Bandung

42 3 0
                                    

Saat ini Kyla sedang sibuk bersama seorang Arsitek kiriman Tian. Hal ini membuatnya berdecak sebal, Tian tidak mengizinkannya untuk berjuang setelah diberikan modal.

"Jadi, Mbak maunya design minimalis warna merah muda?" ujar pria itu menatap ruko dua lantai tersebut.

Kyla mengangguk. "Saya suka warnanya, tolong bantu saya sampai menemukan tema yang cocok."

Pria itu tersenyum. "Baik, Mbak ngga usah khawatir. Saya sudah lama kenal dengan Mas Tian, pasti mau yang terbaik."

Kyla terkekeh mendengarnya. "Makasih ya, Mas."

"Sudah kewajiban saya sebagai orang kepercayaannya." Setelah itu mereka membahas mengenai peletakkan interior furniture.

Hari ini, Kyla ingin menemui kawan menyebalkannya itu Dida. Saat ini, ia sedang duduk di salah satu warung kopi depan apart temannya itu. Jangan salah, warung kopi di sini terkenal dengan pancongnya yang lumer serta susu milo yang enak.

Kyla sangat suka nongkrong bersama Dida, di sini. Tak peduli dengan statusnya apa, asal dirinya nyaman.

"Lama banget!!" gerutu Kyla menatap Dida setengah berlari.

"Gue lagi mandi ya! Lo dadakan banget sumpah." Dida menatap temannya itu tatapan memelas.

Kyla hanya cengengesan. "Lo butuh loker ngga?"

Dida menggelengkan kepalanya. "Masih fokus kejar si pria Turki."

Kyla tersedak. "Gila lo! Dikasih kerjaan malah nolak."

Dida menghela nafasnya. "Gue ngga enak kalau lo terus-terusan bantuin gue, Kyla."


"Kenapa?" Kyla membeo bingung.

"Yang gue pengenin adalah sukses dengan cara gue sendiri, nah lo harus dukung. Nanti, gue cari karyawati yang tepat buat lo deh suwer!!" Dida menatap serius Kyla seraya terkekeh.

Kyla mengangguk. "Lo masih trauma ya?"

Dida menggelengkan kepala. "Kyla dengerin gue, masalalu bodoamat deh ke laut aja. Masalahnya, gue cuma mau cari passion yang bikin gue nyaman."

"Oh gitu ya...." Kyla menganggukkan kepala, walaupun agak sempat kecewa. Namun dia tetap tidak boleh egois.

"Udah ah, daripada lo kek orang bingung mending kita jelong-jelong ke Bandung yuk!!" Dida menarik Kyla menuju tempat tinggalnya.

Kyla melotot. "Yang bener aje lo?! Ini weekend pasti macet deh!!"

Dida hanya tersenyum misterius. "Mending lo dandan ganti baju ya, ngga usah ribet bisr gue yang atur."

Kyla mengangguk menuruti perkataan sahabatnya. "Bener juga ya, kita butuh healing tapi pulang-pulang dompet menipis!"

Dida terbahak-bahak mendengarnya.


☆☆☆☆

Cuaca kota Bandung sangat dingin saat ini, mereka juga sedang memesan minuman hangat sambil menatap pemandangan kebun stroberi di depan mereka.

"Did, kalau gue jadi lo bakalan betah sih di sini." ujarnya menatap Dida kagum.

Dida mengangguk, saat ini mereka sedang berada di kota kelahiran Dida. Mereka tak jauh dari rumah peninggalan nenek Dida, yang sekarang ditempati oleh keluarganya.

"Gue juga mau tinggal di sini, tapi gue juga butuh cuan buat nyekolahin Adek."

"Bagus usaha lo, jangan kayak gue yang dateng ke kantor Mas Tian minta kerjaan." canda Kyla membuat Dida tersedak.

"Lo kok ngga cerita anjir?!" pekik Dida heboh membuat orang sekitar meliriknya tajam.

Kyla membekap mulut Dida dengan tangannya. "Ngga usah berisik! Gue ketemu lo juga mau jelasin kali."

Dida mengangguk lalu ia fokus menatap Kyla yang sedang mengatur kata-kata. "Oke, gue dengerin."

"Jadi itu, lo tau 'kan masalah ekonomi gue yang menurun. Tiba-tiba pria itu dateng bikin gue bingung, dia nyari papi pas gue ceritain dia malah nyuruh gue waspada."

Kyla menatap Dida yang menatapnya tak percaya, setelah menjelaskan semuanya barulah Dida mengerti hingga penjelasan Kyla membuka salon baru di Kemang.

"Kalau gue jadi lo, mending minta jadiin istri dia sih." Dida terkikik menatap Kyla yang meringis.

"Ngga kepikiran sampe situ, intinya dia orang baik."

"Hati-hati lo, nanti jatuh cinta sama dia!" goda Dida menyenggol bahu gadis itu.

Pipi Kyla bersemu merah. "Ya kali!!"


TBC

Hello, Mr Tian!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang