-25-

155 14 8
                                    

Sementara itu, di malam hari, Kevlin yang sedang asyik menonton televisi di ruang tengah dikejutkan oleh suara ketukan pada pagar rumahnya, "TEKK..TTEKK.."

Kevlin pun meraih kunci pagar yang tergantung di tembok. Dengan mengenakan sandal jepit, ia melangkah keluar dari rumah dan mendapati sosok wanita yang masih membuat hatinya jengah. Figur mungil dengan wajah cantik itu menatap lurus pada Kevlin, berharap jika sang pria akan memeluk dan meminta maaf padanya.

"Kenapa lagi, Mil?" tanya Kevlin dengan tatapan dingin pada kekasihnya.

Camilla yang mendapat tatapan itu bukannya merasa kecewa atau semakin sakit hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Camilla yang mendapat tatapan itu bukannya merasa kecewa atau semakin sakit hati. Ia justru memeluk Kevlin secara spontan dan berkata, "Aku kangen kamu, Kev."

Mendapat perlakuan seperti itu tak meluluhkan hati Kevlin yang masih terluka akibat perilaku posesif Camilla padanya. Dengan mimik wajah datar dan rasa kesal yang masih menderu dalam hati, Kevlin melepas pelukan itu paksa.

"Kamu engga inget kalau kita lagi break? Aku capek sama sifatmu yang cemburuan dan posesif, Mil." Kevlin menegaskan dengan tatapan datar. Ia sudah tidak terlalu mempedulikan apakah kata-katanya akan melukai hati Camilla atau tidak.

"Aku minta maaf, Kev." Camilla kembali menurunkan egonya meski sebenarnya ia enggan.

"Maaf? Apa dengan maaf lalu melakukan kesalahan yang sama, perasaanku bisa terus sama denganmu?" Kevlin menatap tajam pada Camilla. Ia merasa bahwa kata-kata maaf tak ada artinya jika kesalahan yang sama diperbuat lagi di kemudian hari.

Mendengar kata-kata itu, Camilla seakan tertampar oleh kenyataan yang kerap diabaikannya. Selama menjalin hubungan dengan Kevlin, ia berpikir jika sebagai sepasang kekasih harus bisa saling memaafkan jika memang muncul masalah atau berbuat kesalahan.

Akan tetapi, kata-kata yang dilontarkan oleh kekasihnya itu, membuat Camilla sadar bahwa tidak selamanya seseorang yang diharapkan bisa terus memaklumi kesalahan. Lebih parahnya lagi, hanya karena kesalahan dan kata maaf yang sama terus terucap, memiliki potensi untuk memudarkan perasaan.

"Aku capek, Mill. Aku pikir aku bisa bertahan dan memaklumi sikap posesifmu, berharap kalau kamu engga semakin parah dan berpikiran negatif, terutama pada Renata. Padahal, kalian berdua berteman baik, tapi kamu tega nuduh dia sebagai orang ketiga di antara kita." Kevlin mengutarakan uneg-uneg yang dipendamnya selama ini.

Camilla pun bersuara, "Aku lakuin itu karena aku sayang sama kamu, Kev. Aku engga pengen kehilangan kamu!"

"Oh gitu? Kamu seenaknya nuduh aku ada apa-apa sama Renata, sedangkan kamu sendiri sama temen cowokmu yang itu, aku engga begitu panjangin masalah 'kan? Ada aku nuduh kamu yang engga-engga?" Kevlin mengunci tatapan pada lawan bicaranya dengan mimik wajah masam.

"Iya, tapi aku sama Justin bukan kaya kamu sama Renata. Kamu sama Renata udah kenal dari lama, Kevlin." Camilla masih tidak runtuh dengan pendiriannya dan yakin jika suatu hari Renata akan merusak hubungan di antara dirinya dan Kevlin.

Hold You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang