-37-

142 9 0
                                    

Renata pov

"Kev, aku bingung sama ucapanmu. Semuanya, terasa engga nyata buat aku." Aku merespon ucapan Kevlin yang sukses membuat perasaanku berantakan serta campur aduk saat ini.

"Ini nyata, Re. Aku suka dan nyaman sama kamu. Engga ada yang palsu." Kevlin sekali lagi meyakinkanku bahwa apa yang diucapkannya memang tulus dari hati.

"Sebentar. Nanti, sampai rumah, kita bahas." Aku sengaja menjeda obrolan sekaligus memberikan waktu untuk diriku sendiri agar bisa mencerna semua yang baru saja terujar dari bibir Kevlin dengan sadar dan benar. Aku tak ingin terperangkap dalam harapan semu yang berujung membuat hatiku resah dan sedih.

-**-

"Ini minuman dan camilannya, Non Rena. Silakan dinikmati." Suara asisten rumah tangga yang berusia di kisaran empatu puluh lima tahun terdengar bersama dengan senyum ramah seraya berlalu dari hadapanku dan juga Kevlin.

Kemudian, Kevlin mulai membahas obrolan yang beberapa menit lalu sempat tertunda. "Re, apa menurutmu aku bercanda dengan pengakuanku di mobil tadi?" Ia bertanya dengan tatapannya yang membingkai pada wajahku. Hal itu selalu membuat diri ini tak berani beradu pandang dengannya.

"Bisa jadi 'kan, Kev. Apalagi, kamu juga baru putus dari Camilla. Apa pun bisa terjadi, tergantung dari niatmu gimana ke aku." Aku menanggapi dengan sorot mata yang menuntut penjelasan.

Kevlin yang paham akan maksud dari ujaran Renata kembali bertanya meski hanya sekadar menebak isi kepalaku, "Kamu takut kalau aku belum sepenuhnya move on dari Camilla?"

"Itu juga salah satunya. Kamu 'kan pernah bucin banget sama dia. Wajar, kalau aku takut kamu jadiin aku pelampiasan, Kev." Aku menjawab tanpa melakukan kontak mata dengan laki-laki yang ku sayangi itu.

Lalu, dengan tatapan yang dalam dan tertuju padaku, Kevlin meraih kedua tanganku dan meyakinkan, "Re, aku suka sama kamu bukan sebagai pelampiasan. Aku beneran nyaman sama sikap dan sifatmu."

Aku yang menerima perlakuan itu terenyuh. Sekali lagi, aku tak berani beradu pandang dengan laki-laki pujaanku ini. Sorot matanya yang dalam dengan garis wajahnya yang tegas selalu membuatku tak dapat berkata-kata dan berkutik. Sekuat itu daya tarik dari seorang Kevlin Wilson, sahabat laki-laki yang juga sudah seperti saudara bagiku.

Lalu, suara bassnya membuatku tersadar dari lamunanku sendiri. "Aku juga tahu kalau kamu punya rasa sama aku dari dulu, Re."

Pernyataan yang ku dengar itu membuatku melebarkan kedua mata dalam sekejap. Aku tak menyangka ternyata meski rasa ini ku pendam, tetap diketahui juga oleh dirinya. Apa diam-diam dia memperhatikan apa yang aku lakukan saat dirinya tak berada di sekitarku?

Lalu, aku menanggapinya, "Kalau kamu tahu akan hal itu, kenapa kamu lebih memilih Camilla? Apa bedanya denganku?"

Kevlin pun menatapku dengan sorot kebingungan. Dalam sekejap, ia terdiam, sepertinya sedang memilah alasan yang masuk akal dalam pikirannya.

"Itu karena kamu sama Mila engga sama. Waktu itu, aku engga begitu yakin kalau memang kamu punya perasaan sama aku. Sementara, aku sendiri memandang Mila lebih memahamiku. Setelah ku jalani hubungan dengannya, kenyataannya justru tak sama dengan harapanku yang muluk akan dirinya, Rena." Kevlin menjabarkan curahan hatinya dengan tatapan penuh penyesalan.

End of pov

-**-

"Tapi harusnya kamu lebih peka, Kev. Kamu tahu? Memendam rasa dalam diam itu engga gampang. Mau lupain juga susah." Renata menjabarkan beban yang telah lama menumpuk dalam hatinya pada sang pujaan hati.

Kevlin pun tertegun dengan pengakuan tersebut. Ia tak menyangka jika sejak lama dirinya yang diyakini sebagai laki-laki sederhana dan biasa saja mampu membuat Renata terkesan dan terpesona. Di saat yang sama, muncul rasa penyesalan karena dirinya tak menyadari perasaan yang dimiliki oleh Renata padanya. Seandainya waktu bisa diputar, mungkin, ia tak akan menyatakan perasannya pada Camilla dan memilih untuk menjaga perasaan Renata.

"Maaf, Re. Aku memang bodoh karena engga cukup peduli terhadap perasaanmu yang terpendam. Kamu boleh engga nanggapin apa yang aku ungkapin ke kamu kok. Aku cuman pengen ungkapin apa yang ada di hatiku meski kesannya kurang mendalam buat kamu." Kevlin menatap Renata sekilas dan mengalihkan pandang.

Kemudian, Renata terdiam sejenak. Kedua manik kecokelatan miliknya mengunci pandang pada Kevlin dengan hati yang jauh lebih ringan karena sudah berhasil menyatakan pendapat terpendamnya. Selain itu, mungkin saja, ada rasa senang karena penantiannya terhadap seorang Kevlin Wilson tak membuahkan hasil yang nihil.

"Kev," ucap Renata setelah beberapa menit berlalu.

"Iya, Re?" Kevlin menatap lawan bicaranya dengan penuh harap. Dari sorot matanya terpancar jelas jika dirinya ingin wanita di hadapannya itu mau memulai hubungan bersama dirinya.

"Maaf sudah membuatmu merasa bersalah, tapi ini engga sepenuhnya salahmu. Hanya waktunya saja yang memang berlainan." Renata menyatakan kata-kata yang membuat harapan dalam hati Kevlin meninggi seketika.

"Jadi, kamu mau 'kan jalanin hubungan sama aku?" Kevlin kembali menatap Renata dengan senyuman merekah tersemat pada wajah tampannya.

Dengan senyum lembut terurai, Renata memilih untuk menganggukkan kepalanya karena rasa senang di hatinya membumbung tinggi. Apa yang selalu ada dalam bayangannya, kini menjadi kenyataan.

Kevlin yang juga merasakan kebahagiaan yang sama meraih kedua tangan wanita yang telah resmi menjadi kekasihnya sejak detik itu. "Thank you, Re, atas kesempatannya. Aku usahakan hubungan ini supaya lebih dewasa dan engga sekadar manis saja."

"Bukan cuman kamu saja yang berusaha, tapi aku juga berusaha. Kita berusaha bersama mulai detik ini dan seterusnya. Deal, Kevlin Wilson?" Renata mengkoreksi ujaran laki-laki yang disayanginya itu dan meminta persetujuan.

Kevlin pun menganggukkan kepala. Kemudian, mereka berdua berpelukan satu sama lain dengan mesra. Tanpa mereka sadari, Arettha menikmati setiap adegan yang dilakoni oleh dua muda-mudi itu dengan senyum mengembang.

"Akhirnya, apa yang aku bayangin selama ini kesampaian. Tania harus tahu tentang ini." Arettha mengulas senyum dan memasuki kamarnya yang berada di lantai dua.

Tanpa berpikir panjang, ia menghubungi Tania yang merupakan mama kandung dari Renata sekaligus sahabat lamanya selama di bangku SMA.

"Halo, tha? Ada apa?" Suara Tania terdengar dari balik speaker ponsel android milik Arettha.

"Tan, anakmu di sini lho." Arettha tak langsung memberitahu tentang kabar bahagia yang baru saja dilihatnya.

"Pasti belajar bareng sama anakmu 'kan. Engga masalah, tha. Yang penting, dia pulangnya engga kemaleman." Tania menanggapi dengan datar.

"Bukan cuman belajar bareng, tapi status anakmu sekarang berubah, jadi pacarnya Kevlin." Arettha yang tak lagi bisa membendung rasa bahagia di hatinya membagikan kabar tersebut dengan sukacita.

Tania yang notabene sedang memasak seolah tak percaya dengan ujaran Arettha dari speaker ponselnya. Perlahan, ia mematikan kompor dan memperjelas, "Mereka pacaran maksudmu??"

"Iya, Tan. Sebentar lagi, kita pasti jadi besan! Akhirnya!" Arettha kembali menyatakan rasa antusiasnya dengan penuh percaya diri.

TO BE CONTINUED..

Ciee, milkymong jadian nih! Siapa yang dari lama nungguin mereka pacaran?? Kira-kira gimana ya endingnya! Pantau terus ya!

Thank you buat yang sudah gudangin dan stop by buat baca cerita ini ❤️❤️

Hold You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang