Bab 32. Kecuali Dinda

2.1K 52 8
                                    

"Ayah sudah tahu semuanya, Fariz."

Fariz menghela napas berat seolah pasrah, Dini pasti sudah memberitahukan semuanya pada Kiyai Zakaria. Ia hanya terduduk diam, bersiap-siap menerima ceramah dari mertua yang sudah ia khianati putrinya.

Kiayi Zakaria tampak kecewa, ia menatap menantu kesayanganya dengan tatapan nanar. Begitu tinggi harapannya pada Fariz untuk menjaga putri kesayangannya, tapi pada akhirnya harus diduakan karena keadaan. Tidak ada kabar Fariz untuk memberitahunya, tiba-tiba saja ia mendapakan kabar buruk itu dari Dini.

"Saya paham kondisi kamu, Fariz. Tapi, jika kita kembalikan pada syariat agama, caranya sangat salah. Saat berpoligami, maka kamu harus meminta izin terlebih dahulu pada istri pertama kamu, apakah dia ridha dimadu? Semua harus punya pertimbangan yang matang," jelas Kiyai Zakaria cukup bijak.

Nyai Fatimah menghela napas berat, "Mana ada orang tua yang tega melihat anaknya dimadu, Fariz? Ibu bahkan tidak tega memberitahukan hal ini pada Dinda, kita lihat saja bagaimana kondisinya sekarang? Dia tidak boleh mendengar berita buruk untuk menjaga kesehatannya," lanjut Nyai Fatimah kecewa.

"Tentu, kamu tau kan mana yang harus diprioritaskan sekarang? Tolong, simpan dulu cerita ini sampai Dinda benar-benar sembuh," peringat Kiyai Zakaria.

"Untuk satu bulan ke depan biarkan kami yang mengurusnya di pesantren," ungkap Nyai Fatimah berhasil membuat Fariz menatap kaget.

"Kamu tidak bisa mengurus dua istrimu sendirian, melihat kondisi Dinda masuk rumah sakit dan koma selama seminggu lebih, ibu jadi tidak yakin kamu bisa menjaga Dinda dengan baik," jelasnya sedikit menyindir.

"Dinda juga tidak mungkin bisa mengurus kamu untuk saat ini. Meskipun kamu menolak, Ibu akan tetap membawa Dinda pulang ke rumah," tegas Nyai Fatimah tidak bisa diganggu gugat.

"Jangan repot-repot khawatir, urus saja istri keduamu!" telaknya tajam menusuk hati Fariz.

Kiayi Zakaria menghela napas panjang, ia paham kondisi istrinya yang sedang marah karena persoalan poligami. Semua perempuan memiliki perasaan halus sehingga tidak mudah menerima poligami secara mudah.

"Benar kata ibu kamu, Fariz. Izinkan kami mengurus putri kami untuk satu bulan ke depan," putusnya.

Fariz terdiam cukup lama, ia juga memiliki niat yang sama untuk menjaga istrinya sebaik mungkin. Ia juga sudah bertekad akan selalu ada di samping Dinda untuk menjaga kesehatannya. 

"Fariz juga harus ada di samping, Dinda_"

"Setelah apa yang kamu lakukan? Kamu masih bisa menunjukkan wajah kamu seolah semuanya baik-baik saja?" potong Nyai Fatimah geram.

Fariz mulai mendudukkan diri di depan Nyai Fatimah, memegang tangannya berharap ibu mertuanya bisa mengerti keadaannya.

"Fariz minta maaf, bu. Fariz sama sekali tidak berniat mengkhianati Dinda. Izinkan Fariz mengurus Dinda agar Fariz tidak merasa bersalah atas semua ini," mohonnya.

Nyai Fatimah menepis tangan Fariz semakin tidak terima, "Omong kosong, Fariz. Kamu melakukannya secara sadar tanpa memikirkan perasaan Dinda sebelumnya. Sampai sekarang kamu masih menjadi pengecut yang berusaha menyembunyikan semua tabiat kotormu. Ibu tidak terima anak ibu dizalimi seperti ini!" bentaknya dengan mata memerah menahan amarah.

Kiyai Zakaria berusaha menengahi, "Sudah, nak, kamu bisa mengunjungi pesantren kalo ingin bertemu Dinda nantinya."

"Tapi, Dinda masih menjadi istri Fariz, Ayah," adunya merasa tidak terima. "Kalian berusaha memisahkan Dinda dari Fariz padahal Dinda masih menjadi tanggung jawab Fariz untuk saat ini."

"Ini satu-satunya jalan terbaik untuk Dinda, kamu tidak boleh egois!" sanggah Nyai Fatimah.

"Apakah Dinda bakal terima keputusan ini?" Debat Fariz.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sujud Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang