~Annyeong~
Assalamu'alaikum, semuanya♡
Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat Sore dan Selamat Malam.
.
Gimana nih kabarnya? Semoga baik-baik aja ya..
Ini Chapter 07, semoga suka ya..──────⊹⊱✫⊰⊹──────
= Happy Reading =
Malam mulai menjemput, sekolah membawa siswa-siswi nya menuju ke sebuah hotel yang ada dikota itu. Hotel dengan gaya zaman dulu, membuat suasana disana sedikit creepy.
"Ini serius kita bakal nginep disini?" bisik Rachel, ia kini sudah menggandeng erat lengan Ryan.
"Ya iyalah, kalo kaga ya gak mungkin kita disini bocah!" ujar Ryan gemas, ia menarik pelan hidung Rachel.
Rachel berdecak, ia kini melepaskan gandengannya pada Ryan dan beralih ke sisi Handry. Ia melakukan hal yang sama seperti pada Ryan tadi, menggandeng nya dengan sangat erat.
"Lo udah besar kali, masa masih takut aja sama hantu" ujar Cassie sembari menggeleng pelan.
"E-enggak tuh! A-aslinya gue gak takut tuh sama demit!" elak Rachel percaya diri, "Cuma mereka terlalu serem aja" lanjutnya lirih.
Handry yang masih dapat mendengarnya hanya terkekeh pelan. Emang bener ya kata orang, setua apapun dia kalo emang dikasih sifatnya kaya anak kecil, ya akan tetep kaya anak kecil sampai kapan pun.
"Udahlah, ayo masuk ke dalem. Ga panas apa diluar terus" ucap Claira sebelum meninggalkan keempat saudaranya.
"Ih bukanya belain gue, malah main pergi aja!" kesal Rachel, ia berjalan dengan menghentakkan sepatunya sembari menarik lengan Handry.
"Seenggaknya lepasin dulu tangan gue" kesal Handry, namun pada akhirnya ia hanya dapat pasrah akan hl tersebut.
Cassie dan Ryan tetap setia mengikuti saudaranya dari belakang, mereka lebih senang menikmati tontonan daripada ikut dalam tontonan tersebut.
✥
𝘋𝘪𝘴𝘪𝘴𝘪 𝘭𝘢𝘪𝘯..
"William sepertinya malam ini adalah malam kebangkitan sang putri" ujar Eva tiba-tiba.
"Apa maksud lo?" bingung William.
Mereka berdua masih berada di halaman depan hotel, sedangkan Erza, Stella dan Dylan entah sefang pergi kemana.
"Meskipun gue tidak memiliki kekuatan meramal, tapi jika dilihat dari bulan itu" ujarnya sembari menunjuk kearah bulan yang sudah terlihat, "Itu adalah pertanda pertama William, Bulan purnama berdarah ke sepuluh ribu tahun" lanjutnya sembari berbisik.
William reflek melihat kearah bulan tersebut, benar bulan purnama dan warnanya sangat merah. Namun sepertinya hanya bangsa mereka saja yang dapat melihatnya, buktinya tidak ada yang panik akan hal tersebut.
"Lalu apa yang harus kita lakukan? Meminta Ayah untuk menyusul kesini? Itu tidak mungkin!" ujar William dengan bingung.
"Gue juga gak tau, kita belum pernah menghadapi yang seperti ini sebelumnya!" sahut Eva yang sama bingungnya.
"Apakah kalian sudah mengetahuinya? Jika purnama itu benar-benar berlangsung nanti malam, maka kita akan sangat merasakan nafsu yang membludak!" ujar Stella yang datang entah dari mana, tiba-tiba saja ia sudah berada bersama Eva dan William.
"Apa lagi ini, nafsu apa?" tanya William yang sudah sangat pusing dan bingung, satu masalah belum terselesaikan kini ada masalah baru.
"Ya tentunya... Nafsu meminum darah manusia" ucapnya berbisik khawatir ada yang mendengarnya.