Hening...
Mereka berdua sibuk dengan kegiatannya masing-masing Al yang fokus pada hp sedangkan Vano hanya diam menatap apa yang dilakukan anak itu.
"Gua mau ke kamar mandi dulu bentar, lu jangan kemana-mana ntar kalo lu ilang gua yang kena imbasnya, paham?"
Vano mendengus kesal setelah mendengar ucapan Al, Al pikir dia anak kecil.
"Iya." namun tak ayal Vano tetap mengiyakan ucapan anak itu, ia tak mau berakhir cekcok dengan pemuda itu.
Setelah mendengar jawaban Vano, Al segera memasuki kamar mandi yang tersedia di kamar tersebut.
Hingga beberapa waktu telah berlalu Al tak kunjung keluar dari kamar mandi, sedangkan Vano yang menunggu sudah mulai bosan, ia tak punya hp untuk mengurangi rasa bosannya itu.
Pada akhirnya Vano memilih keluar dari kamar tersebut untuk melihat-lihat, mungkin? Seperti nya Vano lupa akan perintah Al, salahkan pemuda itu yang begitu lama di kamar mandi.
Cklek
Saat membuka pintu terlihat ada dua bodyguard yang berjaga dimasing-masing kedua sisi pintu kamar tersebut, mereka yang melihat Vano yang keluar pun mempertanyakan hal tersebut.
"Tuan muda mau kemana?" tanya salah satu dari mereka.
"A-anu itu mau ke bawah," jawab Vano ia berharap bodyguard ini bukanlah suruhan abangnya yang ditugaskan untuk mengawasinya, Vano tak ingin diikuti.
"Kalau begitu biarkan saya mengantar anda tuan muda." tawar bodyguard yang satunya, ia tak mau kepalanya berunjung di penggal oleh Revan karena membiarkan tuan mudanya itu pergi sendiri.
"Eh gausah om, Vano cuma mau ke bawah, Vano bisa sendiri kok." alibi Vano berusaha meyakinkan kedua bodyguard didepannya ini.
"Baiklah, apa tuan muda tau jalannya?" tanya bodyguard itu sekali lagi, alibi Vano berhasil meyakinkan nya, namun ia harus memastikan hal ini sekali lagi, dasar bodoh.
"Iya om, percaya deh." setelah mengucapkan hal itu Vano segera pergi dari sana untuk berkeliling, padahal ia sama sekali tak tau menahu tentang mansion ini, kalian ingat bukan dia dibawa kesini dengan kondisi sedang tertidur.
Di tengah perjalanan Vano menatap ke sebuah dinding yang di tempeli oleh jam, ternyata hari benar-benar sudah sore bahkan sudah lewat pukul 5.
"Hm bang Revan kemana ya?" gumam Vano bertanya pada dirinya sendiri lalu melanjutkan aksi berkeliling nya.
"Cih, bukankah ini tak jauh berbeda dengan mansion ayah? Hah~ ku kira ada yang menarik." Vano menghela nafasnya lesu.
Jika di hitung-hitung sudah cukup lama dirinya itu mengelilingi mansion ini, apakah Al sudah selesai? Apakah anak itu sedang mencarinya?
Vano melihat sebuah pintu yang berada di ujung lorong mansion, berarti dirinya sudah mencapai sudut mansion ini, bukankah dirinya sudah berjalan cukup jauh hingga berhasil mencapai ke titik ini?
Ia sedikit penasaran karena jika dilihat-lihat pintu itu sedikit berbeda dari pintu-pintu lain yang sudah Vano lewati.
Vano mendekat karena rasa penasaran nya semakin yang semakin tinggi, ia berdiri tepat di depan pintu tersebut.
"Boleh masuk ga ya?" Vano penasaran namun ia ragu untuk masuk kedalam, ia tau masuk tanpa seizin seseorang itu tidaklah sopan, tapi jiwa kepo nya benar-benar menguasai dirinya, ditambah ruangan ini berada di lantai dasar dan terletak paling ujung.
"Masuk aja, semoga gada apa-apa." setelah menarik nafas Vano segera membuka pintu itu dengan gerakan pelan dan berharap tak menimbulkan suara.
Gelap dan sunyi, hanya itu yang ia lihat, di sana juga terdapat sebuah lampu dengan cahaya remang-remang dan memfokuskan pada satu titik, namun tak ada apapun di dalam itu.
Tak mengurangi rasa kepo nya Vano terus berjalan menuju sudut ruangan itu, namun siapa sangka di sana terdapat sebuah pintu berwarna hitam, ia pun tanpa ragu langsung membuka pintu itu karena ia pikir isinya akan sama saja dengan ruangan yang sebelumnya.
Setelah pintu itu terbuka, terdapat lah sebuah tangga besi menuju ruang bawah tanah, Vano berusaha untuk tetap melanjutkan langkahnya.
Saat baru menuruni setengah anak tangga langkah Vano terhenti karena mendengar sebuah jeritan kesakitan dari bawa sana, bulu kuduk Vano meremang setelah menyadari bahwa ini adalah ruang penyiksaan.
Tak mau perjuangan nya sia-sia Vano melanjutkan langkahnya untuk mengintip apa yang terjadi dari balik dinding yang menjadi pembatas tangga, ia tak mau ketahuan.
Vano membulatkan matanya setelah mengetahui bahwa yang melakukan penyiksaan itu adalah Revan abangnya bersama dengan seorang pemuda lain.
Sebenarnya Vano tau abangnya sering melakukan hal seperti ini, namun yang membuat nya terkejut karena abangnya melakukan ini di rumah orang lain.
Fakta Vano adalah orang yang phobia terhadap darah, terutama darah yang begitu banyak, jika sedikit ia tak akan kenapa-kenapa, namun ini...
Melihat abangnya menyobek mulut itu, mematahkan setiap tulang korbannya tanpa beban Vano benar-benar merinding, pemuda di samping abangnya itu menebas kepala si korban menggunakan samurai, terlihat darah yang sangat banyak menggenang dilantai tersebut.
Vano yang melihat itu merasakan pusing di kepala nya, darah, kegelapan, dan kekerasan mengingatkan dirinya pada masa lalunya, jujur anak itu trauma.
Nafasnya tercekat, darah yang begitu banyak bercampur dengan ingatan ingatan buruk yang menghantuinya membuat kepalanya terasa benar-benar sakit, Vano menjambak kuat rambutnya sendiri berharap sakit di kepalanya berkurang.
Namun nihil, Vano semakin tersiksa, dada nya memburu, pandangannya buram, kepalanya sakit, bertepatan dengan itu Revan bersama Asta selesai dengan kegiatan mereka dan berniat untuk kembali.
Alangkah terkejutnya Revan melihat adiknya berdiri di tangga dengan keadaan yang tak baik baik saja, kacau.
"Vano!" seru Revan kaget dan khawatir.
"A-abang..." lirih Vano sebelum kegelapan merenggut kesadaran nya, tubuh Vano limbung ke depan, dengan cepat Revan menangkap tubuh adiknya agar tidak menghantam lantai.
TBC
lanjut gaaa~?
Bjirr kagak kerasa ni cerita udah lama beut kagak di lanjut hikss, ni otak juga dangkal banget dah perasaan, maafkeun aku bestiehh, moga aja masih ada yang baca...Janlup
Vote
Komen
And
FollowKiw kiw cukurukuk
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective family sadistic
RandomMenceritakan seorang anak laki-laki remaja berusia 17 tahun bernama Fian Aldevano, yang merasa terkekang atas sifat ayah dan ke 2 abangnya yang berbuat seenaknya serta mengatur hidupnya baik dalam hal apapun. Ia hidup berempat dalam satu rumah mewah...