Pleasure

31 3 0
                                    

Wanita itu menyesap tehnya dengan anggun, matanya terus menatap tajam sang putra.

"Bagaimana? Belum juga?" sindir Selina dengan wajah remeh.

Tian menghela nafas. "Jadi, anaknya diajak makan bersama hanya untuk membahas hal itu lagi?"

Selina mengangguk. "Kalau memang belum temukan yang pas, Bunda akan carikan sesuai kriteria kamu."

Pria itu meringis, Bundanya selalu mendesak agar cepat memiliki istri agar ia bisa menimang cucu.

"Tapi Bu--"

"Sudah, Bunda kasih waktu tiga hari kalau kamu belum temukan juga akan Bunda carikan!!"

Mata Tian melotot saat itu juga, pasalnya ia memang belum mencari. Hal ini, membuat Tian mengangguk pasrah.

"Baiklah,"

"Lanjutkan makannya, jangan dibuang!" tegur Selina dengan wajah seramnya.

Tian mengangguk. "Inggih, Kanjeng Ratu."

Selina hanya tersenyum tipis, semoga saja ia bisa menghilangkan rumor bahwa Tian adalah seorang gay adapula yang menyebutnya aseksual.

"Bunda hanya ingin kamu bahagia dengan pilihanmu." gumam Selina menatap putranya yang lahap menyuap makanannya.


"Aku mendengarnya, Bun." sahut Tian dengan wajahnya kesal.

Selina tertawa renyah. "Tajam sekali kupingmu, Nak!"

"Like Father like a Son."

"Yea, that's it."

Selina bersyukur, Tian tetap ingin mendengarkannya daripada suaminya sendiri.

☆☆☆☆

Leon menatap datar ke arah Tian. Wajahnya seperti tak memiliki dosa.

"Lo serius mau kayak gitu? Sama aja nyuruh dia bayar sebagai hutang budi!"

"Ya nggak lah! Ini murni gue yang mau jadiin dia istri, lagian juga gue mulai tertarik sama dia." Tian tersenyum membayangkan wajah lucu Kyla yang terkejut kala itu.

Ada rasa sesak di dada Leon, ia yang menyukai Kyla namun tidak ada tindakan. Sekarang, ia sudah dikalahkan oleh Tian yang ingin meminang gadis itu.

"Lo nggak salah? Kalau dia nggak mau gimana?" hardik Leon tidak terima.


Tian menatap langit-langit kantornya. "Ya ... perempuan maunya diperjuangin 'kan? Gue mau lakuin itu biar dia nggak merasa bersalah."

Leon berdecih, menatap Tian kesal setengah mati. "Kalau dia tetap nggak mau?"

Tian mengernyitkan dahi, mendengar ucapan Leon yang sepertinya tidak terima kalau ia akan menikahi Kyla.

"Lo kenapa? Gue belum coba dan dukung dong!"

'Masalahnya, dia itu gebetan gue anjir!' jerit Leon dalam hati.

Mata Tian memicing, sepertinya ada yang tidak beres dengan sepupunya.

"Lo suka sama Kyla?" tuduh Tian dengan wajah tak suka.

Leon mematung seketika, ia menatap mata itu dengan tangan keringat dingin. Tian selalu menang dalam apapun, termasuk ingin memiliki Kyla. Apa ia harus jahat? Atau mengalah?

Leon hanya tersenyum lalu menepuk pundak Tian dengan mata menyorot sedih.

"Intinya, kalau lo mau serius sama dia. Jangan coba-coba sakitin anak sebaik itu, gue sama lo tauan gue Kyla dari kecil." Leon beranjak dari duduknya meninggalkan Tian yang terdiam.

"Jadi, lo suka sama Kyla? Gue nggak mau kalah start lagi." gumam Leon seraya pergi dari sana.

Tian duduk termenung, ia pusing memikirkan tiga hari lagi adalah waktu untuk memilih jodohnya.

Bagaimana jika Kyla menolak?

Jangan menyerah kalau belum mencoba, jadi lebih baik sakit dahulu.

"Kamu mau ikut saya?" tanyanya pada seseorang dari telepon.

"Ikut ke mana, Mas?"

Tian berdeham. "Ada deh, nanti kamu tahu intinya persiapkan diri."

"Eum ... iya udah, aku ikut!"

"Oke, terimakasih."

Setelah panggilan di tutup, Tian merasakan jantungnya berdebar tidak karuan. Apa ini benar rasa cinta?

Ia pernah merasakannya, ia sangat ingin mencintai dan memberikan segalanya untuk Kyla. Semoga.


Semoga doanya menjadi kenyataan, dan ia berhenti di teror oleh orangtuanya untuk menikah.




TBC.
SIAPA YG SETUJU MEREKA JADIAN?

Hello, Mr Tian!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang