"Cassandra ...."
Panggilan lembut mengalun ke telinga sang gadis. Dia terhenyak, menyadari dirinya di tempat lain. Sangat damai, tenang, tidak terdapat sesuatu yang membuatnya khawatir ataupun gelisah. Terdapat telaga luas yang memantulkan sinar kebiruan.
"Cassandra ...."
Sekali lagi panggilan itu menarik atensi sang pemilik nama. Dia menoleh ke segala sisi lantas menemukan wanita yang persis seperti dirinya, hanya saja lebih tua. Ah ... Mamah?
"Mah? Mamah?!"
Cassandra berlari menuju pohon beringin dengan daun putih yang bersinar-sinar. Sang gadis memeluk ibunya yang kini balik memeluk hangat. "Mamah! Mamah!"
"Shhttt ... Mamah di sini. Mamah di sini, sayang."
Cassandra menangis, meraung, berseru-seru pilu. Semua kesedihannya dia tuangkan dalam satu waktu. Ibunda yang mendengarkan terdiam tak menyela barang sekali, mengeluh buah hati penuh kasih.
"Cassandra udah gak tahu harus apalagi, Mah. Cassandra takut ... Cassandra takut."
Tangisan Cassandra diusap oleh ibunda. Leora tersenyum mengecup dahi putri satu-satunya. "Sayang ... jangan takut."
"Tapi, Mah-"
Kata-kata Cassandra terpotong, Leora menangkupkan wajah sang gadis, mencium dahinya lembut. Tidak membiarkan kesedihan melahap buah hati yang dicintai. "Cassandra gak tahu harus gimana lagi. Avner mau lecehin Cassandra, Ali gak bisa dipercaya, Papah selalu mukulin Cassandra, Mah. Sedangkan Kakak, Kak Xhaiden dikirim papah ke RSJ. Cassandra, Cassandra takut, Mah. Cassandra takut mati."
Leora tersenyum sedih, perlahan mengangkat wajah putrinya lagi dan berbisik, "Kamu gak akan mati sayang ... gak akan. Kamu sekarang punya kesempatan kedua, dan itu gak akan buat kamu berhenti percaya ada harapan."
Cassandra tidak mengerti apa yang ibunya ucapakan. Tapi, dia jelas tahu bahwa di sisi ibunda semuanya akan aman. Aman. Satu kata yang sulit sekali dia raih. Perlahan memeluk Leora Cassandra kembali bicara, "Cassandra gak tahu harus percaya siapa."
"Kamu bisa percaya dirimu sendiri, sayang."
"Tapi, Cassandra gak tahu-"
"Karena itu kita cari tahu, bahkan jika mengorbankan banyak hal. Kita selalu tahu siapa yang paling kita cintai. Mamah ingin kamu lebih mencintai diri sendiri dibanding apa pun. Jangan lengah sayang, kamu bisa curiga sama orang lain, tapi tidak dengan dirimu sendiri."
Perlahan Leora kembali mengecup dahi Cassandra. Gadis itu tersenyum merasakan kasih sayang yang hangat. "Mah ini ada di mana?"
"Di perbatasan."
"Di perbatasan?"
"Ya? Perbatasan hidup dan mati."
"Mamah akan menunggumu di neraka sayang. Kita penjahat, dan kau tahu itu lebih dari siapapun."
"Cassandra tahu."
Cassandra tersenyum, memeluk ibunda yang mulai perlahan lenyap, benar. Dia penjahat dan akan menghalalkan segala cara demi memenangkan dirinya untuk tetap hidup. Percaya, dia harus percaya pada diri sendiri. Cassandra memejamkan mata, satu bisikan lagi kembali terdengar. "Mamah mencintaimu sayang. Juga Kak Xhaiden. Titipkan salam Mamah padanya."
.
.
.
Cassandra kini berdiri di depan Rumah Sakit Jiwa terpencil. Di mana tempat ini hanya dibuat untuk orang dengan penyakit mental yang tidak bisa diatasi. Setelah pembunuhan yang dilakukan Lucius pada ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [Proses Terbit]
Novela JuvenilFiksi remaja - Romantis Cassandra adalah penjahat rendahan di dalam sekolah, jika diibaratkan dia seperti antagonis dalam kisah percintaan remaja. Membully, menjatuhkan, menghamburkan uang, dan bersikap sinis pada semua orang. Terlepas dari semua i...