"Choco, sini sayang!"
Anjing berwarna putih jenis Bichon Frisé itu berlari menuju Viens yang baru pulang dari sekolah.
Viens berjongkok dan mengelus bulu anjing menggemaskan itu. Lalu ia menggendong Choco bak bayi. Ia cium sampai gemas sendiri.
"Viens, taro dulu si Choco. Dia belom cebok," ujar Meriana dari dapur.
"Ih jorok. Mamah ga cebokin apa." Viens mengendus badan Choco dan langsung menurunkannya.
"Ya kamu atuh. Mamah lagi sibuk." Meriana memang benar sibuk. Ia menyiapkan makan siang untuknya, dan dua anaknya.
"Emang anjing gabisa cebok sendiri ya, Mah?"
"Kamu tanyain coba sama Choco."
"Woy Cok, lu bisa cebok sendiri kaga?"
Meriana hanya menggelengkan kepalanya dan tetap melanjutkan aktivitasnya. Tingkah Viens yang random tak pernah ia prediksi. Pertanyaan anehnya pun juga sama.
Tapi makin lama ia terbiasa dengan tingkah Viens. Meriana menganggap bahwa itu jadi ciri khas anaknya yang suatu saat akan ia rindukan.
"Mam, Viens ke atas dulu."
"Iya, Nak. Panggil juga kakakmu."
Viens berjalan menuju lantai 2. Ia menuju kamarnya dan menaruh tas lalu pergi keluar. Ia mendatangi kamar kakaknya tanpa mengetuk pintu ataupun permisi.
Ia melihat kakaknya masih tertidur pulas dengan memeluk guling bermotif bunga.
Viens mengambil bantal yang tergeletak di lantai. Lalu ia memukul sang kakak dengan brutal.
Tak kunjung bangun, Viens mencari cara lain. Dengan mengambil sebotol air. Ia berkumur dan menyembur kakaknya. Nyatanya cara seperti ini berhasil.
"Woy! Ngapain si ah!"
"Lo tidur udah kaya orang mati. Ayo makan siang!"
"Males gue." Sylvan menarik selimutnya sampai menutupi wajah.
"Ck, lo ga kuliah tadi?"
Tak ada jawaban dari Sylvan.
"Lo tau kan kalo Mamah berjuang sendiri buat kita?"
"Hm." Sylvan hanya berdehem.
"Kalo lo ga berguna jadi anak, seenggaknya lo harus makan biar ada energi. Lo udah tiga hari engga kuliah dan gamau makan." Terdapat jeda pada ucapan Viens.
"Mamah sama gue masih peduli sama lo. Kita berdua yakin lo bisa laluin semua ini," sambung Viens. Ia kemudian beranjak pergi dari kamar Sylvan.
Sylvan hanya diam mendengar ucapan Viens. Benar apa yang Viens katakan, ia membutuhkan makanan untuk mengembalikan tenaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breath
Teen Fiction"I have all of this shit in my mind, can't you imagine that? Thinking about suicidal all of the time! I'm exhausted for being like this! Don't you?" Steve menggeleng dan menatap wajah pucat Viens yang dipenuhi air mata di pipi. Melihat betapa hancur...