Di lain tempat dan waktu, Kevlin dan Renata sedang berada di salah satu toko buku ternama yang berlokasi di tengah Kota Pahlawan.
Sebenarnya, ide untuk pergi ke toko buku adalah keinginan Renata yang beralasan jika dirinya sedang membutuhkan buku referensi untuk membuat tugas makalah. Namun, tanpa terduga oleh wanita cerdas itu sebelumnya, sang pujaan hati menawarkan untuk menemaninya dalam memilih buku referensi.
Keduanya tiba di toko buku sekitar pukul 12.35. Kala itu, suasana di toko buku yang memiliki tiga lantai tersebut tidak terlalu ramai. Hal tersebut membuat Renata dan Kevlin lebih leluasa dalam memilih buku sembari mengobrol ringan.
"Jadi, kamu jarang ke toko buku?" Renata membuka obrolan sembari menilik satu per satu buku referensi yang berada pada salah satu rak.
"Jarang. Padahal, aku suka baca novel." Kevlin melangkah di belakang Renata seraya menanggapi. Sesekali, kedua netranya menyisir pandang pada deretan buku novel berbahasa inggris yang memancing rasa penasarannya.
"Novel genre apa?" Renata kembali melempar pertanyaan.
"Romansa atau fantasi," jawab Kevlin langsung sambil mengusap tengkuknya dan mengalihkan tatapan dari Renata sekilas.
Renata pun mengangguk dan kembali berfokus pada pencariannya terhadap buku referensi yang berkaitan dengan makalah presentasi statistik. Aksi tersebut juga dilakukan oleh Kevlin, namun ia tak mencari buku yang bertema statistik atau berkaitan dengan bisnis.
Beberapa menit kemudian, di saat ia sudah mendapatkan dua hingga tiga buku referensi, ia segera melangkah menuju kasir dengan Kevlin yang melangkah mengikutinya dari belakang.
"Totalnya jadi tujuh puluh delapan ribu ya, kak," ucap sang kasir dengan senyum ramah.
Renata pun segera meraih dompet kecil dari tas sling bag yang dikenakannya. Sebelum, ia menyerahkan jumlah uang yang disebutkan, ia memastikan terlebih dahulu lembaran-lembaran yang tersusun rapi pada dompet miliknya.
Saat dirinya baru saja meletakkan selembar uang lima puluh ribuan, ia berusaha mencari uang pecahan untuk menggenapi kekurangan. Akan tetapi, uang pecahan yang didapatinya tak cukup untuk menutup sisa uang yang dibutuhkan.
Kevlin yang sadar akan hal itu, merogoh beberapa lembar uang yang ada di saku celananya yang memiliki nilai lebih. "Ini mbak, uangnya," ujarnya sembari memberikan dua lembar lima puluh ribuan pada kasir yang bertugas.
"Uangnya seratus ribu ya," tandas kasir sambil memasukkan uang tersebut ke dalam mesin.
"Eh, kok jadi kamu yang bayarin, Kev? Ini 'kan belanjaanku." Renata terkejut dengan perilaku Kevlin yang baginya cukup impulsif dan di luar prediksi.
"Udah engga apa. Toh, uangmu juga engga cukup 'kan, Re." Kevlin menanggapi dengan senyum manis yang kembali membuat Renata terperangah.
Renata yang merasa tak enak hati dengan tindakan Kevlin itu terdiam sesaat. Ia tenggelam dengan pemikirannya sendiri akan sikap Kevlin yang baru saja terlihat oleh kedua netranya. Pasalnya, meski mereka sudah lama bersahabat, Kevlin tak pernah terlihat royal pada Camilla atau pun dirinya.
"Jadi, ini dia yang bayarin bukunya? Royal juga meski kelihatan cuek di luar. Kenapa baru sekarang dia begini??" Renata berujar dalam hatinya.
Beberapa menit kemudian, Kevlin memberikan kantung plastik berwarna merah pada Renata dan berujar, "Nih bukunya."
Renata pun menerima dengan senyuman. Ia tak lupa mengucapkan terima kasih pada laki-laki yang selalu dipujanya itu. Sementara, Kevlin yang melihat reaksi tersebut hanya mengulum senyum dan sama sekali tak tahu akan perasaan yang dimiliki oleh sahabat wanitanya secara diam-diam.
"Temenin aku makan yuk. Laper nih," ujar Kevlin sembari melangkah, mengekori Renata dari belakang.
"Makan di mana?" Renata menatap Kevlin sekilas seraya bertanya.
"Dah, ikut aja. Biar kamu bisa sekalian cobain menunya." Kevlin kembali mengulas senyum manis setelah membalas pertanyaan Renata.
-**-
Satu jam kemudian, Kevlin dan Renata pun tiba di cafe yang memiliki plank bertuliskan 'La Paste' dengan interior yang bernuansa vintage-aesthetic."Selamat siang, meja untuk berapa orang ya?" tanya sang manajer dengan senyum ramah pada Kevlin dan juga Renata.
"Untuk dua orang ya," jawab Kevlin sembari membuat huruf V dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dari tangan kanan.
"Ada di seberang jendela, di sisi kiri." Manajer cafe memberitahu seraya melangkah dan membimbing Kelvin serta Renata menuju meja yang dituju.
Di saat keduanya sudah tiba di meja, manik mata Kevlin mendapati sosok Camilla sedang berbincang dengan Justin. Hal serupa juga disadari oleh Camilla. Manik mata hitamnya juga menatap sosok Renata dengan sorot terkejut.
"Hai, Re, Kev." Camilla menyapa kedua sahabatnya singkat dengan senyum kaku.
"Hai, Mil. Sudah lama engga ketemu ya." Renata melambaikan tangan dengan senyum ramah.
Sedangkan, Kevlin memilih untuk tidak membalas sapaan tersebut. Ia hanya diam dan duduk. Ia belum sepenuhnya bisa berdamai dengan masa lalu yang menorehkan luka di hati.
Pada situasi tersebut, Justin yang duduk berseberangan dengan Camilla turut bersuara, "Oh, jadi dia sahabat dekat yang pernah kamu ceritain?"
"Iya, Tin, termasuk Kevlin, mantanku." Camilla mengangguk sambil menatap raup wajah Kevlin yang masam, mengisyaratkan ketidaksukaan dengan keberadaan dirinya dan Justin.
"Hmm, cukup rumit." Justin menatap Kevlin dan Renata bergantian lalu melanjutkan, "Tapi, setidaknya, kamu harus segera melupakan semua hal tentang mantanmu. Supaya lebih lega dan kamu bisa buka hati untuk orang baru."
Ucapan tersebut sengaja diutarakan oleh Justin untuk menyinggung Camilla dan memanas-manasi Kevlin. Dari sorot matanya yang menyiratkan kebencian terhadap mantan pacar Camilla, Justin mengulas senyum angkuh seraya menatap Kevlin untuk beberapa saat.
Sedangkan, Kevlin mulai tersulut emosi meski dirinya menahan agar tidak meledak langsung di tempat. Satu tangannya mengepal bersama dengan ujaran dalam hatinya, "Kalau memang mau pacaran sama mantanku, ambil aja. Engga perlu nyindir kaya gitu juga! Memang dari awal, kamu pengen nikung dia 'kan?! Dasar perusak!"
Sadar dengan mimik wajah Kevlin yang terlihat suntuk, Renata segera menatap Kevlin dan berbisik, "Kita pindah aja yuk. Di pojok kanan sana baru aja kosong."
Merasa jika energi dan emosinya terbuang saat berdekatan dengan Justin atau pun Camilla, Kevlin segera bangkit dari tempat duduknya dan meraih tangan Renata seraya melangkah menuju meja yang berada di pojok kanan, berdekatan dengan ruang outdoor yang tidak begitu ramai.
Meski hanya sebatas bergandengan tangan di antara sahabat, Camilla yang menjadi saksi atas kedekatan sang mantan kekasih dan sahabat dekatnya itu hanya bisa diam bersama dengan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan rasa posesif, seolah dirinya masih merengkuh Kevlin sebagai seorang pacar.
"Setiap kali kita bertengkar, kamu bilang, engga ada apa-apa sama Renata. Namun, hari ini, kamu langsung menurut dan menggandeng tangannya, seakan kalian berdua benar-benar sudah terikat hubungan. Apa kamu mau balas dendam atas kandasnya hubungan kita, Kev?" Camilla berujar dalam hatinya. Perasaannya pun mulai mendorong dirinya untuk meminta penjelasan lebih lanjut dengan ide untuk menemui Kevlin di kesempatan lain.
TO BE CONTINUED..
Wah, ada yang gamon nih kayanya.
Maaf ya, aku baru up lagi di bulan ini. Aku ada di fase agak mager. Thank you banget buat yang udah baca dan gudangin cerita ini. Dijamin, selesai kok🙏Ada yang suka sungjoy couple engga di sini? Komen ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold You Forever
RomanceAwalnya, Renata mengira bahwa Kevlin akan terus menanti dan bersabar terhadap sikap Camila yang terbilang kurang sabaran dan cukup posesif. Akan tetapi, satu hingga sekian peristiwa membuat Kevlin mengutarakan keluh kesah padanya. Renata yang diam-d...