Hujan semakin deras, namun Vano tak berniat sedikitpun untuk beranjak dari posisinya, meski hawa dingin benar-benar menusuk ke dalam tubuh anak itu tetap tidak peduli, karena diposisi ini lah ia mendapatkan ketenangan.
Vano mencoba untuk menyelam kedalam kolam yang kira-kira memiliki kedalaman sekitar dua meter, walau kenyataannya ia tak pernah bisa berenang, jangankan bisa berenang, masuk ke kolam berenang pun ia jarang atau bahkan mungkin tak pernah.
Dengan tekad yang kuat anak itu masuk kedalam kolam, setelah hampir seluruh tubuhnya masuk sebelum menyelam anak itu berpegangan dulu di tepi kolam mencoba meyakinkan dirinya, hingga tak lama kemudian...
"VANO!!!" Panggil Gara dengan nada tinggi membuat Vano kaget sontak langsung melepaskan pegangannya pada tepi kolam, Vano yang tak siap pun langsung tenggelam kedasar, ia panik tak bisa melakukan apapun, Vano tak tahu bagaimana caranya naik kepermukaan.
Gara yang melihat kejadian tersebut refleks langsung berlari dan melompat kedalam kolam membantu sang adik untuk naik.
Setelah berhasil naik Vano segera menetralkan nafasnya yang tersengal-sengal karena kehabisan nafas, tak menghiraukan tatapan tajam dari sang Abang anak itu terus mencoba untuk mengatur oksigen yang masuk dan keluar agar normal kembali.
"APA YANG KAU LAKUKAN HAH!" Bentak Gara, ia mencengkram kuat bahu Vano , sungguh ia benar-benar khawatir dengan kondisi adiknya itu, meski ia terlihat tidak peduli namun tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat menyayangi Vano.
Vano tersentak kaget mendengar bentakan keras secara tiba-tiba dari Gara, anak itu menunduk, meremas kuat jari-jari tangan nya gelisah.
Tak lama kemudian datanglah Hendra dengan putra keduanya Revan, saking kuatnya suara gara sampai terdengar ke ruang kerja mereka dilantai tiga.
"Ada apa ini?" Bingung Hendra ketika melihat anak sulung dan anak bungsunya berada dibawah hujan, dapat ia lihat urat yang menonjol dileher si sulung yang menandakan bahwa anak itu tengah emosi.
Hendra menghampiri kedua putranya itu, Gara menatap kehadiran sang ayah dan adiknya "Kau lihat? Putra bungsumu ini duduk dibawah hujan lalu masuk kedalam kolam tanpa sepengetahuan siapapun, kuat sekali nyalinya." Gara berujar dengan tatapan mengarah pada Hendra, namun tangannya semakin memperkuat cengkraman pada bahu Vano.
"M-maaf." Lirih Vano terbata-bata ia merasa bersalah membuatnya teringat dengan kata-kata sang ibu dulu yang menyatakan bahwa ia tak berguna, Vano merasa bahwa ia hanya membebani kehidupan keluarganya, menurutnya memang benar jika ungkapan almarhum sang ibu kalau ia memang tidak berguna.
Sejujurnya Vano juga shock dengan kejadian barusan, setelah dirinya diangkat keatas oleh Gara barulah ia sadar dengan apa yang telah terjadi.
Gara menatap adiknya lalu memejamkan mata dan menghela nafas kasar mencoba meredakan emosinya, setelah itu ia beranjak pergi dari tempat ini, Gara tak mau kelepasan menyakiti adiknya karena melihat kondisi Vano yang sekarang bukan hal yang bagus untuk memarahinya.
"Apa yang sebenarnya terjadi boy?" Tanya Hendra menatap intens putra bungsunya itu.
Vano hanya menggelengkan kepalanya, menunduk dalam enggan menatap ayahnya.
Hendra menghela nafas sejenak, mendekati Vano dengan tujuan untuk membawa anak itu kedalam rengkuhannya, namun Vano segera menghindar lalu berlenggang masuk kedalam mansion dengan kondisi tubuh basah kuyup.
Vano berjalan menuju kamarnya, ia masuk kedalam kamar mandi tak lupa untuk mengunci nya, lalu merendam tubuhnya dibak yang sudah berisi air hangat, Vano memejamkan mata untuk menenangkan pikiran nya.
Kepalanya berdenyut nyeri, benar-benar sakit, ingatan tentang kekerasan yang ibunya lakukan dimasa lalu berputar bagaikan kaset rusak dikepalanya.
"Anak tidak berguna."
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective family sadistic
РазноеMenceritakan seorang anak laki-laki remaja berusia 17 tahun bernama Fian Aldevano, yang merasa terkekang atas sifat ayah dan ke 2 abangnya yang berbuat seenaknya serta mengatur hidupnya baik dalam hal apapun. Ia hidup berempat dalam satu rumah mewah...