Remember You

158 3 0
                                    

   

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   

"Lo sih Did, gue jadi kesel tau ngga?!!" gerutu Kyla dengan wajah sebal memandang iPadnya menatap layar tersebut.

"Ngga papa kali, cukup ganteng juga buat dijadiin ciuman pertama!" ledek Dida dari layar dengan wajah mengantuk.

"Gue ngga kayak lo yang senang dapet cowok!" sindir Kyla kesal.

Dida terkekeh lalu menoleh ke arah belakang. Kyla melotot tak percaya.

"Dia nungguin gue di depan apart." Dida menjelaskan dengan wajah masamnya.

"Gila lo!!" pekik Kyla seraya mematikan videocall mereka.

☆☆☆☆

Sebuah gedung pencakar langit dengan alunan musik jazz memutar ke seluruh ruangan nuansa hitam putih. Kemeja biru telur asin yang digulung, penampilan bak pangeran membuat pria itu semakin tampan.

"Bagaimana kondisi keuangan di zona B?" tanyanya pada sang wakil.

Pria bernama Smith itu menatap takut tuannya. "Ma-maf Mas, ada kendala di sektor 7 jadi laba lebih besar."

Pria itu mengetatkan rahangnya, cukup lelah mengatur proyek sektor 7 yang tidak selesai selama setahun.

"Panggil Leon ke sini!!" murkanya membuat Smith ketakutan seraya pamit.

Bastian Mantoro Bjwajgh, pewaris tunggal Mantoro corp. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, minyak sawit serta pabrik bahan bangunan. Tian merasa kalau dirinya tak berdaya melihat Leon, sepupunya tidak becus menjalani tugas yang ia berikan.

Anak itu sangat keterlaluan, bakatnya hanya diranjang serta merayu para gadis dengan pesonanya.

Tian memijat pelipisnya, tak lama sosok Leon datang dengan wajahnya yang sumringah.

"Mas tau ng--"

"DIAM!!" bentak Tian dengan murka.

Tubuh Leon mendadak kaku seketika. Pasalnya, pertama kali sejak tiga tahun bergabung dengan perusahaan milik pamannya melihat si pendiam murka.

Leon mengingat pesan Salmantoro, ayah Tian. "Ketika Tian marah berarti kamu membangunkan singa sedang tidur."


Benar, seperti saat ini.


"Lo baca deh laporan yang masuk." ujar Tian dengan wajahnya merah padam.

Leon mengangguk patuh. "Suruh gue duduk dulu kali, Mas."

"Duduk, tinggal duduk!" gemas Tian menatap sebal Leon yang seperti anak kecil.

Tian dan Leon bagaikan kucing mengejar tikus. Tian yang emosian dengan Leon si biang onar, lengkap sudah penderitaan Leon saat membuat Tian ngamuk seperti ini.


"Oke, jadi gue mau jelasin nih Mas kalau sektor 7 diawasin sama beberapa Mafia. Gue sih yakin banget, kalau semua ini ada campur tangan orang pusat."

Leon menghela nafasnya, sebelum berlanjut ia membuka lembaran berikutnya. "Lo tau yang tandatangan ini 'kan ketua daerah sana?"

Tian mengangguk menatap kertas putih itu. "Si Deris?"

"Iya, lo tau 'kan dia anak musuh dari bapak lo? Terus bisa-bisanya dia keterima kerja di sini, nah gue lagi nyari waktu buat ngumpulin semua bukti dan kasih ke lo."

"Hubungannya sama dia apa?"

"Musuh bokap lo itu dulunya kerjasama bareng, cuma yang gue tau pas tau bokap lo malah gabung sama pihak dalam negeri dia ngga terima dan ngerasa semuanya sia-sia. Maunya dia, bokap lo sortir barang sama pihak asing yang di mana bisa nyeludupin secara ilegal ngga ketahuan pihak Bea Cukai." jelas Leon membuat Tian mendadak pening seketika.

"Bokap belum pernah cerita ssma gue." lirih Tian memijat pelipisnya.

Leon terkekeh, "Jelas ngga cerita lah .... orang anaknya aja ngga pulang ke rumah lima tahun!"

Tian langsung terdiam saat itu juga. Leon mengucapkan hal fakta, semenjak kakeknya telah tiada di rumah itu membuat Tian merasa asing.

Karena Bromo sang kakek lah satu-satunya orang yang tidak menekan Tian.

"Lo bisa minta bantuan sama seseorang." Leon berujar tiba-tiba seraya berdiri.

Melihat keterdiaman Tian membuat Leon menjadi iba. Sektor 7 adalah proyek besar yang sedang mereka jalanin.

"Siapa?"

"Cari anak perempuan om Ganish, kalau lo dapet pasti bakal nemu solusi." Leon beranjak dari duduknya meninggalkan ruangan Tian seorang diri.

"Ngga asing ya?"

Tian berusaha keras memikirkan sesuatu. Namun nihil, tidak ada jawaban dari apa yang sedang ia pikirkan.



Tbc




Hello, Mr Tian!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang