Vano mengerjapkan pelan matanya, anak ini merubah posisinya menjadi duduk, melamun sebentar sambil mengumpulkan nyawanya, namun tiba-tiba saja seorang pemuda lebih dewasa memasuki kamarnya.
"Bangun dan makanlah." Titah seorang pemuda bernama Algara Abang pertama Vano, panggil saja Gara.
"Aku tidak lapar." Balas Vano tak kalah dingin dengan Gara.
"Kau ingin dengan cara keras, hm?"
Vano bungkam, diam seribu kata ia pasrah jika Abang nya yang satu ini akan melakukan kekerasan lagi padanya, tubuhnya lemas.
Ia langsung mengambil mangkok berisi bubur dari tangan Gara, Vano sedikit eum takut? Mungkin dengan tatapan tajam dan dingin Gara, ia segera memakan bubur tersebut hingga habis lalu meminum susu yang sudah diletakan di atas nakas disamping tempat tidurnya sampai tandas.
"Oh ya, aku belum memberimu hukuman bukan? Ayo kita bermain-main sebentar." Sudut bibir Gara terangkat menciptakan seringai yang mengerikan.
"Ikut aku!" Gara menyeret adiknya kedalam kamar mandi diruangan tersebut, dengan tak berperasaan nya Gara mendorong kuat tubuh ringkih Vano hingga kepala anak itu membentur sudut bak kamar mandi.
Darah segar mulai mengalir, Vano meringis menahan sakit, ia tak mau menangis Vano tidak ingin terlihat lemah dimata Abang nya itu.
Tak sampai disana Gara melepas ikat pinggang miliknya lalu...
Ctass!
Ctass!Cambukkan itu mendarat tepat dibetis kanan dan kiri Vano menciptakan lebam biru keunguan serta terlihat darah yang keluar dari area tersebut saking kuatnya cambukan Gara.
Sakit. Tubuhnya tak berdaya, luka yang ayahnya berikan bahkan belum mengering namun Abang nya kembali menciptakan luka yang baru untuk nya.
Gara menghidupkan shower membiarkan air yang mengalir mengguyur tubuh adiknya, lantai kamar mandi berubah menjadi merah karena terkena air yang tercampur dengan darah adiknya.
Bibir kecil itu membiru serta bergetar karena kedinginan dan menahan sakit yang semakin menjalar ke tubuhnya.
Mata sayu itu menatap ke arah Gara, sayangnya Gara tak melihat itu dan lebih memilih untuk keluar lalu mengunci pintu kamar mandi dari luar, membiarkan Vano yang tersiksa didalam sana.
"Dimana adikmu boy?" Tanya Hendra saat melihat Gara baru saja keluar dari lift.
"Dikamar, lebih tepatnya dikamar mandi." Gara tersenyum iblis mengingat wajah adiknya yang kesakitan.
"Apa yang kau lakukan? Jangan terlalu keras pada adikmu dia sedang sakit."
"Tidak banyak, hanya sedikit bermain-main." Gara mengangkat bahunya acuh, lalu berjalan keluar mansion entah akan kemana pemuda itu pergi.
Hendra berlenggang pergi menuju kamar bungsunya untuk melihat bagaimana keadaan putranya itu. Setelah sampai dikamar Vano Hendra segera membuka pintu kamar mandi yang terkunci.
Terpampang tubuh Vano yang sedang meringkuk dibawah guyuran air shower dengan kesadaran yang semakin menipis.
Hendra mengangkat tubuh putranya, membawa tubuh lemah itu ke gendonganya. Ia segera membaringkan tubuh Vano kekasur dan mengganti baju putranya dengan baju yang baru.
Setelah selesai dengan kegiatannya Hendra ikut berbaring disamping Vano, mendekap erat tubuh dingin putranya.
"Tidurlah boy, ayah minta maaf untuk kejadian hari ini." Bisik Hendra tepat ditelinga Vano, satu tangannya menepuk pelan punggung sempit Vano dan tangan satunya lagi mengelus rambut hitam pekat milik putranya itu.
Tak lama terdengar dengkuran halus dari putranya, setelah memastikan Vano benar-benar tertidur Hendra segera menelpon Danish, adiknya yang berprofesi sebagai dokter.
10 menit kemudian Danish datang dengan piyamanya, ya dia baru saja selesai makan malam dan ingin bersantai ria namun tiba-tiba si tua bangka ini menelpon nya.
"Ck, apalagi yang kau lakukan pada putramu ini sialan? Aku baru tadi siang datang kesini dan mengobati luka anakmu, lalu malam ini kau kembali memanggilku? Brengsek, jika kau terus menyakiti Vano, maka aku akan membawanya tinggal bersamaku!" Omel Danish, dokter satu ini benar-benar cerewet, tapi mayan loh papa gula, barang kali ada yang ingin mendaftar?
"Diam, dan cepat periksa putraku!" Meskipun begitu Danish tetap melakukan tugasnya walau dalam hatinya Danish merasa dongkol dengan sikap si tua bangka ini. Hati-hati ntar kualat dia itu kakak mu.
"Suhu tubuh anakmu lumayan tinggi, luka dikepalanya juga tidak terlalu parah, aku sudah mengobati nya dan membalutnya dengan perban, kau juga harus rutin mengganti perbannya jika kau tak ingin kepala putramu ini infeksi." Jelas Danish sambil menatap sinis pak tua dihadapannya ini.
"Aku juga memberikan suntikan pada Vano, kuharap kau menjaga anakmu dengan baik, kalau kau tak sanggup, maka berikan saja Vano padaku, hidup Vano akan terjamin jika dia bersamaku, haha." Danish tertawa jahat, membuat Hendra menatapnya kesal.
"Lebih baik kau pulang, dan pergi dan sini!" Usir Hendra.
"Ya ya ya, baiklah pak tua, aku akan pergi, tapi satu, jaga putraku jangan sampai kau menyakiti nya lagi, atau aku akan memberikan suntikan mati padamu." Ancam Danish lalu segera pergi dari sana sebelum ia diamuk oleh Hendra.
Hendra menghela nafas, ia berjalan ke arah tempat tidur putranya "Maafkan ayah nak." Hendra kembali membaringkan tubuhnya disamping sang anak, dan memeluk erat tubuh Vano, lalu ikut menyusul Vano kealam baka, canda.
***
Pukul dua dini hari seorang pemuda menggeliat dalam tidurnya, terbangun tatkala rasa sakit dan nyeri menyerang kepalanya.
Vano, anak itu memegangi kepalanya ketika rasa sakit itu menjalar dengan cepat ke kepalanya, suara dengingan terdengar kencang, membuat Vano meremas kuat rambutnya, kepalanya saat ini terasa seperti ingin pecah.
Netranya memanas, bendungan air mata sedari tadi ia tahan agar tak menangis dan menyebabkan pria paruh baya disampingnya ini terbangun.
Namun, suara ringisan Vano tetap membangun kan Hendra dari tidurnya, ia menatap Vano yang duduk membelakanginya.
Vano merasakan sebuah pergerakan kecil disampingnya, membuatnya menoleh, terlihatlah wajah sang ayah yang menatapnya dengan raut wajah khawatir.
Vano melepas remasan tangan pada rambutnya lalu menatap Hendra dengan pandangan berkaca-kaca.
"Sakit, A-ayah." Lirih Vano, membuatnya dalam sekejap berpindah ke dalam dekapan hangat ayahnya.
Hendra mengelus pelipis putranya yang berkeringat, memijit pelan dahi sang anak agar rasa sakit yang dirasakan oleh putranya sedikit berkurang.
Hendra membawa Vano kegendongannya koala nya, kaki itu itu melangkah berjalan menuju pintu balkon dikamar sang anak, Hendra duduk dengan Vano dipangkuannya, mengelus pelan surai depan putranya yang terbalut dengan perban agar putranya itu sedikit tenang.
Vano, anak itu mulai tenang didalam dekapan Hendra, angin malam menerpa wajahnya membuat rambut hitam halus itu berterbangan, hening dan tenang membuat Vano kembali mengantuk dengan suasana malam yang menenangkan.
Hendra mengeratkan pelukan pada putranya, tak lupa dengan kata-kata penenang yang terus ia rapalkan agar sang anak kembali terlelap dalam tidurnya.
Setelah memastikan Vano benar-benar sudah terlelap Hendra kembali masuk kedalam tak lupa mengunci rapat-rapat pintu balkon dan membaringkan tubuh putranya itu ke kasur lalu menaikkan selimut sebatas dada.
Setelah itu Hendra kembali berbaring disamping Vano untuk menemani putranya melewati malam yang sunyi ini.
***
TBC
Tandai typo
Jangan lupa
Vote
Komen
Dan followPapay
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective family sadistic
RandomMenceritakan seorang anak laki-laki remaja berusia 17 tahun bernama Fian Aldevano, yang merasa terkekang atas sifat ayah dan ke 2 abangnya yang berbuat seenaknya serta mengatur hidupnya baik dalam hal apapun. Ia hidup berempat dalam satu rumah mewah...