Viens sedang dilema. Ia sangat ingin bermain air, karena sudah lama kelas renang diliburkan karena sang pelatih sakit.
Lukanya tak masalah jika basah lagi. Viens tak ambil pusing sebetulnya. Kini ia memantapkan keputusannya untuk ikut penilaian renang. Ia berjalan menuju loker yang terletak di belakang kelas. Ia mengeluarkan seragam renangnya.
Namun sial, seragam yang ia punya berlengan pendek. Ia lupa membawa manset.
Kelas sedang kosong melompong karena para penghuni sedang berkutat di kantin untuk mengisi perut sebelum renang.
Di kelas hanya ada Viens dan Joshua yang masih setia berenang di alam mimpi.
Tak mungkin ia memberi tahu Joshua mengenai kesulitannya. Ia juga tak mungkin menukar seragamnya dengan yang lain. Karena sama saja, berlengan pendek.
Viens tampak berpikir. Apa ia lepas saja penutup lukanya? Warna putih dari kain kasa sangat mencolok, serta mungkin dapat memancing perhatian. Namun, jika memang betul-betul dibuka, ia agak ngeri bila lukanya infeksi.
"Lo belum siap-siap?" Suara Steve mengangetkan Viens yang tengah berpikir.
"Gue lupa bawa kaos lengan panjang atau manset," tutur Viens.
"Gue ga bawa kaos lengan panjang. Gue cariin di kelas sebelah ya?" Steve mengambil langkah keluar kelas, namun Viens menahannya.
"Udah, gapapa. Lukanya kan ga separah itu. Gue masih bisa, nanti gue pakein foundation yang waterproof."
"Trus, luka di leher lo?" Viens hampir lupa, bila luka kemarin tak hanya di kedua lengannya. Namun ada di lehernya juga.
Sial!
"Gimana dong, masa gue renang pake sweater?"
"Coba aja, siapa tau boleh. Tapi make sweater nanti renangnya jadi ga enak, berat."
Viens menjadi semakin bimbang.
"Ah bodo amat, mau orang liat luka gue juga ga peduli." Steve mengangkat sebelah alisnya.
"Gue rasa juga gitu, kalo lo bodo amat sama mereka lebih bagus. Sana siap-siap, gue tunggu di sini." Steve menarik bangku paling belakang dan menunggu Viens sembari bermain ponsel.
Viens berjalan menuju ruang ganti yang letaknya tak jauh dari kelasnya berada. Ternyata sudah ada beberapa anak sekelasnya dan Silva di sana. Ia mengira jika ruang ganti masih kosong dan sepi.
"Lo jadi renang? Ih senengnyaa!" Silva memeluk Viens.
"Jadi, lo maksa gw ikut renang karena mau modus sama Steve?"
"Iya! Gue tuh heran ya, si Steve nempel sama lo mulu akhir-akhir ini. Gue jadi curiga lo bohongin gue selama ini," ujar Silva.
Viens tak ambil pusing dan mulai berganti pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breath
Teen Fiction"I have all of this shit in my mind, can't you imagine that? Thinking about suicidal all of the time! I'm exhausted for being like this! Don't you?" Steve menggeleng dan menatap wajah pucat Viens yang dipenuhi air mata di pipi. Melihat betapa hancur...