Revan terus mencoba untuk menenangkan Vano, hingga akhirnya terdengar dengkuran halus dari Vano yang ternyata sudah tertidur, bibir mungil itu sedikit terbuka begitu juga dengan matanya, terlihat seperti sedang mengintip padahal nyatanya tidak.
Revan menurunkan sandaran kursi mobil milik Vano agar Vano dapat tidur dengan nyaman, setelah pas Revan membaringkan badan kecil adiknya itu ke kursi, dan kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Hingga 20 menit kemudian mereka sampai ke tujuan di kediaman keluarga Wijaya, karena putra sulung keluarga Wijaya adalah rekan kerjanya yang bernama Asta Zelangga Wijaya (21th) yang memiliki seorang adik terpaut usia satu tahun lebih tua dari Vano Alzen Fillen Wijaya (18th).
Sebenarnya tujuan Revan kemari hanyalah untuk berkunjung sekalian mengajak sang adik jalan-jalan, namun malah berunjung kejadian menegangkan seperti tadi.
Revan mengangkat Vano kegendongannya, semua pelayan disana baik bodyguard ataupun maid menyambut serta menunduk hormat melihat kedatangan Revan, siapa yang tidak tahu dengan keluarga Krismantara.
"Permisi tuan muda, ada tuan muda Revan yang sedang berkunjung kemari." Ujar seorang bodyguard yang memang bertugas berjaga di depan pintu kamar Asta.
Asta yang mendengar kabar tersebut segera turun ke bawah untuk menemui Revan, sebelumnya mereka berdua adalah teman dekat sejak masa putih biru hingga sekarang, bahkan mereka sudah menganggap satu sama lain sebagai saudara.
"Hm, ada apa?" Tanya Asta karena biasanya Revan hanya akan kemari saat ada urusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.
"Tidak ada, hanya berkunjung."
"Kenapa? Tidak boleh?" Lanjut Revan. Sensian amat bang.
"Ck, tidak mungkin," Asta berdecak kesal, Revan terkadang memang menyebalkan.
"Oh." Revan hanya mengangkat bahu nya acuh, lalu berjalan menuju lift di mansion tersebut untuk pergi ke kamar Asta, kalo udh temen dekat mah ga perlu malu-malu lagi ya ga?
Asta menyusul Revan, ia juga ingin kembali melanjutkan kegiatan rebahannya karena memang perusahaan mereka tengah melakukan cuti bersama karena sudah memenangkan sebuah tender besar bagi perusahaan mereka selama seminggu.
"Dimana Al?" Tanya Revan pada Asta setelah membaringkan tubuh adiknya ke ranjang dikamar Asta.
"Kenapa? Ingin ku panggilkan?"
"Ya, bawa dia kemari aku butuh dia untuk menemani Vano, karena kau harus ikut denganku untuk mengurus tikus-tikus kecil yang sudah berkhianat pada perusahaan bulan lalu." Jelas Revan sedangkan Asta manggut-manggut mendengar penuturan dari Revan.
Asta berjalan menuju kamar adiknya, ya seperti hari minggu biasanya, Alzen adiknya akan selalu diam dikamarnya dan hanya akan keluar saat jam makan.
"Al?" Panggil Asta setelah mengetuk pintu kamarnya adiknya sebanyak dua kali.
Tak lama kemudian pintu dihadapan Asta mulai terbuka menampilkan seorang pemuda yang memiliki tinggi sekitar 178 cm an dengan rahang cukup tegas untuk usianya.
"Hm?" Tanya Alzen malas, satu hal yang harus kalian ketahui bahwa Alzen adalah manusia dengan tingkat kemalasan yang tinggi.
"Ada teman Abang yang datang, dia membawa adiknya, sekarang kau mendapatkan tugas untuk menemani adiknya." Jelas Asta yang hanya di tanggapi malas oleh Alzen.
"Ck, udh gede juga,"
"Berhenti menggerutu, sana ke kamar Abang," suruh Asta namun Alzen tetap diam di tempat nya.
"Apasih bang, ngerepotin aja." Kesal Alzen di hadiahi tatapan tajam oleh Asta, keluarga nya tak pernah mengajari anggota mereka untuk bersikap kurang ajar.
Alzen yang merasa ada yang salah dengan ucapannya pun segera menuruti perintah abangnya tadi.
"E-eh iya bang iya, ini Al mau ke kamar Abang," setelah itu Alzen segera beranjak menuju ke kamar Asta untuk menjalankan tugas nya.
Setelah sampai dikamar Asta, dapat Alzen lihat seorang pemuda yang terlihat lebih muda dari nya tengah tertidur, melihat wajah anak itu membuat Alzen sedikit tertarik untuk bermain-main sedikit.
"Siapa namanya?" Tanya Alzen penasaran.
"Vano." Bukan Asta yang menjawab melainkan Revan.
"Kau bisa menjaganya sebentar bukan? Aku ada urusan sedikit dengan abangmu," ujar Revan di balas anggukkan oleh Alzen.
"Tentu saja."
***
Terhitung sudah hampir 1 jam Al berada di samping Vano yang tengah tertidur dengan posisi duduk bersandar ke headboard kasur, Al mulai bosan menatap layar handphone nya.
Alzen menatap ke arah Vano, tiba-tiba ia menyeringai memikirkan rencana untuk menjahili Vano.
Al menambahkan suhu AC di kamar tersebut hingga udara terasa benar-benar dingin, ia menurun selimut yang membungkus tubuh milik Vano, hingga akhirnya anak itu mulai bergerak gelisah dalam tidurnya.
"Abang," panggil Vano lirih, ia merasa tidurnya terganggu dan tidak nyaman pun segera bangun.
Al yang melihat kejadian tersebut terkekeh kecil, dapat ia lihat mata milik Vano yang sedikit merah dan bengkak, ia sedikit penasaran namun ia berusaha untuk tidak menghiraukan rasa penasaran nya itu.
"Dingin," ujar Vano menggigil, ia menatap ke arah pemuda asing di hadapan nya sedangkan yang di tatap hanya diam.
"Jangan tidur lagi." Al berkata demikian karena melihat Vano yang mencoba memejamkan matanya kembali karena masih mengantuk.
Vano tersentak kaget setelah mendengar ucapan sarkas dari pemuda itu alias Al.
"Umh siapa?" Tanya Vano penasaran dengan mata terkantuk-kantuk.
"Alzen." Jawab Al singkat, sebenarnya Vano masih penasaran dengan hal yang lainnya mengenai siapa Alzen sebenarnya dan mengapa ia berada di tempat asing seperti ini, namun karena tak berani untuk bertanya lebih lanjut jadilah Vano memilih diam saja.
Vano menatap Al yang tengah menormalkan kembali suhu AC di kamar tersebut, jika di lihat lihat seperti pemuda bernama Alzen itu lebih tua darinya, pikir Vano.
"Hmm Abang tau ga bang Revan kemana?" Tanya Vano berusaha memberanikan diri untuk bertanya pada Alzen.
"Ada urusan sama Abang gua." Vano kembali diam setelah Al menjawab pertanyaan nya.
"Udah lu jangan tidur lagi, temenin gua, bosen tau ga ngeliatin lu tidur." Lanjut Al kesal.
"I-iya bang," balas Vano gugup karena nada bicara Al yang terdengar marah.
TBC
Tandai typo
Bantu
Vote
Komen
And
Follow
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective family sadistic
RandomMenceritakan seorang anak laki-laki remaja berusia 17 tahun bernama Fian Aldevano, yang merasa terkekang atas sifat ayah dan ke 2 abangnya yang berbuat seenaknya serta mengatur hidupnya baik dalam hal apapun. Ia hidup berempat dalam satu rumah mewah...