"Hidup itu perjalanan. Perjalanan yang tidak ada kata mengulang."
••🕸••
"Iya Kra. Yara nyari kayu bakar di sana--lho kok Yara gak ada." Tari menunjuk ke tempat di mana Yara mencari kayu bakar tapi orangnya sudah tidak ada di sana. Hanya ada sekumpulan kayu bakar yang tertinggal.
"Nah lo? Lo?" Kompor Oskar. Dia menahan tawa melihat ekspresi ketakutan ketiga perempuan itu. Apa lagi yang hilang ini pacarnya Akranangga Alenkara, seorang pelawak tapi ngeri juga kalau marah sudah dipastikan mereka tambah takut.
"Kra. Beneran deh, tadi Yara di sana. Terus gue ngajak mereka foto di sini. Gue kira Yara ikut." Jelas Elora dengan wajah cemasnya, dia juga heran kenapa Yara bisa tidak ada di situ.
"Apa mungkin Yara, balik ke tenda?"
"Gak mungkinlah, kita 'kan baru ke sini. Kalau emang dia balik ke tenda pasti kita papasan dijalan." Jelas Ekal.
"Benar juga sih."
"Atau coba deh lo telpon, Kra."
"Gimana mau nelpon, orang handphone dia ada di carrier gue." Balas Akra. Teman-temannya hanya bisa diam tidak tahu harus berbuat apa lagi. Mereka benar-benar bingung, bagai mana bisa Yara hilang, sedangkan tempat ini bisa terbilang aman karena gak sebarang orang bisa masuk.
"Mana udah mau malam lagi." Gumam Akra mengacak rambutnya frustasi.
"Ck. Yara gak akan ketemu kalau kita diam disini doang kayak orang tolol." Lanjutnya lalu pergi kearah tenda.
Entah apa yang akan dia jelaskan kepada mama Yara kalau dia sampai tidak menemukannya. Akra harus bertanggung jawab karena dia yang membawa Yara ke sini.
Kini langit sudah menggelap beberapa orang yang sedang bercamping sudah membuat api unggun. Suasananya begitu hening hanya terdengar samar-samar beberapa orang yang bercengkrama dengan suara rendah.
Suhu udara pun semakin merendah membawa suasana dingin. Akra yang sedari tadi hanya memakai kaus langan pendek berwarna hitam polos, tapi dia terlihat biasa-biasa saja. Mungkin Akra sudah terbiasa dengan angin malam karena dia memang sering keluar malam. Padahal siang-siang juga bisa, hanya saja Akra dan teman-temannya berpikir kalau berkumpul diwaktu malam itu sangatlah seru.
"Eh, itu Yara bukan?"
"Yar!"
Akra yang belum terlalu jauh dari mereka pun mendengar ucapan itu. Dengan cepat dia menghampiri teman-temannya.
Akra mengikuti arah pandang taman-tekannya. Dan benar saja, dari kejauhan terdapat Yara berjalan sambil memapah seseorang. Akra memandanginya dengan tatapan tidak suka, bagaimana tidak? Yang dipapah itu laki-laki. Jika saja dia itu perempuan, Yara gendong juga tidak masalah.
Akra berjalan mendekati Yara yang masih memapah laki-laki itu, sedangkan Yara masih belum menyadari keberadaan Akra. Entah dia mau membawa laki-laki itu kemana.
Akra tahu niat baik Yara untuk membatu laki-laki itu berjalan, karena dari cara berjalannya yang pincang sudah dipastikan kalau kakinya sedang sakit.
"Yar?" Panggilnya membuat Yara berhenti berjalan.
"Eh, Kra? Kamu pasti nyariin aku ya? Maaf tadi aku nolongin--"
"Sini biar aku yang memapah dia." Akra mengambil alih laki-laki itu. Meletakkan salah satu tangannya dibelakang lehernya agar bisa membatu dia berjalan. Untungnya tinggi tubuh mereka tidak jauh beda. Tinggi laki-laki itu hanya beberapa senti dibawa tinggi Akra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ambis
Novela Juvenil[FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA] "Dunia itu tempatnya meninggalkan dan ditinggalkan. Karena pada intinya semua akan pergi jika sudah waktunya." [ cerita ini murni hasil fikiran saya. maaf jika ada kesamaan alur, nama tokoh, tempat, dan lain-lain]