Selina's Came

37 3 0
                                    

Hari ini jadwal Tian tidak begitu padat, pasalnya semua telah dihandle oleh Dira. Jadi, ia merasa jenuh saat ini.

Tok tok

"Masuk!" seru Tian menatap pintu.

Muncul wajah Dira yang setengah ketakutan. "Permisi Pak, maaf menganggu waktu istirahatnya. Ada Ibu di depan."

Wajah Tian memucat seketika, Bundanya tidak pernah datang ke kantor untuk masalah sepele. Pasti terjadi sesuatu, di rumah. Ia memijat pelipisnya.

"Ya sudah, bilang ke Bunda tinggal masuk aja kenapa harus izin?" Tian memasang wajah datarnya.

Dira setengah ketakutan mengangguk, dan pamit diikuti seorang wanita paruh baya yang cantik wajahnya persis seperti Tian.

"Kamu lupa sama rumah?" sindir Selina dengan tatapan tajam.

Ia menaruh tas terbaru keluaran terbatas, lalu duduk di sofa memandang putranya.

"Ngga lupa sama sekali, tapi itu bukan rumahku." ujar Tian dingin.

Bukan ingin melawan atau durkaha terhadap Selina yang telah melahirkan dan membesarkannya. Hanya saja, ia tidak bisa mengungkapkan rasa kecewa di hatinya.

"Kenapa ngga pulang? Ayah selalu nyariin kamu, tolong pulang ke rumah. Bunda udah buat jadwal kencan buta sama anak teman arisan Bunda." Selina tersenyum sendu terdengar egois namun demi kebaikannya.

Tian berdecak kesal. "Aku belum mau!"

Selina menggelengkan kepalanya. "Dia seorang dokter muda yang sukses di usianya, lalu keluarganya juga terpandang terlebih Jeng Gina akrab sama Bunda."

Tian menatap Selina sendu. "Sampai kapan Bunda mau jodohin aku terus?"

Selina menghela nafas lelah, putranya masih trauma dengan kejadian yang menimpanya lima tahun silam. Gagal menikah dengan cinta pertamanya, Raquella. Gadis keturunan Belgia, tetangga masa kecilnya yang ternyata selingkuh dengan pria hidung belang.

"Sampai kamu ketemu sama jodohmu sendiri, mau sampai kapan jadi bujang? Bunda dan Ayah iri sama temen-temen yang bisa pamer cucu." Selina menahan air matanya agar tidak menangis di sini.

Tian menatap kaca yang tertuju pada suasana kemacetan ibukota. "Bun, maaf kalau belum bisa bikin Ayah sama Bunda bahagia tapi tolong sabar sebentar."

Selina menatap sengit putranya. "Udah lima tahun, Nak ...."

Tian hanya menunduk, sebenarnya ia masih ingin sendiri. Kekhawatiran kembali membuka hati belum ada, ia bukan pria yang suka bermain wanita seperti Leon. Hanya saja, untuk saat ini belum ada yang cocok apalagi Bundanya selalu menjodohkan dirinya dengan gadis-gadis pilihan Selina.


"Secepatnya dibawa ke rumah." ujar Tian dengan mantap.

Dirinya sendiri aja belum tahu siapa yang harus dibawa.

Selina berbinar, tubuhnya yang lemas mendadak sehat. "Bener ya? Bunda tunggu di rumah."

"Iya."

"Ya sudah, Bunda mau ke makam adikmu dulu udah lama ngga ke sana." Selina bangkit dari duduknya meninggalkan Tian yang termenung.

"Bian, lo beruntung punya Sarah yang sayang sama lo. Bahkan, sampe sekarang dia belum mau nikah. Masih ngurus anak lo tuh, si Felicia makin cantik." gumam Tian lirih.

Adiknya, Arbian atau disapa Bian. Lebih dulu menikah dengan teman kuliahnya Sarah. Menikah karena cinta memang menyenangkan, kesetiaan Sarah hingga mendidik Felicia yang sudah masuk SD itu membuat Tian ingin belajar banyak. Yaitu, mengikhlaskan.

"Andai lo masih ada, pasti lo seneng banget lihat Kyla ternyata masih hidup."

Tian jadi kepikiran Kyla lagi. Mungkin ia harus mengunjungi gadis tak peka itu.

"Ya kali gue udah tertarik sama bocah?" gumamnya seraya tersenyum lebar.

☆☆☆☆

"Nah, sekarang kita lanjut ke tahap basic gel polish ya. Di sini tahapan yang tadi saya ajarkan, udah paham?" Kyla menatap empat muridnya bergantian.

Mereka mengangguk. "Paham, Mbak!"

Kyla tersenyum bangga, mereka sangat cepat mengerti. "Oke, sekarang pilih tema sama warna bebas ya."

Mereka langsung melihat beberapa gel polish di depan dengan wajah terpukau.

"Nyaman tempatnya, Mbak Kyla." ujar salah satu di antara mereka.

Kyla tersenyum. "Makasih ya, semoga ke depannya bisa lebih baik lagi."

"Aamiin ...."

Tak lama suara lonceng seseorang masuk membuat Kyla yang fokus memperhatikan murid-muridnya menoleh.

"Loh, Mas mau datang ngga kabarin dulu?" heran Kyla menatap Tian yang membawa kopi berlogo petir.

"Pengen aja, oh kamu masih ada kelas ...."

Kyla mengangguk, mengekori Tian dan menyuruhnya duduk. "Iya, lagi kejar waktu."

Tian mengangguk, ia menatap Kyla yang begitu imut memakai midi dress warna ungu muda. "Habis kelas, ada acara?"

Kyla menggelengkan kepalanya. "Ngga ada, Mas. Hari ini juga belum ada jadwal customer baru buka minggu depan."

Tian mengangguk lalu berpikir sejenak. "Mau nonton bioskop ngga? Saya tahu kamu suka film laga, mumpung The Marvel baru keluar."

Mata Kyla berbinar langsung mengangguk antusias. "Mau dong!!"

Tian terkekeh hampir saja ia ingin mengusap kepala gadis itu. "Oke, kalau kelasnya udah selesai kita cabut."

"Oke."


Tbc
Maaf agak gantung, sampai bertemu part selanjutnya.

Hello, Mr Tian!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang