendah. Itu menunjukkan tidak ada ketakutan di suaranya atau amarah, kekosongan asing bisa dirasakan lawan bicara. Dia kini menengadah menatap orang ini--- Mikala Anirvana. "Gitu cara lo ngomong ke Kakak?" Tidak menghiraukan perubahan kecil itu Mikala berbicara tegas, seolah apa yang dia perbuat bukanlah kesalahan.

"Semenjak kapan kita jadi keluarga? Lo gak pernah anggep gue. Gitu juga yang bakal gue lakuin. Apa lo ada masalah? Ini kan yang lo mau?"

Mikala tercekat dengan perkataan yang keluar dari mulut adiknya, dia lebih suka melihat adiknya mengamuk daripada menatapnya datar dengan sinis. "Keluar. Gue gak butuh lo lagi." Mikala melotot mendengar nada menghina dari ucapan Cassandra. Mikala perlahan mengangkat tangan sebelum lagi-lagi Cassandra melanjutkan ucapannya. "Mau apa lo? Mau mukul gue? Lo pikir gue gak bisa ngelawan?"

Plak!

"Lo!"

"Bukan gak bisa. Selama ini gue nahan diri."

Plak!

"Dan ini balasan untuk nampar yang tadi."

Cassandra bangkit, menatap jijik tangannya  yang kebas sedikit nyeri karena sudah menampar kedua sisi wajah Mikala dengan kuat. Air matanya mulai mengering, dia lelah dan juga pikirannya kacau. Jika dulu dia akan mengarang alasan untuk terlihat baik di depan sang kakak yang ringan tangan--- tidak lagi. Tidak ada lagi Cassandra bodoh yang ingin dicintai. "Lo pikir lo siapa?! Lo cuman beruntung lahir di keluarga ini! Lo itu parasit Cassandra. Parasit."

Limerence [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang