"Gila! Susah banget! Woy Steve, nyontek dong!" Viens mengeluhkan hal yang sama berulang kali. Dan berakhir ia meminta untuk diberi contekan.
"Lo kira gue bisa ngerjain apa? Gue lagi nyari contekan juga nih!" Steve menunjukkan bagaimana cara ia mendapatkan jawaban secara tidak halal.
"Woy Jio! Nyontek dong," pinta Viens pada sang ketua kelas dan hanya diacungi jari tengah.
"Sialan lo!"
"Gue mau nyontekin kalo lo beliin gue album BlackPink keluaran terbaru," tawar Zio dari bangkunya.
"Dih, mending buat gue beli album sepentin fuck my life!"
"Gue tau idup lu ngenes, gaperlu fuck-fuck in juga." Jawaban Zio tentu saja membuat Viens kesal.
Viens tak kehabisan akal. Ia kemudian berjalan mendekati si kembar.
"Dik," panggil Viens kepada mereka berdua dan otomatis keduanya menoleh.
"Apa? Nyontek?" Sahut Dika.
"Nah, tu tau!" Viens mulai bersemangat karena kedoknya tak perlu ia ungkapkan.
"Nggak boleh! Lo minggu lalu janjiin photo card Lisa, sampe sekarang belum lo kasih!" Diki menolak membantu Viens. Begitu juga dengan Dika.
"Sama temen, lho. Klean nih gak ada sopan-sopannya malak orang cantik," Viens masih mencoba negosiasi, tentu dengan cara yang sama seperti minggu lalu.
"Kali ini gue janji bakal beliin kok."
"Sekali enggak, tetep enggak." Dika dan Diki menganggukkan kepala bersamaan.
"Permintaan kalian tu ga masuk akal! Gue nyontek cuma dua puluh biji soal. Sedangkan photo card harganya ga cuma gopek." Viens mencebikkan bibirnya.
Ah, susah sekali menjadi orang tak pintar.
Dika dan Diki menatap datar. Mereka berdua memang tak punya hati! Viens meninggalkan mereka berdua dan kembali ke tempat duduknya.
Ia melipat tangannya dan menjadikannya bantalan kepala. Viens menutup matanya sejenak. Belum ada 5 menit, ia merasakan ada seseorang di dekatnya. Ia membuka mata dan mendapati seseorang yang duduk manis di depannya.
Jika itu Steve, Viens bisa tahu lewat kejahilannya. Namun pada kenyataannya bukan Steve yang menghampiri.
"Apa? Mau malak juga?" Joshua menggeleng.
"Wahai kawan, sebetulnya berburuk sangka itu tak baik." Joshua mendramatisir kalimat demi kalimatnya.
"Serah lu deh, Shu. Capek gue. Kenapa gue bego si, huwaaa." Viens pun tak ada bedanya dengan Joshua.
"Bawel lo. Nih, pake buku gue."
"Tumben-tumbenan lo udah ngerjain. Lo takut dimarahin nyokap lo apa?" Joshua menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breath
Teen Fiction"I have all of this shit in my mind, can't you imagine that? Thinking about suicidal all of the time! I'm exhausted for being like this! Don't you?" Steve menggeleng dan menatap wajah pucat Viens yang dipenuhi air mata di pipi. Melihat betapa hancur...