Sudah dua hari berlalu semenjak dirinya mulai berubah. Dia kini lebih banyak diam, menghabiskan waktu berjalan-jalan sendiri, membeli beberapa barang-barang imut, aktif di media sosial berniat menjadi selebgram dan yang pasti masih bertukar pesan dengan Kuudere-kun.
Apa dia berubah jadi baik? Oh, tentu saja tidak. Dia hanya lebih tenang. Dia tidak menggangu selagi tidak diganggu. Dia kini berusaha tidak membuat masalah sebisa mungkin. Ayolah, jujur saja itu sulit. Setelah bersiap rapi dengan seragam sekolah. Langkah kaki Cassandra berjalan riang menuju pintu keluar, terlalu malas menghabiskan paginya yang berharga dengan keluarga sampah.
"San."
Langkah gadis itu terhenti, rambutnya yang terkepang rapi sedikit bergoyang ketika tubuhnya berbalik. Menatap Lucius yang duduk di kursi menatapnya lekat-lekat. Dia menaikkan sebelah alis, tubuhnya sedikit miring sembari memegang kunci mobil. "Apa Pah? Ada masalah?"
Lucius menghembuskan napas resah, kini mulai sadar dengan perubahan sikap sang putri. Biasanya gadis ini bahkan tanpa disuruh sudah ada di meja makan paling awal, selalu cari muka agar diperhatikan. Sekarang dengan cuek dia berjalan keluar, bahkan ketika dipanggil hanya bertanya seolah harus ada topik penting untuk bicara dengan Cassandra. "Pertunangan kamu itu masih belum bisa dibatalkan."
Perkataan dari Lucius membuat ekspresi damai Cassandra pudar. Dahinya mengerut dengan pandangan tidak terima. "Kok bisa? Papah bilang bisa Papah urusin. Terus apa-apaan?" Dia menaikkan suara menatap kesal pada sang Ayah yang kini mendengus, mata emas itu mulai menatap tajam."Duduk dulu bisa? Ke mana sopan santun kamu?"
Cassandra berdecih, bukannya duduk dia malah menyelonong pergi. Dia tidak sudi harus berlama-lama dengan pembunuh ini. Begitu juga dengan dua anak haram yang bungkam sedari tadi. "Cassandra gak mau tahu, Pah. Pokoknya pertunangan itu harus batal. Atau Cassandra sebar tuh gambar-gambar si curut dan bajingan." Lucius mengepalkan tangannya erat sementara Cassandra sudah hilang di pintu, meninggalkan rumah bahkan tanpa pamit.
Brak!
Tinju Lucius menghantam meja, membuat dua putra-putrinya kini tersentak menatap pria tua dengan mata emas menyala yang membara. "Jangan buat lagi kesalahan. Mau kamu. Atau kamu. Cukup diam dan bergerak seperti boneka. Jangan usik anak saya. Paham?!" Mikala mengangguk dengan ekspresi gelap sementara Naureen sudah gemetaran. Lucius kini menyisir rambutnya dengan sebelah tangan frustasi, berjalan pergi dari meja makan.
Sialan. Keluarganya benar-benar hancur karena benih-benih sialan yang dia tinggalkan di tempat kotor menjijikkan.
.
.
.
Cassandra sedari tadi pagi menghindari mantan pacarnya yang mencari dia sedari tadi. Pikirannya penuh dengan umpatan dan makian pada bajingan Avner. 'Persetan, semua orang di sini sepenuhnya sampah. Eneg lama-lama harus nyium bau membusuk yang makin kuat aromanya dari hari ke hari.' Cassandra menatap jalanan yang disusurinya, langkahnya tergesa berjalan menuju gedung olahraga-- lebih tepatnya ke lapang basket, dia melirik sekitar yang sepi menghembuskan napas memijat kepalanya yang nyeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [Proses Terbit]
Teen FictionFiksi remaja - Romantis Cassandra adalah penjahat rendahan di dalam sekolah, jika diibaratkan dia seperti antagonis dalam kisah percintaan remaja. Membully, menjatuhkan, menghamburkan uang, dan bersikap sinis pada semua orang. Terlepas dari semua i...