Bab 5. Surga ke-2?

1.2K 31 0
                                    

Sejak Zahid marah padanya, Dini tampak sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makanan. Ia tidak mau dituntut di akhirat karena menjadi istri yang durhaka kepada suaminya.

Meskipun ia baru tau beberapa alat dan bahan makanan di atas meja, ia berusaha melihat tutorial di platform YouTube untuk membuat satu jenis makanan yang menurutnya enak.

Soto ayam, sore-sore ia sudah pergi ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan. Andai dulu ia belajar memasak seperti Dinda, pasti dia tidak akan berakhir bingung dengan bahan-bahan yang ia beli ini.

Kebetulan minggu ini Zahid berdiam diri di rumah sambil fokus membaca beberapa dokumen di ruang kerjanya.

Prang

Lagi-lagi ia mendengar suara piring pecah. Zahid mengernyit heran seolah bertanya apa yang terjadi? Ia segera menutup dokumennya lantas pergi menuju sumber suara.

Dini sedang sibuk membersihkan pecahan piring di permukaan lantai. Zahid menghela napas berat, ia terus saja mendapatkan keanehan pada sikap istrinya.

Hampir seminggu mereka menjalani pernikahan, setiap hari Dini pasti menjatuhkan piring. Entah karena ia teledor atau tidak bisa memegang piring?

"Auw," ringis Dini mendapati jarinya tergores pecahan beling.

Zahid terus saja mengamatinya, ia bukan tipe pria yang begitu khawatir sehingga memegang tangan Dini lalu mengobatinya seperti di film-film.

Tidak, Zahid malah mengambil sapu lalu membersihkan pecahan piring dan mengacuhkan Dini yang sedang kesakitan.

"Sudah piring ke-tujuh, tapi, kamu tidak bisa belajar dari pengalaman," sindir Zahid.

"Iya, aku minta maaf."

"Berulang kali meminta maaf pada kesalahan sama tidak akan membuatmu sadar."

"Apakah lebih berharga piring itu dibandingkan istrimu?"

Zahid dan Dini saling menatap dingin, setiap hari pasti ada perdebatan di tengah rumah tangga mereka.

"Obati tanganmu," suruh Zahid mengalah.

Ia melanjutkan membersihkan pecahan beling itu. Berbeda dengan Dini yang memilih pergi meninggalkan dapur. Ia cukup kesal karena Zahid selalu saja memarahinya.

"Bukankah kamu ingin memasak?"

"Tidak!"

Zahid lagi-lagi menghela napas panjang. Ia melirik ponsel istrinya yang masih bersuara menunjukkan video tutorial memasak.

"Aneh, baru belajar saja sudah mau masak soto ayam," ujarnya tersenyum kecil.

****

Terlihat Fariz sedang memapah Dinda untuk belajar berjalan seperti biasa. Untung saja patah tulang pada pergelangan kakinya tidak cukup parah sehingga satu minggu kemudian bisa sembuh, namun harus tetap dituntun.

Sama seperti bayi yang baru bisa berjalan, Fariz tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya ketika melihat Dinda berusaha melangkah ke arahnya.

"Sedikit lagi," ujar Fariz menyemangati.

"Cukup," balas Dinda tidak tahan lagi.

"Ayo, aku akan memberimu pelukan jika melangkah dua kali lagi."

"Hanya pelukan?" Beo Dinda menyilangkan tangan di dada seperti gadis yang merajuk.

Fariz cukup geli melihatnya, ekspresi Dinda mirip seperti anak kecil yang tidak diberikan ice-cream oleh kedua orang tuanya.

"Apapun yang kamu mau."

"Benarkah?" Kali ini Dinda menatap sumringah.

"Iya, Dinda."

Sujud Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang