Kini Vano tengah berada di kamarnya, yah anak itu sudah pulang dari rumah sakit, Vano berubah menjadi pendiam sejak baru saja sampai di mansion kemarin.
Anak itu duduk termenung di atas ranjangnya, kemarin saat di perjalanan pulang menuju mansion dapat ia lihat kumpulan siswa siswi SMA berhamburan untuk pulang.
Mengingat hal itu Vano jadi ingin merasakan sekolah di luar seperti mereka, namun apa daya dirinya yang senantiasa hidup di bawah kekangan keluarganya.
Cklek
Pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok Hendra yang akan masuk ke kamarnya.
Hendra menatap lekat ke arah putranya yang hanya duduk diam dengan tatapan kosong itu.
"Ada apa boy?" Tanya Hendra sembari mengelus pelan kepala putra bungsunya itu.
"Boy?" Panggil Hendra kembali saat tak mendapatkan jawaban ataupun respon sedikit pun dari Vano.
"Boleh aku sekolah?" Vano menatap ke arah Hendra, ia mencoba memberanikan diri untuk bertanya pada ayahnya itu, namun ia tak mau berharap lebih.
"Hom-"
"Tidak, aku ingin sekolah di luar seperti anak-anak SMA kemarin," potong Vano sebelum Hendra menyelesaikan ucapannya, Vano sudah tahu bahwa ayahnya itu akan menyuruh nya untuk homeschooling, tentu saja Vano menolak.
Hendra yang mendengar ucapan Vano pun menghela nafasnya, harus kah ia memberikan Vano kesempatan untuk menikmati sekolah diluar seperti pada umumnya?
"Huft, baiklah ayah izinkan namun kau harus menuruti syarat-syarat yang ayah berikan nantinya, mengerti?" Tanya Hendra langsung di balas oleh anggukkan semangat oleh Vano.
"Benarkah? Ayah tidak bercanda kan?" Tanya Vano untuk memastikan ucapan ayah nya itu, ia menatap Hendra dengan mata berbinar.
"Ya, ayah serius,"
"Terima kasih ayah!" Ujar anak itu dengan semangat, spontan dirinya langsung memeluk Hendra, persetan dengan umurnya yang mungkin akan lebih tua nantinya, yang penting ia bisa sekolah.
Hendra terkekeh pelan melihat anaknya yang begitu bahagia saat diizinkan sekolah diluar untuk pertama kalinya.
"Baiklah, kau akan mulai sekolah Minggu depan, sebagai syarat pertama kau harus beristirahat sekarang." Perintah Hendra mutlak, kembali lagi ke sifat awal.
"Tap-"
"Tidur."
"Ayah aku ti-"
"Tidur Vano. Atau kau ingin ayah hukum hm?" Ancam Hendra membuat Vano mengangguk lesu.
"Tapi ayah, aku ingin tidur di gazebo yang ada dibelakang mansion," tawar Vano tentu saja di tolak mentah-mentah oleh Hendra.
"Tidak. Tidur disini sekolah mu batal?" Vano merengut kesal mendengar Hendra yang dari tadi terus-terusan mengancam dirinya.
"Ayolah ayah, ku mohon," ia memohon seraya menyatukan ke dua tangannya di hadapan Hendra, Hendra yang melihat tatapan memohon tersebut menjadi tidak tega.
"Baiklah," Hendra menghela nafasnya gusar, ia hanya takut jika suatu hal buruk terjadi pada Vano jika anak itu keluar, posesif boleh tapi ga gini juga pak.
Vano yang mendapat persetujuan dari Hendra pun segera berlari keluar kamar menuju taman belakang mansion tersebut, Hendra yang melihat Vano berlari pun segera menghentikan tindakan putranya itu.
"Berhenti berlari jika kau tidak ingin kakimu dirantai Vano!" Teriak Hendra, Vano yang mendengar pun mengubah langkahnya menjadi pelan.
Saat ia melewati ruang keluarga dapat ia lihat ke dua abangnya yang tengah duduk di sofa ruangan tersebut dengan laptop dimasing-masing pangkuan mereka, mungkin mereka sedang bekerja.
Vano yang melihat hal tersebut memilih abai dan kembali berlari setelah memastikan disana tidak ada ayahnya yang mengikutinya.
Namun, saat ia melewati sofa dirinya tiba-tiba saja ditarik kebelakang, Vano menoleh mendapati Gara yang sedang menatapnya datar.
"Mau kemana? Ingin kabur hm?" Vano yang dituduh pun tidak terima, ia menghempaskan pegangan Gara pada tangannya dengan kasar.
"Apasih nuduh nuduh! Orang mau ke taman belakang juga." Kesal Vano yang ingin melanjutkan larinya namun kembali kalah cepat oleh Gara yang menarik nya kembali lalu membawanya ke pangkuan Gara.
"Ck, lepas!"
"Mau kemana Vano?" Revan yang sedari tadi diam pun membuka suara.
"Cih, lu ga denger tadi gua bilang mau ke taman belakang? Tuli ya?" Jawab Vano ketus lalu menatap sinis ke arah Gara dan Revan yang malah di balas tatapan tajam oleh keduanya.
"Berani melawan hm?" Ujar gara mencengkram kuat kedua pipi adik bungsunya itu hingga membuat Vano meringis.
"S-sakit Abang, maafin Vano," lirih Vano setelah sadar dengan kesalahan nya, bisa-bisanya ia lupa bagaimana sikap kedua abangnya itu.
"Abang hiks lepas, sakit," mohon Vano dengan air yang sudah menggenang di pelupuk matanya, pipi dan mulutnya terasa benar-benar sakit, cengkraman Gara benar-benar tidak main-main.
"Berjanjilah untuk tidak membantah, melawan, ataupun berkata kasar dihadapan kami Vano."
"I-iya hiks," Gara segera melepas cengkraman tangan nya pada rahang kecil adiknya itu, lalu membawa Vano ke dalam dekapannya.
Gara mengelus punggung bergetar adiknya dengan salah satu tangan lainnya digunakan untuk mengusap lembut kepala Vano agar adiknya ini segera tenang.
Revan menatap kearah jam ruangan tersebut yang menunjukkan pukul setengah dua siang, sudah waktu nya Vano tidur.
"Bang, ayo bawa Vano ke kamar, sudah jam nya Vano untuk tidur siang." Perkataan Revan dibalas anggukkan singkat oleh Gara.
Gara segera berdiri dengan Vano di gendongannya, sedangkan Vano yang mendengar ucapan Revan berusaha membuka suara walau nyatanya ia sudah terkantuk-kantuk.
"Gamau Abang, Vano mau tidur di taman belakang," lirih Vano di ceruk leher Gara.
"Kau ingin ayah marah hm?"
"Vano udah izin," Jawab Vano singkat karena sudah tak dapat menahan kantuknya lagi, Gara yang melihat itu mengecup singkat kening sang adik dibarengi dengan kecupan kecil di kepala Vano oleh Revan.
Gara membawa Vano menuju taman belakang, mereka bertiga duduk di gazebo yang terdapat di taman tersebut, serta tersedia sebuah kasur kecil di gazebo itu, Gara pun segera membaringkan tubuh kecil adiknya di kasur tersebut.
Revan memerintah seorang bodyguard yang kebetulan lewat untuk mengambilkan laptop mereka yang tertinggal, setelah mendapatkannya, mereka kembali melanjutkan pekerjaan nya sambil menjaga sang adik yang tengah tidur.
TBC
Lanjut? Ga usah?
Jangan lupa
Vote
Komen
And
FollowBantu tandai typo, dan mohon maaf
kalau alurnya berantakan yaww
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective family sadistic
De TodoMenceritakan seorang anak laki-laki remaja berusia 17 tahun bernama Fian Aldevano, yang merasa terkekang atas sifat ayah dan ke 2 abangnya yang berbuat seenaknya serta mengatur hidupnya baik dalam hal apapun. Ia hidup berempat dalam satu rumah mewah...