"Rumah tidak selalu berbentuk bangunan"
-Akranangga Alenkara-
••🕸••
Bagi Akra, geng Aodra itu bagaikan rumah dan Yara ibarat obat, sedangkan orang tuanya seperti guru yang tiada habisnya mengajari dan menasehatinya. Dan selagi ketiganya masih ada, dunia Akra akan baik-baik saja.
Namun Akra sadar, di dunia ini tidak ada yang abadi. Cepat atau lambat ketiganya pasti akan pergi.
Waktu memeng berjalan sangat cepat. Perasaan baru kemarin dia mendaftar SMA dan sekarang tinggal menghitung bulan, Akra dan teman-temannya akan lulus, dan itu artinya Akra harus siap kehilangan mereka, untuk kehilangan teman Akra tidak takut yang ditakutkannya hanya menjadi asing.
Tapi Akra juga tidak bisa menjadi penghalang kesuksesan mereka. Ada banyak impian yang harus dicapai setelah lulus SMA. Rasanya Akra tidak siap, kehidupan remaja saja sudah seberat ini apa lagi kehidupan orang dewasa.
"Woy! Bangun woy! Molor aja kelakuan lo!" Akra yang baru saja selesai mandi memukul Dito dan Oskar menggunakan handuk kecil yang ia pakai tadi untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Entah pukul berapa tadi malam mereka tidur, sampai sampai sudah jam sembilan pagi Dito dan Oskar masih tidur dengan nyenyaknya.
Sekarang semuanya sudah selesai mandi terkecuali dua sejoli itu yang masih tidur. Akra menamainya dua sejoli karena kelakuannya sama persis. Sama-sama sering bikin orang naik darah.
"Etdah. Woy! Gue tinggal lo berdua ya!" Di luar tenda Ekal terkekeh mendengar kegaduhan di dalam tenda satu itu, yang lucunya Akra seperti bapak-bapak membangunkan Anaknya berangkat sekolah.
"Gue hitung sampai tiga kalo lo berdua gak bagun, gue siram pakai air solokan." Mereka berdua lari terbirit-birit ke arah kamar mandi mendengar ancaman Akra, tak lupa membawa juga baju ganti.
Akra juga ikut keluar dari tenda, dia kemudian memilih berjalan ke arah Yara yang sedang membuat sarapan pagi. Dia duduk di samping Yara, menopang dagu sambil menatap wajah Yara yang serius memasak. Ketiga perempuan yang juga sedang memasak bersama Yara menatapnya dengan tatapan malas melihat adegan itu. Beginilah Akra, kalau bukan penyakit sintingnya yang kambuh, yah penyakit bucin-nya yang keluar.
Di pagi itu, kebanyakan orang yang bercamping sudah pulang, termasuk Vino dan teman-temannya. Tapi Akra putuskan sebelum mereka pulang sebaiknya sarapan dulu karena tadi malam mereka hanya memakan jagung bakar.
Tak jauh dari tempat mereka, Ekal Samar-samar tersenyum melihat Tari yang memasak bersama temannya, Senyumnya itu semakin lebar ketika mengingat kejadian semalam, dimana Eva dan Elora memarahi Tari karena dua jagung yang ia bakar gosong semua dan hanya seperempat dari jagung itu yang bisa dimakan. Ekal tahu kalau Tari itu tidak terbiasa memasak seperti ketiga teman perempuannya. Tapi Ekal kagum karena Tari tidak menyerah untuk belajar, dan hasilnya pagi ini Tari memasak tanpa menyebabkan masalah.
"Mau aku bantu gak?" Tanya Akra kepada Yara.
"Emang bisa?" Balasnya sambil menggoreng nugget yang ia bawa dari rumah.
"Engga sih. Tapi kalau kamu pasti aku usahain."
"Idih. Pengen muntah gue." Celetuk Dito yang sudah ada di samping Akra.
"Cepat amat lo mandinya? Lo gak mandi berdua 'kan sama Oskar?"
"Tai lo! Kamar mandinya ada dua." Ucap Dito menatap tajam Akra yang cekikikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ambis
Teen Fiction[FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA] "Dunia itu tempatnya meninggalkan dan ditinggalkan. Karena pada intinya semua akan pergi jika sudah waktunya." [ cerita ini murni hasil fikiran saya. maaf jika ada kesamaan alur, nama tokoh, tempat, dan lain-lain]