Author's NoteBismillah, sebelumnya aku mau meminta maaf karena pekan kemarin tidak sempat update Muffazan.
Tekan tombol bintang sebelum/sesudah membaca, dan jangan lupa kirim dukungan melalui komentar yang baik.
Follow Instagram @thalasoo24 / @ms.24blossom untuk informasi mengenai update.
Happy reading
⋆。‧˚ʚ🍓ɞ˚‧。⋆
Perjalan Jakarta-Bandung kali ini ditemani Syan yang mendapatkan tugas dadakan dari kantornya. Sebagai auditor Syan termasuk yang lebih banyak bekerja di kantor berbeda dengan gue. Hanya sesekali berkunjung ke klien-nya.
Pak Ibrahim dari PT. Elang Mandiri sebelumnya sudah meminta pertemuan ini dilakukan di home base-nya yang ada di Bandung. Namun, sekitar jam lima pagi ia baru mengatakan ingin mengganti venue dari Hotel Savoy Homann ke Dago Heritage. Meeting sekaligus undangan bermain golf.
"Lemes banget lo!" Cibir gue pada pria muda yang duduk di kursi penumpang sambil sandaran.
Syan berdecak, "hari pertama puasa bro. Gue gak tidur semalaman bikin kepala mau pecah rasanya." Cicitnya sambil memijat kening.
Gue baru ingat, hari ini awal ramadhan. Padahal semalam Arabella mengingatkan gue membelikan bibi makan untuk sahur. Rupanya memang betul semalaman kami tidak tidur.
"Gue juga gak tidur, biasa aja tuh!"
Syan mendelik, gue terkekeh.
"Ya lo gak puasa minimal bisa minum kopi buat nahan ngantuk!"
"Apa bedanya? Lo juga makan sahur kan? Gue gak sarapan." Bela gue menggoda Syan.
Anak tunggal kaya raya itu tak membalasnya lagi. Ia memilih menaikan jas menutupi wajahnya. Syan adalah manusia paling sabar ke dua setelah El, terlebih saat usilnya gue dan Dyo sedang kumat.
Bulan ramadhan juga menjadi bulan yang gue rindukan. Pasalnya tidak hanya umat Islam saja yang menyambut dengan suka cita, sebagai nonis yang sejak kecil berada di lingkungan muslim gue juga begitu menantikan bulan suci Ramadhan. Sejak kecil gue paling senang setiap kali diajak bibi ke pasar tradisional untuk berburu takjil, atau gue juga sering keluar diam-diam untuk bermain di masjid dekat rumah menjelang shalat tarawih, dan puncaknya gue sering ikut takbiran keliling bersama teman-teman kecil gue. Sampai suatu hari tertangkap basah oleh bà ba, dan berakhir dihukum tidak diperbolehkan keluar rumah lagi. Sejak saat itu dari mulai berangkat sekolah sampai pulang selalu ditemani sopir, dan itu membuat jiwa nakal gue berontak. Meskipun tetap tidak bisa berbuat apapun.
"Eh, lo gak balik lagi hari ini ke Jakarta kan Can?"
Orang di samping gue hanya menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muffazan
RomanceSejauh apapun kaki melangkah pergi, suatu hari pasti akan pulang. Pulang yang hakikat sebenarnya adalah kembali kepada Sang Pencipta. Hanya karena satu cahaya dari sorot mata seorang hamba-Nya mampu mengoyak habis dinding keimanan.