Renata Pov
Udara sore yang sejuk memang membuat naluriku untuk memakan sesuatu muncul secara perlahan. Akan tetapi, aku merasa malas jika harus keluar rumah hanya untuk membeli satu jenis jajanan yang ku idamkan. Maka dari itu, aku menuliskan pesan status pada aplikasi Instant Messenger sekaligus menghibur diri di kamar yang ditemani dengan kasur empuk.
Namun, aku tak pernah menduga jika pesan statusku itu akan membuat dua pria yang ku kenal datang secara bersamaan. Ditambah lagi, keduanya membawa kudapan yang sama, memenuhi kebutuhan nyamilku yang tertunda karena malas keluar rumah.
"E-eh, kok jadi barengan gini??" Aku berujar dengan sedikit tergagap sembari menatap Kevlin dan Jeff bergantian.
"Aku tadi baca statusmu langsung, Re. Langsung deh on the way, beli martabak telor," tanggap Jeff dengan senyum simpul.
Hal serupa juga meluncur dari bibir Kevlin, "Aku juga, Re. Kebetulan, aku udah lama mau icipin kamu martabak langgananku."
"O-oh, gitu." Aku berujar dengan sedikit tergagap. Ku pikir apa yang dilakukan Kevlin hanya lah sebatas kebetulan saja, bukan karena ia tak ingin kalah dengan Jeff. Sangat mustahil jika itu terjadi karena Kevlin tak begitu mengenal dekat Jeff dan apa yang dipikirkan oleh mahasiswa senior tersebut.
"Masuk dulu yuk." Aku kembali berujar, menyambut kedua laki-laki yang masih setia melayangkan senyum manis padaku. Bersama dengan kalimat ajakan itu, aku memberikan isyarat dengan melebarkan pagar yang terbuka dan membiarkan keduanya masuk.
Saat mereka telah tiba di ruang tamu, aku kembali bersuara, "Kalian duduk sini ya. Aku buatin minum dulu."
Kemudian, aku pun berlalu dari antara keduanya dan melangkah menuju dapur. Dengan perasaan bingung bercampur penasaran, kedua tanganku mulai berkutat dengan teh celup dan gelas yang ku isi dengan air hangat.
End of POV
-**-
Kevlin PovSaat ini, meski diriku tampak tenang dan terlihat baik-baik saja di hadapan Renata, aku tetap bertanya-tanya tentang kehadiran pria yang kini duduk berhadapan denganku.
Aku sesekali melempar tatapan, menelisik wajah tampan dari laki-laki yang terlihat menyukai Renata itu. Entah mengapa, aku merasa kurang suka melihat kehadiran pria berlesung pipi yang tinggi badannya melebihi diriku.
Ada rasa tak terima di hati ini jika memang laki-laki itu bermaksud untuk melakukan pendekatan dengan sahabat wanitaku, Renata. Namun, aku sadar bahwa diriku yang hanya berstatus sebagai sahabat tak pantas untuk melarang kebebasan Renata.
Coba saja bayangkan rasa hati dan kenyataan yang saat ini sangat kontras berargumen dalam diriku. Sungguh terasa lucu bukan? Tapi, seperti itu lah faktanya. Aku yang selalu menganggap Renata sebagai sahabat perlahan takut jika ada laki-laki lain yang berusaha mendekatinya. Dalam arti lain, aku mulai posesif terhadap gadis berwajah manis dengan tubuh ramping bak barbie hidup itu.
Memang seharusnya aku tak boleh seperti ini, apalagi aku masih dalam status break hubungan dengan Camilla. Aku yakin jika ku utarakan ini pada teman-teman laki-laki yang ada di grupchat, mereka akan mengataiku sebagai laki-laki yang egois. Oleh sebab itu, untuk saat ini, aku akan menahan rasa tak nyaman yang muncul dan meneliti ulang jika perasaanku pada Renata hanyalah sesaat atau menetap.
"Silakan diminum tehnya. Maaf, aku cuman suguhin kalian ini." Suara lembut milik Renata terdengar bersama dengan kehadirannya yang kini sedang meletakkan dua cangkir teh dengan asap yang masih mengepul.
"Duh, engga masalah, Re. Tanpa kamu buatin teh, aku juga udah senang kok lihat kamu aja," tukas laki-laki yang duduk di sebelah kananku dengan senyum merekah.
Apa itu? Apa dia mencoba merayu sahabat perempuanku?? Sungguh ahli menjinakkan hati para gadis rupanya. Sekali lagi, aku merasa geram melihat tingkah laku pria yang disapa sebagai Jeff ini.
"Kak Jeff bisa aja ngomongnya," tandas Renata dengan ulasan senyum tipis dan lirikan pada Jeff sekilas.
Setelah mendengar respon tersebut meluncur dari bibir mungil Renata, aku menimpali, "Re, martabaknya buruan dimakan. Nanti kalau dingin, engga enak lho."
Renata yang mendengar ujaran dariku menatap lekat dan mengangguk dengan senyum mengembang. Kemudian, ia meraih sekotak martabak telor yang tadi ku belikan dan membukanya, membiarkan uap dari makanan berminyak itu menguar hingga aroma lezat menyapa indra penciumanku.
"Kita makan sama-sama," ucap Renata sembari menyodorkan sekotak martabak telur yang tersusun rapi pada Jeff.
Mendapat tawaran dari Renata membuat Jeff semakin melebarkan senyumnya dan kembali bermanis-manis pada sahabat perempuanku. Tingkahnya yang seperti kadal sungguh membuatku muak.
"Thank you, Re." Jeff menanggapi sembari meraih sepotong martabak telur dan melahapnya perlahan.
Kemudian, Renata menyodorkan kotak martabak padaku dan menatapku lekat, memberikan sinyal secara tidak langsung agar aku mengambil sepotong martabak sesuai dengan yang dilakukan oleh Jeff. Akan tetapi, aku tak ingin mendahului Renata dalam menjajal kudapan favorit banyak orang itu. Aku memilih untuk menggunakan prinsip 'Ladies' First'.
"Kamu ambil dulu, Re. Ini 'kan aku beliin buat kamu," ujarku dengan ulasan senyum tipis.
Lalu, Renata pun menuruti perkataanku dan kembali menyodorkan kotak dengan isian martabak yang terbilang masih banyak. "Ini isiannya tebel banget, beda sama martabak yang Kak Jeff beliin, Kev." Ia berkomentar sembari mengamati detail martabak yang kini berada di genggaman tangan kanannya.
Aku menyunggingkan senyum penuh kemenangan sembari menatap Jeff dengan tatapan remeh. Kali ini, aku merasa menang karena membelikan martabak dengan kualitas yang lebih baik dan sepertinya disukai oleh Renata.
"Iya, Re. Selain isiannya banyak, harganya juga murah. Biasa langganan papa sama mamaku." Aku menanggapi seraya memamerkan deretan gigiku yang rapi beserta mata tersenyum pada Renata.
Renata yang awalnya menatap detail pada martabak di genggaman perlahan melahap dan mengunyah. Beberapa detik kemudian, ia kembali berujar dengan binar mata yang memancarkan rasa terkejut bercampur antusias, "Ehm, bumbunya kare ya. Baru kali ini aku makan martabak ayam bumbu kare kaya gini."
"Maka dari itu, engga salah 'kan kalau aku beliin kamu lengkap sama martabak manisnya." Aku kembali merespon dengan senyum yang belum juga pudar dari wajah ini.
Di saat yang bersamaan, suara tenor milik Jeff kembali terdengar. "Re, kamu engga penasaran sama martabak telur yang aku beliin? Ini juga enak lho," ucapnya sembari meraih kotak martabak yang berwarna coklat dan membukanya perlahan.
Sorot mata Renata yang awalnya terpaku padaku, kini beralih pada Jeff yang sedang menawarkan martabak telur pemberiannya pada sahabat wanitaku yang berparas manis itu.
Renata kembali mengulum senyum lembut dan meraih satu potong martabak yang ditawarkan oleh Jeff. Sangat terasa dari ekspresi wajah itu jika Renata hanya berusaha menghargai pemberian dan keberadaan senior laki-laki yang sedang duduk di sisi kiriku ini.
"Hmm, ini yang original, Jeff. Biasa aku juga beli yang seperti ini. Kalau yang dibeli Kevlin barusan, aku baru pertama kali coba." Renata melahap dan mengunyah martabak telur polos tanpa bumbu kare terselip di dalamnya.
Seketika itu juga, aku menatap mimik wajah Jeff yang memancarkan senyum tipis dan binar kekecewaan. Sepertinya, ia juga ingin membuat Renata terkesan dengan pemberiannya, namun hal tersebut tak sesuai dengan angannya.
Sekali lagi, rasa lega kembali menyambangi hati ini saat mengetahui bahwa Renata terkesan dengan makanan yang ku berikan. Selain itu, aku tak lagi merasa takut tersaingi oleh Jeff yang sedang berusaha mendekati Renata.
Akan tetapi, di sisi lain, aku sadar jika perasaanku saat ini pada Renata terlalu berlebihan sebagai seorang sahabat. Apakah aku mulai menaruh ketertarikan pada Renata dan mulai tidak setia pada Camilla yang sedang menjauh dariku? Ah, pertanyaan itu perlahan membuatku sedikit kebingungan karena baru hari ini aku merasakannya dan semuanya terjadi begitu saja.
TO BE CONTINUED..
Selamat Idul Fitri semuanya 🙏
Maaf aku baru up, aku lagi ada di fase kurang motivasi nih. Thank you ya buat yang udah ngertiin dan masih ngikutin cerita ini. Update soon! Masih lanjut kok. 😀
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold You Forever
RomanceAwalnya, Renata mengira bahwa Kevlin akan terus menanti dan bersabar terhadap sikap Camila yang terbilang kurang sabaran dan cukup posesif. Akan tetapi, satu hingga sekian peristiwa membuat Kevlin mengutarakan keluh kesah padanya. Renata yang diam-d...