Dini berusaha mengamati dirinya di depan cermin. Apakah ia terlihat rapi atau tidak? Pasalnya ini adalah hari pertama ia mendapatkan wawancara kerja setelah Zahid memberikannya izin bekerja.
Ah, awalnya Zahid menolak mentah keinginannya. Tapi, karena ia mengajukan beberapa alasan yang masuk akal. Zahid tak bisa menolak dan akhirnya mengalah untuk memberikannya izin.
Universitas Islam Al-Azharah adalah universitas swasta yang cukup terkenal di Jakarta. Ia memilih universitas ini karena direkomendasikan oleh Zahid dan cukup dekat dari rumah. Kebetulan universitas ini membuka lowongan pekerjaan untuk staf pengajar di fakultas Ushuluddin dan Dakwah.
"Bapak sudah menunggu, silahkan masuk."
Dini tersenyum ramah, sejenak ia menghela napas panjang lantas masuk ke dalam ruang wawancara. Jantungnya cukup bergetar karena ini pertama kalinya bertemu dengan lawan jenis di tempat umum sebagai seorang wanita yang berlatar belakang pendidikan pesantren.
Lho, bapaknya dimana? Tanya Dini dalam hati karena ia mendapatkan meja dan kursi yang kosong. Tunggu, ia memicingkan matanya pada papan nama yang ada di atas meja, Dr. Fariz Malik Ar-Rasyid, Lc, MA.
Deg
Kenapa papan nama di sana menyebutkan nama Fariz? Ia meneguk saliva cukup takut, ia berusaha berpikir positif bahwa orang yang akan ia temui sekarang hanya memiliki nama yang sama dengan Fariz. Tolong, jika ia bertemu dengan Fariz maka ia tidak bisa bekerja di sini.
"Selamat pagi."
Suara pria dari arah belakang cukup menggetarkan hatinya. Ia menutup mata seolah tidak mau menerima kenyataan.
Pasti bukan Fariz!
"Mohon maaf Bu, bapak Fariz saat ini sedang ada kegiatan. Jadi, saya yang akan menggantikan beliau untuk wawancara hari ini."
Napas Dini sedikit lega, meskipun begitu ia tetap khawatir tentang orang yang ada di balik nama Fariz itu. Apakah orang asing atau orang yang ia cint—
"Bisa kita mulai sekarang?"
Dini sigap mengangguk cepat. Ia mulai fokus dan tidak ingin memikirkan hal lain. Terlihat ia mulai menjawab satu persatu pertanyaan yang diajukan dengan lancar.
Hampir 30 menit, Dini akhirnya keluar dari ruangan itu dengan senyum merekah. Pasalnya ia langsung diterima tanpa embel-embel akan dikirimkan email untuk pengumuman. Jadi, besok ia bisa mulai bekerja menjadi staf dosen di universitas ini.
Saat sedang berjalan santai melewati salah satu lobi, dimana sisi kanan dan kirinya terdapat taman bunga. Dini menyadari ada yang menganggu matanya di depan sana. Ia tak mampu melangkah lebih depan lagi karena pria yang ada di sana juga tak sengaja menatapnya. Suasana kampus yang ribut tiba-tiba hening dalam sekejap.
Mereka bertemu lagi!
Fariz dan Dini sama-sama hening ketika mereka tak sengaja bertemu di tengah-tengah lobi. Dini berusaha menetralisir kegugupannya. Ia mulai melangkahkan kakinya perlahan ke depan, begitupun Fariz juga melakukan hal sama.
Hening, mereka berpapasan seperti orang asing. Tidak ada basa-basi, bahkan angin sekalipun bisa terdengar karena suasana begitu sepi pada detik yang sama.
Hubungan mereka sudah berakhir, ah, bukan, mereka bahkan belum memulainya. Kenapa juga harus dikatakan berakhir?
Dini masuk ke dalam mobil Zahid dengan perasaan kecewa. Ia sungguh kecewa, sejujurnya ia begitu berharap Fariz bisa menyapanya lagi. Hubungan mereka bukan lagi seperti ipar, tapi orang yang benar-benar asing dan dihindari!
"Jangan sedih, hidup ini emang harus seimbang. Kalo tidak diterima ya ditolak. Kuncinya adalah tetap ikhtiar dan qanaah pada Allah swt. Yaudah, kali ini aku bakal ngabulin apapun yang kamu mau," Cibir Zahid merasa senang melihat wajah Dini yang keliatan cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sujud Terakhir
Roman pour AdolescentsAdinda tau tentang perasaan yang dipendam oleh suaminya. Pria yang ia nikahi karena perjodohan massal di pesantren ternyata mencintai orang lain yang notabennya adalah saudara kembarnya sendiri. Setiap hari Adinda hanya merasa asing di dekat pria it...