Bab 4. Menghindari

1.1K 32 0
                                    

"Aku akan ke rumah ibu," gumam Fariz memberitahu.

Padahal Dinda baru pulang dari supermarket. Ia mendapati Fariz sudah berdiri tegap di depan pintu kamar. Sesaat terjadi keheningan, Dinda hanya diam melihat wajah pria itu masih lemah.

Perlahan berjalan ke depan, Fariz malah mundur ke belakang seperti enggan didekati. Dinda mengernyitkan dahinya cukup kecewa.

"Izinkan aku ke rumah ibuku," pintanya lagi.

Dinda menghela napas berat, apakah Fariz merasa terkekang bersamanya hingga meminta izin seperti ini?

"Pergilah, aku juga tidak punya hak untuk melarangmu," ujar Dinda dengan tatapan kosong.

Setelah mengatakan itu, Dinda berjalan masuk ke dalam kamar. Fariz juga tak peduli, ia segera pergi setelah mendapatkan izinnya.

Dinda terduduk lemas di atas ranjang. Apakah Fariz benar-benar pergi ke rumah ibu atau hanya alasan lain untuk menghindarinya?

"Padahal dia belum sembuh," gumamnya khawatir.

Dinda menggapai HP-nya lantas mengetik pesan untuk Fariz. Ia berulangkali memastikan apakah kalimatnya sudah benar atau tidak.

Ting

Hati-hati

Centang dua, artinya Fariz dalam keadaan online sekarang. Dinda berharap Fariz segera membalas pesannya, tapi hal sebaliknya malah terjadi. Fariz hanya membaca pesannya, enggan untuk menjawab.

Apa mungkin isi pesannya tidak begitu penting? Iya, pesannya terlalu singkat dan kaku.

Kabari aku kalo sudah sampai

Baru ingin mengirim, Dinda malah menghapus pesannya dan diganti dengan kalimat.

Salam buat ibu

Kembali, Dinda menghapus pesannya. Entah kenapa ia begitu takut membuat Fariz risih. Apakah mereka akan kembali asing seperti dulu?

****

Dini tampak duduk santai di halaman belakang rumah. Ia sedang membaca buku ditemani gemericik air mancur dari arah kolam renang. Ia begitu fokus sampai lupa ada sosok Zahid yang sedang mengamati cukup dalam.

"Din—"

Baru tiga huruf saja Dini langsung sigap dari duduknya. Ia melepas bukunya segera menatap Zahid yang sedang berdiri di ambang pintu sambil menyilangkan tangan di dada.

Wajah pria itu tampak bugar karena baru selesai mandi. Badannya yang atletis cukup membuat Dini terlihat pendek jika berdiri di sisinya.

"Apa suaraku menganggumu?"

Dini menggeleng ringan, ia memperbaiki letak kacamatanya lantas berdiri untuk menunjukkan sikap santun.

"Apa buka puasa kita hari ini?" Tanya Zahid.

Sejenak terjadi keheningan, Dini hanya diam menatap Zahid. Apakah maksudnya ia harus memasak untuk menyiapkan sarapan?

"Aku tidak bisa memasak," ungkap Dini terang-terangan.

Ekspresi Zahid seketika berubah. Alisnya terangkat seolah tak yakin mendengar pernyataan itu.

"Aku akan belajar memasak, tapi untuk saat ini aku tidak bisa menyiapkan makanan," lanjut Dini.

"Bagaimana kalo aku memintamu untuk menyiapkan makanan sekarang?"

Dini tampak diam tidak berekspresi. Begitupun Zahid yang juga diam menatap Dini. Mereka sama-sama diam saling tatap.

"Apa definisi rumah tangga menurutmu?" Tanya Dini cukup dingin.

Zahid menghela napas panjang. Ia berjalan mendekati Dini lalu mendudukkan gadis itu di kursi panjang. Keduanya duduk dengan wajah menghadap depan.

Sujud Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang