Sejauh apapun kaki melangkah pergi, suatu hari pasti akan pulang. Pulang yang hakikat sebenarnya adalah kembali kepada Sang Pencipta. Hanya karena satu cahaya dari sorot mata seorang hamba-Nya mampu mengoyak habis dinding keimanan.
Bismillah, Hallo, apa kabar? Muffazan balik lagi ya.
Sebelumnya aku mau minta maaf ya, karena pekan kemarin dengan terpaksa gak bisa update karena ada hal lain yang harus dikerjakan. Untuk pekan ini aku kembali update 2 chapter ya!
Disclaimer: di bagian ini ada potongan dialog yang bersumber dari kajian Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri.
⋆。‧˚ʚ🍓ɞ˚‧。⋆
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Lucas, Ustaz…” Gue mengulurkan tangan lebih dulu, setelah El memperkenalkan gue ke Ustaz Khaleed.
Ustaz Khaleed menyambutnya dengan senyum yang sangat ramah. “Mari duduk di sebelah sini, sepertinya acara akan segera dimulai.” Ustaz Khaleed menuntun gue duduk di sebelahnya.
Duduk berdampingan bersama pemuka agama membuat gue mendadak mengalami gejala tremor fisiologis. Groginya melebihi bertemu crush. Sendi lutut seperti mau copot, gemetar sampai gak berani menggerakkan mata menatap yang lain terlebih pembawaan Ustaz Khaleed benar-benar adem sekali. Gue sering duduk bersama dengan Pendeta Liem, mungkin karena kami sudah akrab jadi gak terlalu canggung seperti ini. Wajarlah, gue juga baru mengenal Ustaz Khaleed hari ini.
“Baiklah untuk mempersingkat waktu, silakan ustaz…” Aqsha selaku pembawa acara terpilih hari ini mempersilakan Ustaz Khaleed.
Ahh… gue bisa bernafas lega. Ustaz Khaleed maju ke depan, spontan gue melirik sekitarnya. Dyo dan Syan tertangkap basah tengah menertawakan gue tanpa suara di sebrang sana. Rupanya mereka memperhatikan gue.
Semua yang turut hadir duduk dengan tenang serta fokus ke Ustaz Khaleed yang ada di depan. Di samping gue sudah ada El dan Aqsha yang baru saja bergabung. Sebenarnya gue gak tahu harus berbuat apa, awam sekali dengan event Ramadhan seresmi ini. Tapi tidak ada salahnya untuk ikut mendengarkan. Lagipula yang disampaikan para pemuka agama itu merupakan sebuah nasihat, siapa tahu akan bermanfaat di kemudian hari.
“Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sudah hari ke berapa kita berpuasa?”
Gue menatap kanan-kiri. Semua serempak menjawab. “Ke sembilan.”
“Hari ke sembilan ya? Bagaimana lancar?”
“Alhamdulillah.”
“Alhamdulillah apa? Alhamdulillah lancar atau alhamdulilah apa?” Ustaz Khaleed mesem-mesem di depan mimbar.
“Semoga semuanya dilancarkan ya! Baiklah, hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebuah keberuntungan bagi kita diberikan kesempatan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala kembali dipertemukan dengan bulan Ramadhan. Bulan yang penuh dengan ampunan, bulan yang penuh keutamaan dan keistimewaan. Dimana pintu surga dibuka oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan pintu neraka ditutup rapat-rapat. Dan di setiap malamnya ada banyak manusia yang dibebaskan dari api neraka. Oleh karena itu bagi orang-orang yang hendak melakukan kebaikan, maka segeralah dan maksimalkan bulan ini. Dan bagi anda yang punya rencana maksiat dan kemungkaran, maka hentikanlah maksiatnya.”