-28-

119 9 0
                                    

Jeff yang menyadari akan tatapan sinis dari Kevlin tidak terusik sama sekali. Pria dengan tinggi badan seratus delapan puluh sentimeter itu terlihat tenang dan senantiasa menatap Renata seraya tersenyum manis saat dirinya menyuapkan potongan kue pada sang gadis pujaan.

"Aku engga peduli dengan reaksi di sekitar yang mungkin tak suka melihat diriku bersikap manis pada Renata. Yang jelas, rencanaku untuk memiliki Renata malam ini harus terlaksana." Jeff berujar dalam hati, membulatkan tekadnya yang sudah matang sejak beberapa bulan lalu.

Setelah sesi pemotongan kue ulang tahun berlalu, Renata kembali ke tempat duduknya dan mendapati mimik masam pada wajah Kevlin. Tanpa terlalu banyak berasumsi, Renata bertanya, "Kamu kenapa, Kev?"

Tak ingin menunjukkan rasa ketidaksukaannya pada interaksi Renata dan Jeff, Kevlin pun berkilah, "Ah ini, jus jeruknya terlalu asam. Menggigit rasanya di lidah."

Ucapan dari Kevlin itu tak langsung membuat Renata yakin. Rupanya, ia paham betul jika laki-laki yang disukainya itu sedang menutupi rasa gengsinya karena ada hal yang tidak disukainya. Akan tetapi, Renata tak ingin besar kepala meski sebenarnya ia sangat berharap jika Kevlin merasa cemburu usai melihat interaksinya dengan Jeff.

"Mungkin, memang engga mungkin buat Kevlin merasa cemburu lihat kedekatanku dengan Jeff barusan. Ditambah lagi, Kevlin cuman memegang status teman dekat di ranah circleku." Renata berujar dalam hati sembari menatap paras Kevlin yang juga terlihat menawan dari samping.

-**-
Di lain sudut, Camilla dan Justin sedang menikmati kudapan yang tersaji di atas meja sembari mengobrol santai. Bahkan, mereka tak terlihat canggung saat mengambilkan makanan di piring masing-masing.

"Oh, kamu suka salad ubur-ubur ya, Mill?" Justin meletakkan sendok di atas piring Camilla usai mengambilkan salad ubur-ubur beserta pelengkap di piring milik gadis pujaannya itu.

"Suka banget. Kalau ada menu ini di acara tertentu, aku pasti nambah." Camilla menatap Justin sekilas dan mulai menikmati salad yang tersaji di atas piringnya perlahan.

Di saat yang sama, Camilla tak sengaja menyisakan noda makanan di bibirnya. Hal itu tentu membuat Justin langsung meraih tissue dari tempatnya dan membersihkan bibir gadis itu perlahan.

Menerima perlakuan tersebut membuat Camilla tertegun untuk beberapa saat. Kedua netranya menatap wajah Justin lekat. Sekali lagi, wajah pria yang bukan kekasih hatinya itu selalu mahir dalam menyihir dan memikat dirinya.

"Rahangnya tegas, sorot mata yang teduh, dan lekukan bibir yang menawan. Andai aku lebih dahulu mengenal Justin, mungkin, hari ini aku sudah menyandang status sebagai kekasihnya secara resmi." Camilla mulai berhalu ria tentang sosok yang masih fokus membersihkan bibir mungilnya.

Justin pun juga mencuri kesempatan dan kesempitan setelah membersihkan bibir dari mantan kekasih dari Kevlin itu. Sorot matanya yang memancarkan kekaguman seakan menjaring seluruh perhatian dari Camilla. Ia tak dapat mengalihkan pandangannya sejak awal pertama mengenal.

"Aku belum pernah semanis ini pada gadis mana pun selain kamu, Camilla." Justin menelisik setiap detail dari wajah kecil Camilla yang bagi dirinya tergolong sempurna dan proporsional.

Di saat keduanya sedang terhanyut dengan tatapan masing-masing,  Fedora yang duduk di samping Camilla menyikut lengannya pada gadis itu dan berbisik, "Udah, jadian sana. Tatapan kalian udah kaya waktu udah selesai pemberkatan nikah."

Camilla tersadar dan mendengar apa yang diucapkan oleh salah satu teman dari UKM taekwondo yang dijalaninya itu. "Eng-engga, Fe. Aku 'kan baru putus dari Kevlin, mana boleh begitu," ucapnya tergagap.

"Ah kamu bilangnya gitu. Nanti juga jadian sama si Justin." Fedora menanggapi dengan suara kecil agar obrolannya tak didengar oleh Justin.

Camilla yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum malu sembari menatap sekilas pada Justin yang masih setia menatap dirinya.

-**-
Di waktu yang lain, saat acara pesta dilanjutkan dengan sejumlah pertunjukkan yang disajikan oleh beberapa pengisi acara, Jeff mulai menjalankan rencananya.

Dengan bermodal secangkir wine import dan sebungkus obat tidur, ia tersenyum penuh arti dan berujar dalam pikirannya, "Mungkin, kali ini, rencanaku terlihat licik dan kotor, tapi kalau engga seperti ini, kapan Renata bisa jatuh ke pelukanku?"

Setelah mencampurkan obat tidur ke dalam wine, Jeff menghampiri renata yang sedang menyaksikan pertunjukan tari seorang diri dengan senyum senang.

"Hai Re. Sendirian nih?" Jeff membuka percakapan sembari membawa dua gelas wine.

"Eh, Jeff. Iya, Kevlin lagi ke kamar mandi sebentar." Renata menanggapi dengan senyum ramah.

"Nih, aku bawaan kamu wine import dari Jerman." Jeff menyerahkan segelas wine pada Renata.

Renata yang merasa tak enak hati jika menolak menerima gelas dengan cairan berwarna merah keunguan itu. Tanpa ia sadari, Kevlin yang baru saja selesai dari kamar mandi mengamati pergerakan Jeff dan Renata dari kejauhan.

"Thanks ya, Jeff." Renata berujar sembari menatap cairan ungu yang berada di dalam gelas.

"Sama-sama. Jangan sungkan," tandas Jeff dengan senyum merekah yang dilengkapi dengan lesung pipi.

Sedangkan, Kevlin yang melihat interaksi dari keduanya berujar dalam hati, "Ngapain si Jeff kasih minuman ke Renata? Kok feelingku jadi engga enak gini."

Meski Renata telah menggenggam segelas wine di tangan kanannya, ia tak lantas menenggak minuman tersebut. Sepertinya, ia lebih menikmati pertunjukkan dibanding harus meneguk minuman import yang ditawarkan oleh seniornya tersebut.

"Kok winenya engga diminum? Ini enak lho, anggurnya kerasa. Mubasir kalo didiemin terus lho, Re." Jeff mulai membujuk gadis yang selalu mengisi pikirannya itu.

"Eh, iya ya." Renata pun mulai meneguk wine dari gelas perlahan. "Hmm, anggurnya keras juga," sambungnya sembari menatap wine yang tersisa di gelas.

"Memang. Produk itu punya teman papaku." Jeff mengangguk pelan dan membanggakan diri. Di saat yang sama, ia mulai menghitung detik-detik dimana Renata akan diserang oleh rasa kantuk secara mendadak.

Beberapa menit kemudian, Renata merasa kelopak matanya sedikit berat. Namun, ia mencoba menahan sembari menutup mulutnya yang mulai menguap.

"Re? Kamu ngantuk?" Jeff menatap Renata dengan sorot mata keheranan yang dibuat-buat.

"Ehm, engga ngerti, Jeff. Mendadak, aku ngerasa ngantuk. Padahal, engga makan banyak." Renata mulai memijat-mijat batang hidungnya agar tetap sadar namun kedua matanya terlihat sayu.

"Mau aku antar ke kamar tamu?" Jeff menawarkan tanpa basa-basi. Ia juga mulai merangkul bahu Renata pelan.

"Engga perlu, Jeff. Aku masih kuat." Renata menanggapi sambil melepas rangkulan tangan dari pria yang secara terang-terangan menyukainya itu.

Akan tetapi, meski dirinya mengaku kuat dengan rasa kantuk yang semakin merajalela, dalam lima hingga enam menit kemudian, Renata nyaris terjatuh dan dipapah oleh Jeff.

"Jackpot!" Jeff berujar dengan senyum penuh kemenangan.

Ia mulai memapah tubuh renata keluar dari area taman tempat pesta ulang tahun diadakan. Tanpa diketahui oleh pria tersebut, Kevlin membuntutinya secara diam-diam.

"Sudah ku duga, Jeff bukan jenis laki-laki greenflag. Kalau sampai Renata diapa-apain, aku bakalan buat perhitungan sama dia! Lihat saja!" Kevlin mengepalkan kedua tangan saat menaiki tangga secara perlahan, sedangkan Jeff nyaris tiba di kamar tamu yang sudah dijaga oleh dua bodyguardnya yang bertubuh besar.

TO BE CONTINUED..

Aduh, gimana ini? Renata bangun dong!

Penasaran sama lanjutannya? Ikutin terus ya!
Thank you buat para pembaca yang masih setia nungguin 🙏

Hold You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang