"Viens, lo sama Steve pacaran?"
Viens menghentikan kegiatannya. Ia mulai meletakkan kembali buku ke dalam rak.
"Kenapa lo tanya gitu?" Viens menatap bingung Silva. Biasanya anak baru ini begitu malu-malu kala ingin bertanya. Namun kali ini ia dengan percaya diri bertanya tentang hubungannya dan Steve.
"Tanya doang gue, Viens."
"Kita berdua temen dari kecil. Dia udah gue anggep kaya saudara, Sil." Tutur Viens. Silva tampak bernapas lega.
"Syukur deh."
"Kenapa lo nanya gitu? Lo suka Steve?" Silva mengangguk mantap.
Viens tampak terkikik geli setelahnya.
"Lo ngapain ketawa? Ngehina gue lo ya?!" Silva melotot mendengar kikikan Viens yang tampak seperti ejekan baginya.
"Kaga ada sih Sil. Cuma, saingan lu berat. Saran gue, lu mundur aja deh, xixixi." Viens terkikik lagi melihat wajah Silva mulai memerah.
"Siapa saingannya, hah? Secantik apa sih dia?"
Viens mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ia tampak menggulir layar dan berhenti pada satu gambar. Ia menunjukkan gambar tersebut pada Silva.
Silva tampak meneguk ludahnya kasar.
"Pantes aja gue harus mundur. Saingan gue sekelas mbak Rose Blackpink. Mana bisa gue." Silva mencebikkan bibirnya kesal.
Mendengar kekesalan Silva, Viens makin tergelak hingga membangunkan penjaga perpustakaan yang sedang mimpi indah.
"Heh kamu! Jangan berisik!"
"Maaf Pak, hehehe. Yuk Sil, gue laper!"
Viens meraih tangan Silva dan menariknya keluar dari perpustakaan.
(Foto Rose)
ˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇ
"WE ARE THE LOVESICK GIRL, YEAH!" Suasana gaduh jam kosong menghampiri indera pendengaran Viens saat ia tiba di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breath
Teen Fiction"I have all of this shit in my mind, can't you imagine that? Thinking about suicidal all of the time! I'm exhausted for being like this! Don't you?" Steve menggeleng dan menatap wajah pucat Viens yang dipenuhi air mata di pipi. Melihat betapa hancur...