Double up
'Jadi begini rasanya dibangunkan oleh ibu?' pikir Vano.
Lama Vano menatap Dian selaku ibu dari pemuda bernama Kay itu wajah cantik dihiasi dengan senyuman lembut membuat hati Vano merasa nyaman.
Tak mengalihkan pandanganya sedikitpun Vano terus memandang senyum lembut itu hingga lama-kelamaan senyum tersebut berubah menjadi seringai yang seakan ingin membunuhnya, elusan yang tadinya lembut berubah menjadi tarikan kuat pada rambutnya, mata yang tadi menatap nya lembut kini menatapnya tajam dan tersirat amarah yang teramat.
Semakin lama jambakan itu semakin kuat kulit kepala Vano seakan ingin terlepas pening di kepalanya tak dapat lagi ia deskripsikan, nafasnya tersengal-sengal melihat tatapan membunuh yang di layangkan untuknya.
Tangan kiri Dian yang tadi menganggur kini terulur untuk mencengkram lehernya, kuku-kuku Dian menembus kulit leher Vano hingga memutih.
Vano menangis dalam diam, ia tak dapat bersuara, hanya suara mengi yang terdengar jelas karena mulai kehabisan nafas, Vano berusaha menggelengkan kepalanya agar jambakan dan cekikan itu terlepas.
"S-sakit,"
"Uhuk n-ngga... hiks,"
"Lepashh uhuk," bukannya melepas cekikan itu malah semakin kuat.
"L-lepas hiks LEPASSS!!" teriak Vano pada akhirnya.
"Vano! Kamu kenapa sayang?!" tanya Dian khawatir, Dian terkejut saat melihat Vano yang sebelumnya tenang tiba-tiba meracau seperti itu, Dian sudah mencoba menenangkan Vano sejak tadi tapi Vano tak merespon panggilan nya sedikitpun.
Vano akhirnya tersadar dengan nafas tersengal-sengal, keringat dingin membasahi tubuh nya yang terlihat bergetar hebat, tatapan ketakutan itu amat kentara saat pandangannya bertemu dengan Dian.
"Nak? Kamu kenapa sayang?" Dian bertanya lembut ia mencoba mendekap Vano namun anak itu segera mundur ke sudut ranjang.
"NGGA! JANGAN MENDEKAT!" teriak Vano histeris saat Dian berjalan untuk mendekati nya.
"JAUH-JAUH! JANGAN SENTUH VANO!" Vano mengamuk tubuhnya tak terkendali ia melempar semua yang ia bisa gapai vano melemparkan bantal kearah Dian, Dian pun dengan sigap menangkap itu.
"NGGAA!! JANGAN!" Vano menjadikan tangannya sebagai perisai untuk melindungi wajahnya, dapat ia lihat Dian berdiri tepat dihadapannya dengan menggenggam vas bunga kaca di tangannya yang siap untuk di lemparkan padanya, Yap itu hanya bayang-bayang Vano karena kenyataannya Dian hanya memegang bantal yang tadinya ia lemparkan.
Dian semakin khawatir melihat Vano terus mengamuk ia melepaskan bantal yang tadi ia pegang dan mencoba mendekati Vano sekali lagi.
"Vano, ini mommy sayang..." bujuk Dian lembut di mengulurkan tangannya ke depan mencoba untuk memeluk Vano, namun Vano salah mengartikan gestur tubuh yang Dian lakukan, Vano menganggap Dian ingin kembali mencekiknya.
"NGGA! BUNDA JAHAT SAMA VANO JANGAN SAKITIN VANO LAGI!!" Vano semakin histeris saat Dian menyebut dirinya mommy air matanya mengalir semakin deras begitupun tubuh nya yang semakin bergetar, Dian pun kelimpungan bagaimana cara menenangkan Vano.
Disisi Kay yang mendengar keributan pun segera membilas tubuhnya dan memasang handuk dengan tergesa-gesa.
Setelah keluar kamar mandi Kay kaget melihat tempat tidur nya yang sangat berantakan dan Vano dengan keadaan yang kacau.
"Kay tolong mommy nak, Vano terus mengamuk sedari tadi, mommy tak bisa menenangkannya Vano terus berteriak jika mommy mendekat." lirih Dian menatap putranya, sedangkan Vano masih di atas tempat tidur terus-terusan menjambak rambutnya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Protective family sadistic
RandomMenceritakan seorang anak laki-laki remaja berusia 17 tahun bernama Fian Aldevano, yang merasa terkekang atas sifat ayah dan ke 2 abangnya yang berbuat seenaknya serta mengatur hidupnya baik dalam hal apapun. Ia hidup berempat dalam satu rumah mewah...