Chapter 20: Perasaan

90 14 3
                                    


"Dengan adanya kejuaraan ini, bukankah teorimu tentang mengumpulkan pahlawan yang mendapatkan side quest jadi tidak berlaku lagi?" Kinan mengungkapkan pendapatnya.

Raka tertegun. Perkataan Kinan ada benarnya juga. Bagaimana jika seandainya 'Pahlawan' yang harus mereka cari bukan berasal dari side quest, melainkan dari kejuaraan tersebut. Siapapun yang menang di HoHC, maka ia adalah seorang 'Pahlawan dari para pahlawan'. Kata 'Pahlawan' mengarah pada pemenang dalam setiap pertandingan di kejuaraan itu, sedangkan 'para pahlawan' adalah pemain-pemain lain Heroes Tale.

Hal ini diperkuat dengan perkataan CEO sekaligus Owner Mindive, Andrew F. Morgan di acara Gamers.net yang lalu, 'Pahlawan itu bisa siapa saja'. Bukankah justru karena yang mendapatkan quest yang tanpa sengaja memulai Main Story itu adalah Reinhart—yang notabene adalah orang yang terpilih—membuat teori Raka terkesan 'pilih-pilih orang'?

Peringkat kedua di sekolah memang hebat, tak disangka dialah yang mampu menemukan celah di teori yang Raka buat.

"Sudahlah, tidak ada untungnya memikirkan itu terlalu jauh, Raka. Lebih baik kita menyerahkannya kepada pemain lain yang sudah berpengalaman. Sekarang kita fokus saja mengembangkan diri," ucap Kinan sembari menyedot minumannya sampai habis.

Yah, pada akhirnya Raka setuju dengan pendapat itu. Tidak ada gunanya juga mencoba menamatkan misi sesulit itu kalau tidak memperkuat diri sendiri terlebih dahulu. Di dalam MMORPG, bukankah memperkuat diri sebelum menjalankan misi adalah hal lazim?

Penampilan girlband yang menyebut diri mereka sebagai 'Kokoland' tak terasa sudah selesai, digantikan dengan penyanyi solo 'Cennie' yang sedang top di negeri ginseng. Tak lama kemudian Dimas, Chandra, Thalia, dan Rigel kembali ke stan tempat Raka dan Kinan berada.

"Cieee... Berduaan mulu, nih..." goda Dimas. Raka bersikap biasa saja, namun tidak dengan Kinan. Wajahnya memerah karena malu.

"K-kami kan jadi berduaan karena kalian tinggal!" kilah Kinan.

"Heee... Iya, sih. Tapi malah bagus, kan?" Thalia ikut menggoda sahabat perempuannya itu. Kinan berdiri dan memukul-mukul pundak Thalia karena kesal.

"Kalian udah selesai nontonnya? Mau kemana lagi kita?" tanya Raka dengan santainya. Dimas, Chandra, dan Rigel sweatdrop dengan teman mereka yang satu ini ini. Bisa-bisanya Raka malah menyinggung hal lain.

"Udah selesai, sih. Mau pulang sekarang?" ujar Rigel.

"Boleh, deh. Udah mau malam juga. Yang anak cewek takutnya pada gak boleh pulang malem," timpal Chandra. Kinan dan Thalia mengangguk setuju. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk pulang.

Mereka pun berjalan sampai ke parkiran, dan berpisah disitu. Raka akan mengantar Kinan dengan motornya, Thalia dengan Rigel, sedangkan Dimas dan Chandra pulang sendiri dengan busway.

"Sebentar, sejak kapan Thalia mau dibonceng Rigel? Waktu kita sekolah, bukannya Thalia tidak pernah mau naik motornya dia?" Raka keheranan sendiri dengan dua temannya itu. Saat SMA dulu, siapa yang tidak tahu kalau Rigel naksir berat dengan Thalia, salah satu siswa tercantik di SMA mereka. Tapi biasanya Thalia selalu menolak, bahkan hanya untuk sekedar dibonceng oleh lelaki itu.

"Haahh...Makanya jangan hilang 4 hari, Raka. Mereka baru jadian kemarin," jawab Dimas. Raka terkejut mendengar pertanyaan itu.

"Bahkan seorang Rigel menemukan cintanya..." gumam Raka.

"Hei! Kau kira aku ini apa?" timpal Rigel kesal karena mendengar ucapan Raka itu.

"Kau sendiri juga harusnya peka dengan orang yang kau bonceng, bodoh!" batin Dimas.

Heroes Tale Online: The Tales of AdventurerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang