Prolog

1.3K 117 21
                                    

Author's Note

Bismillah,
Apa kabar teman-teman pembaca?
Kali ini aku mau memperkenalkan proyek baruku yang diberi judul 'Muffazan'. Sedikit informasi saja Muffazan ini merupakan cerita lama yang dibuat ulang dengan judul sebelumnya 'I'm Lucas'. Hampir 80% isi ceritanya dibuat berbeda dari sebelumnya. Dan insyaallah akan rutin update setiap hari Jumat & Sabtu/pekan.

Terima kasih telah menunggu Lucas untuk kembali. Serta mohon saran dan mendukungnya demi meningkatkan kualitas cerita Muffazan ini. Silahkan tinggalkan komentar positif di kolom komentar.

Teman-teman bisa mendapatkan informasi mengenai update di akun Instagram @thalasoo24 / @ms.24blossom.

Waktu bergulir lebih cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu bergulir lebih cepat. Siang menuju malam terasa singkat. Bulir bening berjatuhan membasahi mantel biru pucat yang sudah hampir basah. Angin berembus kencang terasa sakit menusuk tulang-tulang. Matahari pun telah berganti shift dengan bulan. Gelapnya malam semakin menambah pilu perasaan.

Berkali-kali gue meniup kedua telapak tangan demi menambah hangat suhu tubuh. Hilir mudik orang yang akan pulang bekerja memadati area lorong-lorong stasiun. Tanpa kecuali seorang perempuan dengan pakaian serba hitam berdiri menanti kereta seraya memejamkan mata. Tangannya sibuk memijit tombol kecil pada benda yang ia selipkan di jari telunjuknya. Nampak tenang tak terusik oleh hingar bingar mereka yang memadati area tunggu stasiun.

Kaki ini terhenti setelah berjalan menyusuri jalan diiringi rintik hujan yang semakin deras. Hampir satu tahun berbaur dengan pribumi membuat gue tersadar akan satu hal, bahwa mereka yang tinggal di Singapura sangat senang berjalan kaki dibandingkan berkendara. Negara yang didaulat dengan angka harapan hidup tertinggi ketiga di dunia dengan rata-rata warganya bertahan hingga usia 87 tahunan. Tidak jauh berbeda dengan Indonesia sebenarnya.

Menilik jam tangan sekitar dua menitan lagi keretanya tiba. Saat pintu kereta terbuka secara otomatis, gue masuk dan mencari tempat duduk yang kosong. Rupanya hampir semua kursi terisi. Tangan merogoh saku mantel mencari sesuatu untuk menjejalkannya di telinga. Tangan mulai sibuk mencari playlist paling cocok untuk menemani perjalanan yang dilalui, sementara mata tetap sigap berjaga-jaga saat ada tempat duduk yang kosong akan segera mengisinya. Sebelah tangan berpegangan kuat pada hand strap dan tangan lainnya sibuk memainkan ponsel.

Kereta cepat kembali melaju. Sejak mengikuti program magang di salah satu perusahaan konstruksi di Singapura, gue lebih nyaman menjadi penumpang setia SMRT. Public transportation ternyata jauh lebih menyenangkan daripada berkendara pribadi. Sambil menunggu tempat duduk kosong, seperti biasa gue berselancar pada sebuah aplikasi sejuta umat-Instagram. Postingan pertama dalam kolom explore adalah yang membuat gue penasaran. Gue langsung mengklik postingan tersebut yang sama sekali tidak ada spesialnya, hanya foto dengan latar hitam. Tangan terus menggulir hingga ke bagian caption, pengirimnya mencantumkan sebuah sitasi yang diambil dari perkataan Buya Hamka-tokoh muslim serta sastrawan terkemuka yang berbunyi; bahwa cinta itu memiliki banyak pintu dan pintu yang terbaik itu adalah lewat rasa kasihan. Separuh logika gue gak bisa menerima sitasi tersebut. Dicintai hanya karena belas kasihan? Rasanya tidak logis. Meskipun faktanya gue pernah beberapa kali berbuat demikian, namun bukan berarti gue pun layak menerima hal tersebut. Dicintai hanya bermodalkan sebuah rasa kasihan. Sungguh ironis!-gue manampik.

MuffazanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang